Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JALAN utama di Perumahan Wisma Indah, Wonorejo Asri, Kecamatan Rungkut, Surabaya, sesungguhnya tak sampai 70 meter panjangnya. Tapi di jalan yang disusun dari paving block itulah YF, 17 tahun, dan adiknya yang berusia 15 tahun belakangan terlihat ngebut berboncengan dengan sepeda motor bebek. Keduanya adalah putra Dita Oepriarto, 46 tahun, pemilik rumah keenam dari pintu masuk kompleks berbentuk kluster itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Abi Akbar, 23 tahun, warga Wisma Indah yang tinggal berdekatan dengan rumah Dita, bercerita bahwa hampir setiap hari dua anak yang masih duduk di kelas XI dan IX itu bolak-balik di jalan depan rumahnya dengan sepeda motor mereka. "Anehnya, jalannya tak lurus, tapi zigzag," kata Abi kepada Tempo, Senin pekan lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ahad pagi pekan lalu, sekitar pukul 06.30, YF dan adiknya kembali berboncengan. Kali itu, keduanya melintas di Jalan Ngagel Madya, tujuh kilometer dari rumah mereka. Di depan Gereja Santa Maria Tak Bercela, sepeda motor berbelok dan masuk ke halaman gereja. Sejurus kemudian, terdengar letusan hebat. Bom yang berada di pangkuan adik YF meledak. Keduanya langsung tewas.
Sekitar 45 menit kemudian, ibu YF, Puji Kuswati, 42 tahun, juga meledakkan diri dengan bom di tas pinggang di Gereja Kristen Indonesia, Jalan Diponegoro, sekitar tiga kilometer dari lokasi YF. Dua adik perempuan YF yang masih berusia 8 dan 12 tahun ikut tewas bersama ibunya. Di paha keduanya terikat bom serupa.
Sedangkan sang kepala keluarga, Dita Oepriarto, meledak bersama bom di Toyota Avanza yang dikendarainya di Gereja Pantekosta Pusat Surabaya. Dita tewas berselang 40 menit setelah bom kedua. Ulah satu keluarga itu menewaskan tujuh orang dan melukai 45 orang.
Malam harinya, bom meledak di unit nomor 2, lantai 5, Blok B, Rumah Susun Sederhana Wonocolo, Sepanjang, Kabupaten Sidoarjo. Anton Ferdiantono dan istrinya, Sari Puspitarini, sama-sama 47 tahun, tewas bersama putri mereka yang berusia 17 tahun. Sedangkan tiga anak lainnya selamat.
Sehari kemudian, Tri Murtono, 50 tahun, bersama istrinya, Tri Ernawati, 43 tahun, dan tiga anaknya mengendarai dua sepeda motor menuju Kepolisian Resor Kota Besar Surabaya di Jalan Sikatan. Saat polisi berniat memeriksa dua sepeda motor itu, bom di pangkuan istri dan anak laki-laki Tri yang berusia 14 tahun meledak. Empat pelaku tewas, sedangkan putri terkecil selamat meski sempat terlempar akibat ledakan.
Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian menyatakan keluarga Dita, Anton, dan Tri Murtono saling mengenal. Polisi mendapatkan informasi dari anak Anton yang selamat bahwa keluarganya mengikuti pengajian di rumah Dita saban Ahad. Yang laki-laki diajar Dita, sedangkan para akhwat diasuh Puji Kuswati. "Kepada anak-anak itu dipertontonkan aksi bom bunuh diri," kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Jawa Timur Komisaris Besar Frans Barung Mangera.
Menurut Kepala Polri, Dita dan gerombolannya tergabung dalam kelompok yang sama. "Ketiganya bagian dari kelompok Jamaah Ansharud Daulah," ujar Tito di Surabaya setelah bom meledak di kantor polisi. Jamaah Ansharud Daulah atau JAD merupakan pendukung kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Tito mengatakan pengeboman itu juga perintah langsung dari pemimpin ISIS pusat kepada JAD. Dia enggan menyebut penerima perintah tersebut. Yang jelas, kata Tito, terdesaknya ISIS di Irak dan Suriah mengakibatkan kelompok yang didirikan Abu Bakar al-Baghdadi tersebut menggiatkan serangan di luar negara asalnya.
Berpaham takfiri, yang mengharamkan dan menyerang kelompok lain yang tak sepaham dengan mereka, JAD menjadi payung dua organisasi, yaitu Tauhid wal Jihad, yang dipimpin Aman Abdurrahman, dan Jamaah Ansharut Tauhid, yang dibentuk Abu Bakar Ba'asyir. Abu Bakar Ba'asyir ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat. Dia divonis 15 tahun penjara pada 2011 karena dituding terlibat pelatihan militer kelompok teroris di Aceh. Sedangkan Aman Abdurrahman pada Jumat pekan lalu dituntut hukuman mati karena diduga memerintahkan sejumlah aksi pengeboman, seperti di Kampung Melayu dan Jalan Thamrin.
Tak jelas betul kapan Dita dan dua pelaku lain bergabung dengan JAD. Yang pasti, jenis bom yang digunakan tiga keluarga itu sama, yaitu triacetone triperoxide atau TATP. Menurut Kepala Polri, peledak berkekuatan tinggi ini kerap digunakan ISIS dan dikenal sebagai mother of satan. Meski berdaya ledak tinggi, kata Tito, bom jenis ini tak sulit untuk diproduksi karena hanya berbahan baku utama tiner. "Kami menduga bom itu diproduksi di tempat Anton," ujar Tito dalam wawancara khusus dengan Tempo, Jumat pekan lalu.
Menurut Tito, Dita dan Anton pernah mengunjungi Dedi Rofaizal, narapidana teroris di Lembaga Pemasyarakatan Tulungagung, yang dituding sebagai pencari dana JAD. Para pelaku teror di Jawa Timur, kata Tito, juga terkoneksi dengan Khalid Abu Bakar. Tito meyakini Khalid sebagai ideolog untuk JAD Jawa Timur yang menanamkan hasrat berjihad kepada anak didiknya. Sedangkan juru bicara Kepolisian Daerah Jawa Timur, Komisaris Besar Frans Barung Mangera, mengatakan Dita dan Khalid pernah mengunjungi Abu Bakar Ba'asyir pada 2016.
Pada 2017, Khalid berniat hijrah ke Suriah untuk bergabung dengan ISIS. Tapi di Turki, sebelum menyeberang ke Suriah, Khalid, yang membawa 15 kerabatnya, keburu ditangkap polisi dan dipulangkan ke Indonesia. Tiga pemerhati terorisme-dua di antaranya bekas narapidana terorisme-yang mengetahui sepak terjang Khalid mengatakan dia terkenal kencang menyuarakan pembentukan khilafah di Nusantara saat berdakwah. Menurut mereka, sejak kembali ke Indonesia, Khalid kerap berpindah tempat tinggal, dari Surabaya hingga Lamongan.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Suhardi Alius, mengaku pernah berjumpa dengan Khalid di tempat penampungan deportee asal Turki di Bambu Apus, Jakarta Timur, pada 2017. Di tempat ini, orang-orang yang dideportasi itu dibina selama sebulan sebelum dikembalikan ke tempat asalnya. "Dia paling berbeda dibanding yang lain, sangat keras," kata Suhardi.
Menurut Tito Karnavian, Khalid pula yang memerintahkan Dita, Anton, dan Tri Murtono menjadi "pengantin", istilah untuk pelaku amaliah yang bunuh diri saat menggelar serangan. Hingga Jumat pekan lalu, polisi masih mencari Khalid dan seorang kerabatnya yang diduga mendalangi teror di Jawa Timur.
LIMA hari sebelum bom mengguncang Surabaya, polisi direpotkan oleh pemberontakan para tahanan kasus terorisme di Rumah Tahanan Markas Komando Brigade Mobil di Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat. Bermula dari persoalan kiriman makanan dari keluarga tahanan bernama Wawan Kurniawan alias Abu Afif yang tak diberikan petugas, emosi para tahanan tersulut. Kericuhan membesar setelah mereka mengambil alih penjara serta merebut 30 senjata api dan 300 amunisi. Lima polisi dan seorang tahanan tewas.
Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian menduga kerusuhan di Mako Brimob tak sekadar disulut oleh masalah makanan. Menurut Tito, sebagian tahanan terorisme yang merupakan bagian dari Jamaah Ansharud Daulah menyimpan dendam karena pemimpin mereka, Aman Abdurrahman, ditahan polisi. "Selain itu, ada perintah langsung dari ISIS di pusatnya supaya membalas," kata Tito.
Rabu sore, saat polisi masih berupaya mengendalikan situasi, di berbagai grup WhatsApp yang diisi pendukung gerakan jihad tersebar seruan untuk membantu "ikhwan-ikhwan" di dalam Mako Brimob. Caranya, seperti tertulis dalam percakapan di sejumlah grup yang salinannya diperoleh Tempo pekan lalu, adalah mengadakan perlawanan di wilayah masing-masing, terutama di Jakarta dan sekitarnya, untuk memecah konsentrasi polisi.
Dari percakapan dan foto di dalam satu grup, terlihat antusiasme untuk memberikan dukungan. Seorang anggota grup mengaku berada di dekat Mako Brimob dan melaporkan kondisi terbaru. Anggota grup yang mengaku menyamar dengan menggunakan jaket dan helm ojek online itu juga menyebutkan sempat didatangi dan ditanyai polisi. Agar tak dicurigai, dia menyatakan sedang mencari penumpang.
Sejumlah pendukung tahanan terorisme dari luar Jakarta juga bergerak menuju Mako Brimob. Tapi polisi berhasil mengendus gerakan mereka. Di kawasan Tambun, Mekarsari, Bekasi, polisi menahan empat orang pada Kamis dinihari. Membawa sejumlah senjata, seperti sangkur, belati, golok, dan katapel, keempatnya diduga berniat ikut berperang melawan polisi di Mako Brimob. Satu di antaranya ditembak mati karena melawan. "Mereka diduga jaringan Jamaah Ansharud Daulah," kata Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Markas Besar Kepolisian RI Inspektur Jenderal Setyo Wasisto.
Pemberontakan di Brimob berakhir pada Kamis pagi. Sebanyak 155 tahanan terorisme menyerah. Tapi bala bantuan tahanan terorisme masih mencoba masuk. Jumat dinihari, seseorang bernama Tendi Sumarno menikam anggota Brimob di dalam Mako, Brigadir Kepala Marhum Frenje. Menurut Setyo Wasisto, Marhum mencurigai Tendi yang mengawasi Mako Brimob dengan gerak-gerik mencurigakan. Tendi ditembak mati, sedangkan Marhum tewas setelah ditikam.
Sehari berselang, dua perempuan, Dita Siska Millenia 18 tahun, dan Siska Nur Azizah, 21 tahun, ditangkap di sekitar Mako Brimob pada dinihari karena diduga berencana menyerang polisi dengan gunting. Dalam berita acara pemeriksaan Siska, terlihat bahwa mahasiswi asal Ciamis itu dan Dita datang dari Bandung untuk berjihad.
Siska mengaku berbaiat atau menyatakan sumpah setia kepada pemimpin ISIS, Abu Bakar al-Baghdadi, di tempat kosnya pada 2017. Seorang bekas narapidana kasus terorisme mengatakan Siska ikut bergabung dalam grup WhatsApp pendukung gerakan jihad. Sumber ini mengetahui hal tersebut karena bergabung dalam grup yang sama.
Demikian juga keluarga Dita Oepriarto dan pelaku teror lain di Jawa Timur. Sebagai anggota JAD, mereka telah menyatakan sumpah setia kepada ISIS.
Tapi tak hanya di provinsi itu para pendukung khilafah menyerang polisi yang mereka anggap sebagai tagut atau kelompok yang tak menjalankan perintah agama. Tiga hari setelah pengeboman di Surabaya atau pada Rabu pagi pekan lalu, misalnya, gerombolan bersenjata tajam menerobos masuk ke Markas Kepolisian Daerah Riau dengan mobil Toyota Avanza dan mencoba menyerang polisi. Empat pelaku ditembak mati, sementara seorang lagi ditahan. Sedangkan seorang polisi meninggal akibat ditabrak mobil para pelaku. Jenderal Tito Karnavian menuding mereka juga bagian dari JAD.
Tiga sumber yang mengetahui jaringan dan gerakan pendukung ISIS di Indonesia mengatakan kericuhan di Mako Brimob menjadi pemicu gerakan terorisme sepekan terakhir. Termasuk aksi yang dilakukan tiga keluarga di Jawa Timur. Tiga sumber tersebut mendengar bahwa pendukung ISIS berencana menggelar "konser"-istilah untuk penyerangan-pada pertengahan tahun ini. Salah satu targetnya adalah event berskala internasional.
Tapi kejadian di Mako Brimob membuyarkan rencana itu. Dita dan kawan-kawan memilih mempercepat aksinya. Indikasi paling jelas, kata salah seorang narasumber, bom yang digunakan keluarga Dita Oepriarto dan teman-temannya tak mungkin disiapkan hanya dalam waktu singkat atau tiga hari setelah penyanderaan di Mako Brimob berakhir.
Menurut ketiga sumber tersebut, percepatan ini untuk menghindari kemungkinan Detasemen Khusus 88 Antiteror memberantakkan rencana serangan setelah kerusuhan di Mako Brimob dipadamkan. Polisi bisa mengendus rencana serangan mereka. Akibatnya, sel-sel ISIS di Jawa Timur terbangun dan bergerak cepat.
Gerakan keluarga Dita Oepriarto dan teman-temannya ini tak terdeteksi polisi. Tito Karnavian mengatakan polisi sebenarnya sudah mengawasi gerak-gerik Dita selama tiga bulan. "Tapi dianggap biasa-biasa saja, tidak ada yang aneh, maka kami lepaskan," ujar Tito. Dia menduga sel-sel ISIS bangkit melawan karena pemimpin JAD Jawa Timur, Zainal Anshori, yang menggantikan Aman Abdurrahman, juga ditangkap polisi karena ditengarai terkait dengan penyelundupan senjata api dari Filipina. Februari lalu, Pengadilan Negeri Jakarta Timur memvonis Zainal tujuh tahun penjara.
Polisi, kata Tito, kesulitan mendeteksi sel-sel pendukung ISIS yang nyaris tak pernah kelihatan. Salah satu sebabnya, pendukung ISIS itu telah belajar menggunakan saluran komunikasi yang aman. Antara lain hanya dengan tatap muka atau menggunakan fasilitas obrolan di game online yang sulit ditelusuri.
Tito meyakini peristiwa pengeboman di Surabaya juga memiliki dampak positif. Kejadian tersebut kian mengungkap jaringan ISIS di Indonesia. Polisi pun langsung menelusuri para pendukung ISIS di berbagai tempat di Indonesia yang diduga merencanakan teror atau terlibat dalam aksi bom di Surabaya. "Dengan adanya serangan ini, mereka seperti membuka pintu bagi kami untuk bertindak ofensif."
Stefanus Pramono, Imam Hamdi, Syailendra Persada (Jakarta), Raymundus Rikang, Nurhadi (Surabaya), Riyan Nofitra (Riau), Eko Widianto (Malang)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo