Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Koalisi Tak Adem-Ayem

Jokowi membentuk koalisi gemuk dengan menggaet partai dari luar pemerintah. Berlomba-lomba mengajukan calon wakil presiden.

29 April 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Koalisi Tak Adem-Ayem

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JUMLAH 290 kursi Dewan Perwakilan Rakyat lebih dari cukup untuk mengantar Joko Widodo sebagai calon presiden. Didapat dari lima partai, yakni Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Golkar, NasDem, Partai Persatuan Pembangunan, dan Hanura, jumlah itu jauh di atas ambang batas pencalonan presiden, 20 persen atau 112 kursi DPR.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Toh, Jokowi masih terus membuka peluang partai lain bergabung. Masak, mau berkoalisi saya tolak? Kan, enggak mungkin, kata Jokowi dalam wawancara dengan Tempo, Jumat pekan lalu. Ia mengaku sudah bertemu dengan hampir semua partai dan pemimpinnya. Dari kubu koalisi pemerintah saat ini, tinggal dua partai yang belum mendukung Jokowi, yakni Partai Kebangkitan Bangsa dan Partai Amanat Nasional.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Jokowi tak melulu mengandalkan koalisi lawas. Dua pendatang baru, yaitu Partai Persatuan Indonesia dan Partai Solidaritas Indonesia, juga dirangkul. Jokowi pun mendekati Partai Demokrat agar bergabung dalam koalisi. Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto menjadi penghubung antara Istana dan Ketua Umum Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono. "Saya menjadi jembatan untuk banyak partai," ujar Menteri Perindustrian ini.

Airlangga menolak membeberkan detail pertemuan dengan Yudhoyono. Politikus lain yang mengetahui pertemuan itu mengatakan Demokrat tak keberatan bergabung dengan koalisi pro-Jokowi. Sinyal ini pun terlihat dalam Rapat Pimpinan Nasional Demokrat, Sabtu kedua Maret lalu. Saat itu, Yudhoyono menyebutkan ada kemungkinan partainya berjuang bersama Jokowi.

Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Agus Hermantomengatakan partainya masih menimbang berbagai kemungkinan sebelum memutuskan berkoalisi dengan Jokowi. Bisa saja, kata Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat ini, Demokrat bersama partai lain membentuk poros baru. Kemungkinan lain adalah mengajukan putra Yudhoyono, Agus Harimurti, sebagai calon wakil presiden.

Tak hanya ke Demokrat, Airlangga mengaku juga sudah bertemu langsung dengan Ketua Umum Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan. Dalam waktu dekat, ia akan bertemu pula dengan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar. "Saya memang diminta memastikan koalisi tetap kompak," katanya.

Ditugasi Jokowi menjadi penyambung lidahnya ke partai koalisi, Airlangga langsung menghadapi persoalan. Dua partai pemerintah, PPP dan PKB, terlibat perang urat saraf. Kedua partai berlomba-lomba mengajukan ketua umumnya sebagai pendamping Jokowi. Romahurmuziy pada Senin pekan lalu menyatakan bersedia menjadi calon wakil presiden. "Tak ada kata tak siap kalau negara memanggil atau rakyat memerlukan," ujarnya di Bandung.

PPP seolah-olah tak mau kalah oleh Partai Kebangkitan Bangsa, yang mencalonkan Muhaimin Iskandar, ketua umumnya. Tak sampai dua pekan sebelumnya, Sekretaris Jenderal PPP Arsul Sani mengatakan deklarasi Muhaimin Iskandar sebagai calon wakil presiden menimbulkan riak di koalisi partai pendukung Jokowi. Arsul menuding Muhaimin sedang bermain di dua kaki. "Kaki PKB satu setengahnya di Jokowi, setengahnya lagi melirik ke luar."

Ucapan Arsul memantik kembali percikan api di antara kedua partai. Bulan lalu, PPP sempat meminta Majelis Permusyawaratan Rakyat meninjau ulang kursi pemimpin MPR untuk PKB, yang akan diduduki Muhaimin. PPP saat itu memang tak mendapat jatah kursi pemimpin MPR.

Menanggapi keinginan Romahurmuziy menjadi calon wakil presiden, Sekretaris Jenderal PKB Lukman Edy tak mau ambil pusing. "Mungkin dia mau menghidupkan lampunya," kata Lukman.

PKB juga memasang harga tinggi terkait dengan pencalonan Muhaimin sebagai wakil presiden. Ketua PKB Jazilul Fawaid mengatakan, jika Jokowi tak memilih Muhaimin, partainya bakal hengkang dari koalisi. Itu sebabnya PKB mendeklarasikan Join, kependekan dari Jokowi-Muhaimin, yang mesti diusung satu paket.

Golkar pun mencoba menawarkan Airlangga sebagai pasangan Jokowi. Sejumlah politikus senior Golkar mendengung-dengungkan duet ini. Airlangga belum mau berkomentar tentang kemungkinan Golkar menyorongkan namanya kepada Jokowi. Menurut Airlangga, Golkar masih menunggu hasil pemilihan kepala daerah serentak di sejumlah wilayah sebelum memutuskan calon wakil presiden.

Jokowi mengatakan calon wakil presiden akan dibicarakan bersama dengan semua ketua umum partai koalisi. Jokowi tak mempersoalkan perdebatan di antara partai pendukungnya tentang calon wakil presiden. "Seperti itu kan bagus. Masak, adem-ayem saja?" ujarnya.

Bagi Jokowi, yang paling penting saat ini justru elektabilitas partai-partai itu ikut meningkat seiring dengan tingkat keterpilihannya yang terus melejit. Romahurmuziy mengatakan Jokowi dalam berbagai pertemuan menanyakan tingkat keterpilihan PPP. Akhir tahun lalu, survei Populi Center menunjukkan elektabilitas PPP hanya separuh dari ambang batas parlemen 4 persen. Posisi PPP belum sepenuhnya aman meskipun pada Februari lalu angka itu meningkat menjadi 4,3 persen.

Jokowi masygul dengan elektabilitas PPP yang belum aman tersebut. Jika tak mampu mendulang suara sebanyak itu, PPP tak bisa menempatkan kadernya di Dewan Perwakilan Rakyat. Otomatis, jika terpilih kembali sebagai presiden, Jokowi bakal kehilangan satu mitranya di parlemen.

Menurut Romahurmuziy, Jokowi berulang kali memintanya menaikkan popularitas dan elektabilitas PPP. Caranya adalah memasang baliho secara masif. "Pasang saja, jangan ragu. Pasti ada manfaatnya untuk PPP," ujar Romy-panggilan Romahurmuziy-menirukan ucapan Jokowi. Romy pun melaksanakan instruksi itu, meskipun Badan Pengawas Pemilu sempat mencopot sejumlah baliho yang menyertakan lambang partai sehingga dianggap sebagai kampanye dini.

Taktik memasang baliho sudah dipraktikkan Muhaimin Iskandar. Mengiklankan diri sebagai calon wakil presiden, baliho Muhaimin tersebar di berbagai penjuru negeri. Hasilnya, berdasarkan survei Populi Center, tingkat keterpilihan PKB nangkring di posisi keempat, setelah PDI Perjuangan, Golkar, dan Gerindra, dengan angka lebih dari 7 persen.

"Instruksi" memasang baliho juga disampaikan Jokowi kepada Airlangga pada Sabtu keempat Maret lalu. Bertemu dengan Jokowi di Istana Bogor, Airlangga mengaku ditanyai pula soal elektabilitas partai dan diberi saran yang sama. Golkar menargetkan mendulang 18 persen suara pada Pemilihan Umum 2019. Tapi, berdasarkan sigi Populi Center, elektabilitas partai beringin masih di angka 10 persen.

Tak lama setelah pertemuan tersebut, baliho "Salam 4 Jari" yang memasang foto Airlangga dan Jokowi dipasang di berbagai tempat. Angka 4 mengacu pada nomor urut Golkar sebagai peserta pemilu.

Airlangga tak membantah kabar bahwa pemasangan itu atas saran Jokowi. "Pak Jokowi sudah mendukung kami dengan mengenakan kaus kuning," kata Airlangga mengacu pada kaus kuning-identik dengan warna Golkar-yang dikenakan Jokowi saat pertemuan di Istana Bogor.

Pramono, Arkhelaus Wisnu, Imam Hamdi, Raymundus Rikang, Ahmad Fikri (Bandung)

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus