Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
RAPAT tertutup di kediaman Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri di Jalan Teuku Umar, Jakarta Pusat, Selasa pekan lalu, menjadi ajang "mengadili" Basuki Tjahaja Purnama. Dalam kesempatan itu, Megawati mengkritik tajam gaya komunikasi Gubernur DKI Jakarta tersebut.
Megawati berharap bisa menemukan cara efektif membungkam Ahok agar berhenti mengeluarkan pernyataan yang menuai kontroversi. "Seandainya saja ada selotip ajaib yang bisa ditempel, jadi ngomong-nya bisa sesuai dengan harapan kita. Tapi kan belum ada," kata Megawati, seperti ditirukan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto.
Pertemuan selama tiga jam dan dihadiri para pengurus teras partai, seperti Olly Dondokambey, Bambang D.H., Sekretaris Kabinet Pramono Anung, serta Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani, itu digelar tiga jam sebelum deklarasi resmi PDI Perjuangan yang mengusung Basuki dan Djarot. Tujuannya adalah membahas hal teknis menjelang pendaftaran resmi ke Komisi Pemilihan Umum DKI Jakarta.
Hasto mengatakan, selain untuk Megawati, pertemuan itu digunakan para pengurus partai yang lain untuk menyampaikan unek-unek kepada Ahok. Sebab, menurut dia, meski akhirnya memilih Basuki sebagai calon gubernur, banyak politikus PDI Perjuangan yang sebelumnya resistan terhadap sosoknya. Penyebabnya adalah inkonsistensi Basuki yang pernah menempuh jalur perseorangan.
Selain itu, pernyataan Ahok beberapa kali memang membuat panas pengurus partai, dari soal mahar politik Rp 200 miliar jika ingin diusung partai pemenang pemilu itu hingga pernyataan sang inkumben bahwa ia tidak membutuhkan dukungan partai. Pernyataan Basuki mengenai sejumlah kebijakannya, seperti soal penggusuran, juga dinilai tak sesuai dengan prinsip partai. "Ini momentum untuk memberikan masukan," ujar Hasto. Bukan hanya Megawati, Puan Maharani pun sempat memberi saran kepada Basuki agar tak banyak omong di depan media mengenai pencalonannya.
Basuki mengakui, dalam pertemuan sore itu, pengurus PDI Perjuangan menyampaikan kritik atas sikapnya selama ini. "Beberapa pengurus menyampaikan keberatan atas sikap saya selama ini. Jawab macam-macam juga bisa membuat mereka kesal," katanya.
Pertemuan yang dimulai sekitar pukul 17.00 itu kemudian membahas kontrak politik yang harus diteken Basuki dan Djarot jika ingin diusung secara resmi oleh PDI Perjuangan. Salah satu perumus kontrak politik itu, Achmad Basarah, mengatakan kontrak yang disodorkan memang berbeda dengan kontrak kepala daerah lain. "Ini bersifat khusus antara Ahok dan PDI Perjuangan," ujarnya. Hasto menyebutkan kontrak politik menjadi cara partai mengerem Ahok jika kebijakannya sudah kelewatan. "Misalnya kritik terhadap penggusuran."
Basuki disodori dua lembar dokumen. Dokumen pertama berisi kontrak politik yang terdiri atas tiga poin dan lima subpoin. Dokumen kedua merupakan Dasa Prasetya partai yang memang harus diteken semua calon kepala daerah PDI Perjuangan.
Poin pertama kontrak politik adalah kesediaan Basuki dan Djarot diusung tunggal PDI Perjuangan. Poin kedua, pasangan calon bersedia melaksanakan aturan partai, misalnya bersinergi dengan struktur partai, dari pengurus pusat hingga cabang, baik selama kampanye maupun setelah menang. Basarah mengatakan poin ini penting karena komunikasi Basuki dengan pengurus partai belum terbina dengan baik. "Selama ini kan tidak pernah bekerja sama dengan kita," ujarnya. Sinergi dengan pemerintah pusat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah juga menjadi komitmen yang harus dipenuhi Ahok. Poin lain adalah pola komunikasi politik yang santun selama menjadi DKI-1.
Pembahasan kontrak politik sempat alot terkait dengan partai pengusung. Ketua Dewan Pimpinan Pusat PDI Perjuangan Andreas Pareira mengatakan Basuki masih berkeinginan diusung empat partai, termasuk NasDem, Golkar, dan Hanura. Alasannya, tiga partai itu sudah menyatakan dukungan jauh sebelum PDI Perjuangan mengumumkan pilihan calon gubernur dan wakil gubernurnya. Padahal, dalam kontrak politik, partai pengusung adalah PDI Perjuangan, yang dari jumlah kursi memenuhi syarat untuk mengusung calon. "Tapi disetujui juga akhirnya dan daftar bersama," ujar Andreas.
Isu lain yang sempat dibahas agak panjang dalam kontrak politik adalah poin ketujuh Dasa Prasetya, yaitu konsep tata ruang kota. Seorang politikus PDI Perjuangan menyebutkan Basuki sempat tak nyaman ketika dimintai komitmen tentang penggusuran. Dalam pertemuan itu, Hasto mengatakan Basuki diminta memperbaiki cara penggusuran warga. Komunikasi saat menggusur warga juga diminta diperbaiki. Basuki menegaskan tak berkeberatan dengan poin-poin dalam kontrak politik. "Saya baca, ini sudah saya kerjain," ujarnya.
Seusai pertemuan, deklarasi digelar. Ahok sempat menyatakan batal ikut serta dalam pengumuman kepada DPP PDI Perjuangan. Tapi niat ini urung dilakukan dan ia mengikuti proses deklarasi, termasuk meneken kontrak politik yang sudah dibahas dalam pertemuan di Teuku Umar.
TERPILIHNYA Ahok sebagai calon gubernur yang diusung PDI Perjuangan sudah diketahui sejumlah petinggi partai sejak empat pekan lalu. Salah satunya Ketua DPP PDI Perjuangan Andreas Pareira. Saat itu, melalui telepon, Andreas diperintahkan sekretaris jenderal partai untuk bersiap-siap. Andreas menilai drama tentang pencalonan Ahok sebenarnya sudah selesai pada 17 Agustus lalu. Ketika itu, Basuki dan Djarot sowan ke kantor DPP PDI Perjuangan untuk menemui Megawati dan pengurus partai. Ahok menyatakan kesediaan untuk maju lewat jalur partai. "Dia bilang kepada Ketum mau masuk parpol, ya sudah (selesai)," katanya.
Namun langkah itu sedikit terganjal karena ada gerakan dari sejumlah kader dan pengurus partai yang mengusulkan calon-calon lain, seperti Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, karena tidak sreg dengan karakter Basuki. Apalagi elektabilitas Risma melesat dalam berbagai survei. Menurut Andreas, manuver di kalangan internal partai normal karena rekomendasi belum dikeluarkan secara resmi.
Persiapan teknis yang berkaitan dengan pengumuman Ahok sebagai calon gubernur PDI Perjuangan baru dilakukan sehari menjelang deklarasi. Di Bali, Megawati, yang didampingi Hasto Kristiyanto dan Eriko Sotarduga, memutuskan deklarasi akan diumumkan pada Selasa pekan lalu pada pukul 20.00, sementara pendaftaran ke KPU dilakukan keesokan harinya.
Setelah resmi diusung empat partai, Ahok dan Djarot belum memutuskan soal tim pemenangan. Sebelum PDI Perjuangan mengusungnya, Basuki sudah memiliki tim pemenangan yang dibentuk bersama NasDem, Golkar, Hanura, dan Teman Ahok. Tim pemenangan itu dipimpin Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Nusron Wahid. Andreas Pareira mengatakan ketua tim pemenangan gabungan sebaiknya tidak dirangkap dengan jabatan pemerintah. "Tidak mungkin mundur juga karena dipilih Presiden," ujarnya.
Politikus Golkar, Yorrys Raweyai, mengatakan tim pemenangan yang sudah dibentuk terbuka direvisi sesuai dengan keinginan PDI Perjuangan. Namun dia meminta posisi ketua serta sekretaris, Amalia Ayuningtyas, tidak diubah. Nusron mengakui posisinya masih belum aman. "Bisa ya (berubah), bisa tidak," katanya.
Rapat lintas partai segera digelar untuk membahas komposisi tim pemenangan gabungan. PDI Perjuangan sudah membentuk tim pemenangan internal. Gembong Warsono didaulat sebagai ketua, sementara Charles Honoris menjadi bendahara. Hasto Kristiyanto mengatakan kewenangan membentuk tim kampanye gabungan ada pada Ahok-Djarot. Hingga akhir pekan lalu, Basuki dan Djarot belum mengambil keputusan tentang tim pemenangan. "Nanti dululah, rapat dulu," ujar Djarot.
Ananda Teresia, Larissa Huda, Devy Ernis
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo