Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono mengkritik kajian yang dilakukan Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik (Diskominfotik) DKI soal pengurangan titik Jakarta Wifi atau JakWifi. Menurut dia, salah besar jika kajian Pemprov DKI menunjukkan warga tak lagi butuh jaringan internet gratis.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kenapa saya katakan tidak benar, karena faktanya di (lapangan) RT dan RW banyak yang membutuhkan itu, terutama di RW-RW kumis, kumuh dan miskin," kata dia saat dihubungi Tempo, Sabtu, 7 Januari 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gembong mempertanyakan alasan Diskominfotik DKI mengurangi titik JakWifi, apakah karena subjektivitas belaka atau berdasarkan kajian. Kalaupun DKI mengacu pada kajian, dia menganggap, hasilnya keliru.
Sebab, layanan JakWifi sangat membantu, terutama bagi masyarakat menengah ke bawah yang masih memiliki anak sekolah. Menurut dia, rata-rata warga yang tinggal di pemukiman padat memiliki 2-3 anak sekolah. Anak-anak itu harus mengerjakan tugasnya dengan bantuan internet.
Gembong mengilustrasikan jika dalam satu keluarga ada tiga anak sekolah, maka harus dikucurkan biaya Rp 150 ribu per minggu untuk membeli kuota internet. Keluarga tersebut perlu merogoh kocek Rp 600 ribu per bulannya hanya untuk kebutuhan internet.
Kondisi ini tentu berbeda dengan keluarga kalangan menengah ke atas yang biasanya menggunakan internet berlangganan. Biayanya antara Rp 400 ribu hingga Rp 450 ribu per bulan dan sudah bisa digunakan seluruh anggota keluarga.
“Tapi, sementara mereka yang tidak memiliki akses itu, kan dia mengeluarkan cost yang lebih besar. Makanya saya katakan ini kesenjangan sosial,” ujar anggota Komisi A Bidang Pemerintahan DPRD DKI ini.
Baca juga: Pengurangan Titik JakWifi Anies Baswedan Dipertanyakan, PDIP: Bisa Pakai Dana CSR atau APBD-P
Apa hasil kajian DKI?
Pelaksana tugas (Plt) Diskominfotik DKI Raides Aryanto mengutarakan, titik JakWifi memang dipangkas dari 3.500 menjadi 1.263. Pemerintah daerah menyesuaikan lokasi pelayanan internet gratis ini dengan alokasi anggaran dalam APBD DKI 2023.
Dalam rapat pembahasan Rancangan APBD DKI 2023 dengan Komisi A DPRD, Diskominfotik mengusulkan anggaran JakWifi senilai Rp 174 miliar. Namun, anggota dewan hanya menyetujui Rp 56 miliar.
Raides berujar, selain soal anggaran, fase peralihan pandemi Covid-19 menjadi alasan jumlah titik JakWifi dikurangi. Program JakWifi awalnya digagas mantan Gubernur DKI Anies Baswedan guna mendukung pembelajaran jarak jauh (PJJ) di masa pandemi Covid-19.
Gembong tidak menyebutkan apa kajian DKI yang dimaksudnya. Hanya saja, Raides pernah membeberkan hasil survei dan evaluasi Diskominfotik DKI Jakarta pada Desember 2021.
Data tersebut menunjukkan bahwa pemanfaatan JakWifi untuk PJJ mencapai 56 persen. Sementara pengguna internet gratis ini oleh anak yang belajar dari rumah pada Maret 2022 mencapai 60,9 persen.
Jumlah tersebut merosot di masa peralihan pandemi Covid-19. Dia mengutarakan, pemanfaatan JakWifi untuk PJJ hanya menyentuh 27,5 persen pada November 2022. "Selebihnya digunakan untuk hiburan, 50,7 persen," ujar dia.
Baca juga: Titik Internet Gratis Jakwifi Dikurangi, DKI: Penggunaan Awal untuk PJJ, Kini Berubah Jadi Hiburan
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.