Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur Utama Rumah Sakit Pluit Jakarta Tekky P. Jokom mengaku puas melihat reaksi pasien yang baru saja menjalani terapi cuci usus besar dengan air (colon hydrotherapy). Kebanyakan pasien keluar dari klinik dengan senyum lega. ”Ahh..., seperti orang keluar dari toilet setelah tadinya kebelet,” katanya. Pasien-pasien itu tentu datang dengan keluhan sembelit (konstipasi).
Layanan terapi cuci kolon di Rumah Sakit Pluit memang ditawarkan salah satunya untuk menghilangkan gangguan sulit buang air besar. Terapi ini dinilai aman dan tanpa efek samping. ”Daripada dengan obat atau pencahar, mendingan digelontor dengan air,” kata Tekky.
Tentu tak hanya sembelit yang disembuhkan. Terapi cuci kolon di Rumah Sakit Pluit ini diberikan juga bagi pasien yang ingin menurunkan berat badan, misalnya, atau untuk meluruhkan racun dalam tubuh (detoksifikasi). Intinya, jenis pengobatan itu dinilai andal untuk mengatasi gangguan kesehatan yang bersumber pada usus yang penuh kotoran mengerak. Tumpukan kotoran di usus besar itu menghalangi penyerapan nutrisi penting dan vitamin, juga menyulitkan usus membuang kotoran.
Sederhananya, terapi itu dilakukan dengan cara memasukkan selang kecil sepanjang sekitar empat sentimeter. Dari selang itu keluar air yang mengaliri dinding usus besar untuk merangsang agar ingin buang air besar. ”Seperti diaduk, nanti kotoran dan racun akan keluar,” kata Tekky. Terapi ini memakan waktu sekitar 45 menit.
Dia menekankan, proses kerja terapi ini memiliki bukti ilmiah bahwa dengan stimulus tekanan tertentu, kotoran akan keluar. Nah, feses yang keluar itu akan dianalisis untuk penanganan medis selanjutnya.
Di Pluit, terapi cuci usus ini memang dikombinasikan atau untuk mendukung penanganan medis konvensional. Caranya, terapi ini dilakukan sebelum dokter memeriksa saluran usus besar (kolonoskopi) untuk mencari kemungkinan sumber penyakit di organ itu. ”Usus lebih bersih, penglihatan tak terhalang,” kata Tekky. Cuci kolon juga dilakukan sebelum operasi pada usus.
Melihat kegunaannya itulah terapi tersebut dibawa ke Rumah Sakit Pluit sejak 2000—empat tahun setelah rumah sakit ini diresmikan. Apalagi efek sampingnya rendah, karena usus tak terganggu dengan air steril yang digunakan untuk mencuci. Hanya, untuk penderita ambeien, terapi dilakukan sangat hati-hati, demi mencegah gesekan selang pada titik ambeien.
Pertimbangan lain yang tak kalah penting, ”Jangan ketinggalan tren,” kata Tekky. Memang, cuci kolon digemari banyak pesohor. Citra terapi ini pun otomatis meningkat. Di Indonesia, presenter Anya Dwinov, misalnya, senang menggunakan terapi ini untuk detoksifikasi. Di mancanegara, juga tak terhitung selebritas ”kecanduan” terapi cuci kolon.
Cuci usus besar sebenarnya sudah lama dikenal. Para ahli pengobatan kuno, termasuk bapak kedokteran modern Hippocrates (abad ke-17), percaya pada manfaat cuci usus untuk kesehatan tubuh. Hippocrates telah mempraktekkannya secara manual sebagai pengobatan demam dan gangguan kesehatan lain. Waktu itu cuci kolon disebut enema.
Di Amerika Serikat, terapi ini dikenal sejak awal 1980-an. Cuci kolon kini menggunakan peralatan dan prosedur modern yang sudah disetujui Departemen Makanan dan Obat-obatan Amerika Serikat (FDA).
Cuci kolon masuk Indonesia sekitar 10 tahun lalu, dibawa ahli detoksifikasi dan naturapati (cara pengobatan alami) lulusan Amerika Serikat, Riani Susanto. ”Ini bukan metode alternatif, harus terintegrasi dengan tindakan medis,” katanya. Dia mencontohkan, di Florida, Amerika Serikat, integrasi terapi ini dengan penanganan medis konvensional sudah jamak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo