Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gedung putih dua lantai itu bertulisan "Hyperbaric Center". Ke sinilah tujuan para pasien yang ingin merasakan sensasi oksigen murni bertekanan tinggi. Sejak pukul 07.30, ruang tunggu pasien seluas 12 meter persegi itu sudah padat pengunjung. Antrean pasien bervariasi tujuannya, untuk pengobatan penyakit berat seperti stoke, kebugaran, atau terapi kecantikan.
Terapi berlangsung di dalam empat kapsul raksasa yang bervariasi ukurannya: dari yang 3 x 3 x 3 meter untuk kapasitas 5 orang sampai yang 6 x 3 x 3 meter untuk kapasitas 12 orang. Di dalamnya, para pasien duduk berhadapan dengan masker oksigen. Kapsul selalu penuh. Karena ukurannya yang tidak besar itu, terapi ini tak dianjurkan buat penderita fobia ruangan sempit. Apalagi pasien perlu menghabiskan minimal satu jam di ruangan tersebut.
"Rasanya seperti naik pesawat udara," ujar Sholikin, 56 tahun, penderita diabetes, yang baru keluar ruangan terapi hiperbarik. Dia baru selesai menjalani rehabilitasi pasca-stroke yang diidapnya beberapa waktu lalu. Dan dalam 10 kali terapi, dia merasakan manfaatnya. "Saya tak perlu tongkat lagi kalau berjalan," ujarnya sumringah.
Sholikin senang dengan terapi ini lantaran pengobatan itu seperti memanjakan pasiennya dengan kenyamanan. "Kita tinggal duduk, pakai masker, bernapas, tapi efeknya tubuh terasa lebih segar."
Sementara Sholikin datang untuk sembuh, lain lagi dengan Ita, 35 tahun. Dia datang untuk cantik. Terapi dengan oksigen murni tekanan tinggi itu, menurut promosi temannya, bisa mengencangkan kulit. "Mempercepat pergantian kulit, jadi kulit lebih kencang," kata Ita, yang baru sekali menjalani terapi itu.
Mulanya terapi oksigen hiperbarik ini untuk membebaskan penyelam dari pengurangan tekanan udara atau "the bends". Kondisi ini berbahaya, karena gelembung nitrogen mulai terbentuk di paru-paru serta jaringan dan aliran darah seorang penyelam saat naik ke permukaan air. Aliran darah bisa terhalang dan merusak pembuluh darah. Akibatnya: kematian. Nah, terapi ini mengurangi efek nitrogennya dengan semburan oksigen murni di aliran darah.
Sejak 1943, Angkatan Laut Amerika Serikat memanfaatkan terapi ini. Di Indonesia, terapi ini baru diterapkan pada 1960 di Rumah Sakit Dr Ramelan, Surabaya-saat itu dipakai tentara Indonesia. Kini pelayanan yang sama ada di Rumah Sakit Pusat Pertamina, Jakarta; Rumah Sakit Angkatan Laut Dr Midiyato Sutorani, Tanjung Pinang; Rumah Sakit PT Arun, Aceh; dan Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah, Denpasar.
Dokter spesialis hiperbarik Rumah Sakit Angkatan Laut Dr Mintohardjo, Soeprijoto, menilai terapi hiperbarik punya banyak manfaat. Dari mengurangi volume gelembung gas pada penyakit dekompresi seperti tuli mendadak, memaksimalkan penyaluran oksigen pada jaringan yang kekurangan oksigen, hingga merangsang pembentukan pembuluh darah untuk meningkatkan aliran darah. Yang terakhir itu bisa digunakan untuk menyembuhkan luka bakar.
Sejak diketahui mampu mengatasi infeksi, dengan meningkatkan kerja sel darah putih sebagai antibiotik pembunuh kuman, terapi ini lebih banyak lagi manfaatnya. Di antaranya menekan pertumbuhan kuman dan menurunkan zat beracun. "Sejumlah kuman penyakit bisa mati pada tekanan udara tinggi," ujar Soeprijoto.
Terapi untuk kecantikan juga laku karena, "Kemampuan hiperbarik merangsang regenerasi sel, membuat kulit tampak lebih muda."
Menurut Soeprijoto, karena manfaatnya yang banyak, sebagian besar pasien yang datang adalah pasien rujukan dari klinik atau pengobatan lain. "Lebih banyak sebagai terapi pendukung pengobatan konvensional (Barat)," ujarnya.
Tapi ada juga pasien yang datang atas keinginan sendiri. "Biasanya untuk tujuan kebugaran atau kecantikan," katanya. Mereka diminta memberitahukan obat-obatan yang biasa diminum. Sebab, ada jenis obat steroid yang bisa menyebabkan keracunan oksigen.
Orang yang menjalani terapi ini masuk recompression chamber atau ruang udara bertekanan tinggi. Di sana, mereka menghirup oksigen murni 100 persen dalam udara bertekanan lebih besar 2-3 kali tekanan udara normal. Fungsinya: memaksimalkan pengiriman oksigen dan penyerapan oksigen oleh tubuh. "Rasanya seperti naik kapal selam di kedalaman 15 meter di bawah laut."
Pada tekanan udara normal, tubuh manusia hanya menangkap oksigen sebesar 40-50 mm per 100 gram air. Namun, dalam terapi hiperbarik itu, tubuh akan dipasok oksigen 100-1.000 mm per 100 gram air.
Sejumlah orang akan mengalami penyumbatan telinga, seperti saat naik pesawat terbang. Pasien yang menjalani terapi ini akan merasa nyaman setelah 10 menit. Tinggal duduk atau tiduran, oksigen murni masuk ke aliran darah. Apalagi pasien dimanjakan dengan musik yang diputar petugas di tabung berpenyejuk udara itu. Karena itu, walau ada pengobatan nonkonvensional lain, seperti akupunktur dan herbal, terapi hiperbarik menjadi primadona rumah sakit yang didirikan pada 1957 ini.
Lama terapi hiperbarik bergantung pada jenis penyakitnya. Pada kasus klinis dan kebugaran, diperlukan waktu sekitar dua jam untuk lima kali seminggu. Untuk pengobatan lebih dari itu, tergantung kondisinya. Terapi ini memiliki efek samping. "Tapi relatif kecil, seperti perubahan refraksi visual dan keracunan oksigen."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo