Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Kritikan BEM UI Kepada Jokowi dan Kilas Balik Badan Eksekutif Mahasiswa

Meme Presiden Jokowi yang diunggah oleh akun Instagram Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia atau BEM UI mengemuka.

29 Juni 2021 | 15.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Anggota BEM Universitas Indonesia (UI) menunjukkan berbagai poster saat menggelar aksi protes di depan gedung Rektorat UI, Depok, Jawa Barat, Senin, 8 Juli 2019. Berbagai kebijakan yang diprotes antara lain, kenaikan BOP (Biaya Operasional Pendidikan) Non-Reguler dan semester pendek, penertiban hewan, perubahan peraturan pelayanan kesehatan di Klinik Satelit Makara UI, hingga kebijakan secure parking yang dinilai masih prematur. TEMPO/M Taufan Rengganis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Meme Presiden Jokowi yang diunggah oleh akun Instagram Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia atau BEM UI dua hari lalu, membuat mereka mendapatkan panggilan dari pihak Rektorat UI. Meme tersebut menyebutkan Jokowi sebagai The King of Lip Service. Dalam postingan tersebut BEM UI mengkritik Jokowi yang kerap kali mengobral janji.

Jokowi kerap kali mengobral janji manisnya, tetapi realitanya sering kali juga tak selaras. Katanya begini, faktanya begitu. Mulai dari rindu didemo, revisi UU ITE, penguatan KPK, dan rentetan janji lainnya. Semua mengindikasikan bahwa perkataan yang dilontarkan tidak lebih dari sekadar bentuk "lip service" semata,” tulis akun @bemui_official.

Sejarah pergerakan mahasiswa di Indonesia sudah tidak bisa dipungkiri lagi track record-nya, berbagai aksi besar mulai dari aksi yang dilakukan oleh para mahasiswa yang tergabung dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia atau KAMI pada 10-13 Januari 1966 yang melahirkan Tritura, aksi mahasiswa pada 1998 ketika menurunkan Presiden Soeharto, hingga aksi mahasiswa 2020 lalu yang menolak Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja atau Omnibuslaw.

Berkaca dari aksi-aksi besar yang dilakukan oleh para mahasiswa, mereka menjadi pengontrol terhadap negara dan memiliki sifat independensi yang tinggi. Hal ini juga diimplementasikan dalam organisasi intra kampus, salah satunya BEM. Prinsip gerakan independensi ini sudah terbentuk sejak 1950-an.

Sebelum menjadi Badan Eksekutif Mahasiswa atau BEM, organisasi ini disebut sebagai Dewan Mahasiswa atau yang lebih dikenal sebagai Dema. Menukil kanal BEM Universitas Muhammadiyah Malang atau UMM, bemu.umm.ac.id, Dema dibentuk sebagai sebagai wadah belajar berpolitik karena berfungsi sebagai student government.

Seiring berjalannya waktu, semangat untuk mempelajari politik semakin menggebu-gebu dan membuat para mahasiswa tidak ingin terjerumus ke dalam politik praktis. Oleh sebab itu, banyak gerakan-gerakan mahasiswa yang muncul di Indonesia dan melakukan berbagai macam aksi salah satu aksi yang cukup sporadis ketika mahasiswa meminta Sukarno untuk membubarkan Partai Komunis Indonesia atau PKI akibat tragedi G 30 S/PKI.

Namun, Daoed Joeseof—Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Indonesia saat itu—mengeluarkan kebijakan melalui Surat Keputusan No. 0156/U/1978 untuk mengembalikan fungsi mahasiswa sebagai kaum intelektual yang berpegang teguh pada tradisi keilmuan. Hal ini juga disebut sebagai NKK atau Normalisasi Kehidupan Kampus.

Sejak keluarnya SK tersebut, Dema dibubarkan dan kampus hanya memiliki Senat Mahasiswa yang tidak lagi memiliki fungsi eksekutif dan untuk jabatan tertinggi hanya terdapat di tingkat fakultas. Kebijakan untuk memberikan ruang bagi mahasiswa kembali dibuka setelah Fuad Hassan menjabat sebagai Mendikbud dengan memperbolehkan mahasiswa untuk membuat Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi atau SMPT. Namun, SMPT hanya berguna sebagai wadah kordinasi untuk Ketua Senat yang ada di setiap fakultas.

SMPT hanya bertahan hingga Soharto lengser dari jabatannya atau setelah reformasi. Setelah itu senat hanya berfungsi sebagai legislatif dan memiliki kebijakan berbeda dengan Dema yang mengemban fungsi eksekutif. Setelah reformasi, Dema juga kerap berubah nama menjadi BEM yang kita kenal seperti sekarang ini. Kedua lembaga ini juga dipilih langsung saat pemilihan umum mahasiswa.

Dalam melakukan pergerakan, para mahasiswa yang menyampaikan pendapatnya kerap kali mendapatkan persekusi dari berbagai pihak mulai dari pukulan hingga ancaman pembunuhan. Di era digital, kejahatan cyber acap kali diterima aktivis mahasiswa. Salah satunya kasus BEM UI yang mengkritk Jokowi sebagai The King of Lip Service.

Hal ini diungkapkan langsung oleh Ketua BEM UI, Leon Alvinda Putra yang mengatakan peretasan terhadap akun WhatsApp dan media sosial menyasar beberapa pengurus. Ia pun mengecam aksi tersebut. Berbagai macam peretasan dilakukan yang menyasar akun Whatsapp hingga Telegram anggota BEM UI.

GERIN RIO PRANATA 

Baca: Panggil BEM UI Usai Poster Jokowi, Rektorat Dinilai Tak Demokratis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus