Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selasa siang akhir Juli lalu, Areno Basuki menempuh jarak jauh, mengantar pamannya berobat. Bertolak dari Bintaro, keduanya menuju kawasan Senen, Jakarta Pusat. Enam bulan lalu sang paman, I Nengah Santra, 67 tahun, terkena stroke. Purnawirawan kolonel itu terjatuh, kemudian mengalami kelumpuhan pada setengah bagian tubuhnya.
Siang itu mereka langsung naik ke lantai tiga gedung utama Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto. Areno membawa pamannya masuk ruang praktek akupunktur. Di sana sudah ada dua dokter yang tengah berpraktek dan menanti mereka: Ekky Sri Rejeki dan Darmawan. Sebenarnya masih ada satu dokter lagi, yakni Oni. ”Dia mundur karena ada urusan keluarga. Dia pergi ke Australia,” ujar Ekky, 43 tahun.
Bukan tanpa alasan bila Nengah mempercayakan penanganan penyakitnya kepada dua dokter itu. Saat menjenguknya pertama kali, teman-temannya sesama purnawirawan menyarankan dia menjalani terapi akupunktur. Keluarga Nengah pun langsung meminta saran kepada dokter saraf yang selama ini menanganinya.
Dokternya mengangguk dan membuatkan memo. Kertas kecil itulah yang mengantar Nengah ke bagian akupunktur. Dari rekam medis dan masukan dokter sarafnya, para akupunkturis di sana langsung beraksi dengan jarum-jarum kecil mereka.
Untuk mendapatkan hasil terbaik, setidaknya Nengah harus menjalani dua kali terapi dalam seminggu. ”Harusnya begitu. Tapi, karena tempat tinggal kami jauh, hanya bisa dilakukan sekali dalam seminggu,” kata Areno. Pamannya akan menjalani terapi akupunktur sampai sembuh.
Toh, menurut Areno, pamannya tidak hanya bergantung pada pengobatan akupunktur. Perawatan dari dokter saraf terus dilakukan. Nengah memperoleh enam jenis obat yang mesti diminum, ”Sebulan sekali kami mengambil obatnya,” katanya. Ada juga obat dari dokter bagian penyakit dalam untuk mengontrol gula dan darah tingginya. Tiga jenis pengobatan itu berlangsung saling terkait.
Di rumah sakit ini, pengobatan Barat dan Timur bertemu. Layanan akupunktur yang sudah ada sejak 1983 ini tidak berdiri sendiri, tapi menjadi bagian dari neurologi. Itu terjadi karena banyaknya kasus stroke di rumah sakit ini, sampai-sampai mereka memiliki unit stroke sendiri. Departemen saraf banyak mengirim pasien ke akupunktur. ”Yang banyak memang kasus pasca-stroke seperti kelumpuhan, lumpuh sebagian, yang berhubungan dengan motorik, dan kelumpuhan sensorik,” kata Ekky.
Dengan koordinasi dari departemen itu, mereka yang melakukan terapi akupunktur memiliki pedoman yang pasti mengenai titik-titik yang harus disentuh jarum-jarum kecilnya. Terapi ini disebut juga akupunktur medis.
Tak hanya pada mereka yang berusia lanjut, klinik akupunktur di rumah sakit ini juga melakukan terapi tusuk jarum pada anak-anak. Kebanyakan dari mereka memiliki kasus yang berhubungan dengan tumbuh kembang anak dan autisme. Sama halnya dengan terapi pada mereka yang terkena stroke, pihak terapis lebih menyukai bekerja secara tim. Artinya, bukan hanya mereka, neurolog anak juga harus dilibatkan. ”Untuk masalah anak-anak, kami lebih suka mendapat rujukan dokternya,” kata Ekky.
Ekky dan dokter lain kerap mengatakan kepada orang tua si anak, untuk autisme, penanganannya pun membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Diperlukan setidaknya tiga seri, dan untuk setiap seri harus dilakukan 12 kali terapi. ”Anak autis dari segi emosi berbeda dengan anak-anak yang lain,” katanya. Begitu pula hasilnya. Bisa mengendalikan emosinya saja sudah terbilang bagus.
Ternyata hasilnya tidaklah buruk. Menurut cerita Ekky, misalnya, seorang ibu melaporkan anaknya sudah banyak mengalami kemajuan. Sebelumnya, jangankan bisa tidur siang, setiap hari kerjaannya keliling rumah terus. ”Emosinya juga sudah agak baikan,” kata Ekky. Tingkat keberhasilan itu pula yang membuat animo masyarakat begitu tinggi. Hal itu bisa dilihat dari jumlah kunjungan pasien. Paling sedikit 30 pasien datang setiap hari.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo