Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Momen

PEMIMPIN dua negara Korea, Presiden Korea Selatan Moon Jae-in dan pemimpin tertinggi Korea Utara, Kim Jong-un, untuk pertama kalinya bertemu pada Jumat pekan lalu.

29 April 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KOREA SELATAN
Pertemuan Bersejarah Dua Korea

PEMIMPIN dua negara Korea, Presiden Korea Selatan Moon Jae-in dan pemimpin tertinggi Korea Utara, Kim Jong-un, untuk pertama kalinya bertemu pada Jumat pekan lalu. Pertemuan bersejarah itu terjadi di Rumah Perdamaian di Panmunjom, desa yang terletak di selatan zona demiliterisasi di perbatasan kedua negara. Jong-un muncul sekitar pukul 09.30.

Pria 34 tahun itu berjalan menuju garis demarkasi-jalan selebar empat meter-yang membagi dua sisi zona demiliterisasi, kemudian berjabat tangan dengan Jae-in. "Anda telah datang ke Selatan, kapan saya dapat datang ke Utara?" ujar Jae-in. "Mungkin sekaranglah saat yang tepat bagi Anda untuk masuk wilayah Korea Utara," kata Jong-un, membalas.

Untuk pertama kalinya dalam lebih dari satu dasawarsa, pemimpin kedua Korea itu duduk bersama untuk merundingkan perdamaian kedua negara, yang secara resmi masih dalam keadaan berperang sejak akhir Perang Korea. Mereka juga membicarakan tentang perlucutan senjata nuklir Pyongyang.

Jong-un membawakan mi dingin spesial untuk Jae-in dan berjanji tak mengganggu tidurnya dengan uji coba misil dinihari. "Saya merasa seperti menyalakan suar di garis start pada saat (kedua Korea) menulis sejarah baru dalam hubungan Utara-Selatan, perdamaian dan kemakmuran," ujar Jong-un, seperti diberitakan The Telegraph.

Bila pertemuan ini berjalan lancar, Jong-un direncanakan bertemu dengan Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada Mei atau Juni nanti.

INDIA
Guru Spiritual Dipenjara Seumur Hidup

SEORANG guru spiritual di India, Asaram Bapu, dinyatakan bersalah dalam kasus pemerkosaan seorang gadis 16 tahun pada 2013. Hakim pengadilan Kota Jodhpur, Negara Bagian Rajasthan, India barat, menjatuhkan hukuman seumur hidup untuk Bapu, Rabu pekan lalu.

Hakim Khusus untuk Kasta dan Suku Terdaftar, Madhu Sudan Sharma, membacakan putusannya dalam sidang tertutup di Penjara Jodhpur, tempat Bapu ditahan. Hakim juga menjatuhkan hukuman penjara selama 20 tahun kepada dua ajudan guru spiritual tersebut.

Bapu, 77 tahun, memimpin 400 ashram atau tempat pertapaan dan didakwa memerkosa pengikutnya dengan dalih membersihkannya dari roh jahat. Dalam sejumlah kesempatan, ia selalu membantah tudingan pemerkosaan terhadap anak di bawah umur tersebut.

Kasus Bapu muncul di tengah meningkatnya kekerasan seksual di India. Perdana Menteri Narendra Modi baru-baru ini menerbitkan peraturan yang memungkinkan hukuman mati bagi pemerkosa gadis yang berusia di bawah 12 tahun. Aturan itu juga memperberat hukuman bagi pemerkosa dengan hukuman penjara minimal 20 tahun. Selain itu, pemerkosaan berkelompok diancam hukuman penjara seumur hidup atau hukuman mati. "Kami telah menerbitkan hukum untuk menggantung para pemerkosa anak-anak gadis. Sekarang pemerintah di Delhi yang akan mendengarkan rakyat dan memutuskan," kata Modi, seperti dikutip The Indian Express.

TURKI
Pengadilan Memenjarakan 14 Jurnalis Oposisi

PEMERINTAH Turki kembali menuai kritik dari dunia internasional setelah pengadilan di negara itu memenjarakan 14 jurnalis dan karyawan surat kabar Cumhuriyet. Pengadilan menjerat mereka dengan tuduhan terorisme.

"(Mereka dijatuhi) hukuman penjara antara dua setengah dan tujuh setengah tahun," kata pengacara Cumhuriyet, Ozden Ozdemir, seperti diberitakan Reuters, Rabu pekan lalu. "Ini benar-benar bukan putusan yang sah. Pada akhirnya, ini adalah kasus politik," ujar Ozdemir, yang akan mengajukan permohonan banding atas putusan itu.

Semua terdakwa, melalui liputan mereka, dituduh mendukung organisasi yang dipandang pemerintah sebagai kelompok teroris, yaitu Partai Pekerja Kurdistan (PKK) dan Front Pembebasan Rakyat Revolusioner (DHKP-C). Mereka juga dituduh mendukung gerakan anti-pemerintah yang dipimpin ulama karismatik Fethullah Gulen. Presiden Recep Tayyip Erdogan menyalahkan Gulen, yang kini menjadi eksil di Amerika Serikat, atas kudeta gagal pada 2016.

Amnesty International menyatakan kasus kontroversial ini membuktikan kebebasan pers makin terancam di bawah rezim Erdogan. Sebab, Cumhuriyet adalah salah satu dari sedikit surat kabar di negara itu yang sangat kritis terhadap presiden.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus