Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Anis Hidayah mengungkap tren aduan yang lembaganya terima pada 2023 tentang tindak pidana perdagangan orang (TPPO) modus penipuan online atau online scamming.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Anis menjelaskan di bulan-bulan tertentu sepanjang 2023, aduan tentang TPPO online scamming mengalahkan laporan tentang konflik agraria yang biasa diterima Komnas HAM.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Situasi Indonesia sudah darurat TPPO. Banyak orang yang diperdagangkan di kawasan ASEAN menjadi korban scamming operator judi online,” kata Anis dalam paparannya di acara Peluncuran Kajian TPPO Komnas HAM 2023 di Laprima Hotel, Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, Kamis, 27 Juni 2024.
Anis menjelaskan online scamming menjadi tren baru TPPO dan menyasar korban yang memiliki keterampilan tertentu di bidang teknologi informasi (TI). Para penyalur menipu korban dengan menjanjikan akan mempekerjakannya di sektor TI di luar negeri.
“Tetapi kemudian dipekerjakan sebagai operator judi online yang diberi target tertentu untuk menghasilkan keuntungan. Apabila target tersebut tidak tercapai maka akan mendapatkan sanksi,” kata Ketua Tim TPPO Komnas HAM ini.
Anis mengatakan Online Scamming sudah memenuhi unsur TPPO karena adanya perkerutan, penipuan, dan eksploitasi terhadap korban.
Dalam TPPO modus online scamming, pelaku biasa merekrut korban melalui media sosial. Pelaku lalu mengirim korban ke negara tujuan. Namun, setibanya di lokasi kerja korban disekap, diancam, bekerja melewati batas jam kerja, hingga dipaksa melakukan penipuan online dengan membuat akun palsu dan mencuri identitas orang lain.
Berdasarkan data Kementerian Luar Negeri RI, kata Anis, korban online scamming banyak berasal dari Sumatera Utara, Sulawesi Utara, dan Kalimantan Barat.
Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia Kementerian Luar Negeri Judha Nugraha mengatakan kasus-kasus WNI di luar negeri terus mengalami kenaikan. Pada 2021 ada 29.223 kasus, 2022 ada 35.149 kasus, dan 2023 melonjak menjadi 53.598 kasus.
Judha membenarkan jika kasus TPPO online scamming mengalami kenaikan. Pada 2021 ada 119 kasus, lalu melonjak menjadi 700 kasus pada 2022, dan naik menjadi 760 kasus pada 2023. “Kita memang belum efektif melakukan penanganan dan pencegahan,” kata Judha di forum yang sama.
Judha menuturkan kasus online scamming paling banyak menimpa WNI yang berada di negara-negara ASEAN. Kemlu RI mencatat ada 3.703 korban online scamming sejak 2020 hingga Maret 2024. Sebanyak 3.699 korban ditangani oleh Perwakilan-Perwakilan RI di Kawasan Asia Tenggara dan empat sisanya terjadi di Persatuan Emirat Arab (UEA).
Menurut Judha, ada perubahan tren perdagangan orang saat ini dengan beberapa tahun lalu. Dulu, kata dia, korban TPPO mayoritas berasal dari perempuan, masyarakat berpenghasilan rendah, dan tingkat pendidikan yang rendah. “Sekarang mayoritas laki-laki, Gen Z, tech savvy, middle income, dan educated,” ucap Judha.