Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Land Cruiser Hitam di Kilometer 50

Enam anggota Front Pembela Islam tewas dengan luka tembak semuanya di dada sebelah kiri. Sebelum tewas, mereka diduga terlibat baku tembak dengan polisi yang mengintai sejak dari rumah Rizieq Syihab di Sentul, Bogor. Menurut sejumlah saksi dan penyelidikan di lokasi kejadian, korban masih hidup ketika diringkus.

12 Desember 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Muhammad Fadil Imran menunjukkan barang bukti saat memberikan keterangan pers terkait penyerangan anggota Polri di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Senin, 7 Desember 2020./TEMPO/M Taufan Rengganis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Enam pengawal Rizieq Syihab tewas dengan luka tembak semuanya di dada sebelah kiri.

  • Diduga terjadi tembak-menembak antara polisi dan FPI.

  • Terbunuhnya enam pengawal Rizieq disebut sebagai extrajudicial killing.

TIGA lubang terlihat menganga di dada kiri Muhammad Suci Khadavi, 21 tahun. Di sekitar bolongan itu terlihat noda menghitam. Pengawal Imam Besar Front Pembela Islam, Muhammad Rizieq Syihab, itu tewas pada Senin dinihari, 7 Desember lalu. Bersama lima temannya, Khadavi sempat berkejaran dengan polisi yang mengintai Rizieq.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tempo melihat foto-foto jenazah enam anggota Laskar Khusus FPI itu pada Kamis, 10 Desember lalu. Ada jenazah yang memiliki dua, tiga, atau empat lubang, dengan noda hitam di sekelilingnya. Total ada 19 bekas timah panas di tubuh mereka. Kesamaannya: sebagian besar lubang itu ada di dada kiri. Jenazah mereka dikuburkan pada Jumat, 11 Desember lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Umar, paman Andi Oktiawan, yang juga tewas ditembak, mengatakan luka tembak di tubuh keponakannya tembus sampai ke punggung. “Saya ikut memandikan jenazah. Ada empat bekas tembakan. Sampai belakang bolong saya lihat,” ujar Umar saat bertemu dengan Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat. Ada juga bekas luka tembak di mata kiri pemuda 33 tahun itu.

Lokasi pemakaman pengawal Pimpinan FPI Rizieq Shihab yang meninggal ditembak polisi di Tol Cikampek, di area Ponpes Agrokultural Megamendung, Kabupaten Bogor, Kamis 10 Desember 2020./TEMPO/M.A MURTADHO

Sekretaris Umum Dewan Pengurus Pusat Front Pembela Islam Munarman menduga noda hitam di tubuh para pengiring itu bekas jelaga sisa mesiu. Artinya, kata Munarman, mereka ditembak dari jarak dekat. “Semua luka tembak berada di area mematikan dekat jantung,” ujarnya di kawasan Petamburan, Jakarta Pusat, pada Kamis, 10 Desember lalu.

Ade Firmansyah, dokter ahli forensik dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, menjelaskan, salah satu ciri luka tembak jarak dekat ialah tanda berwarna hitam pada bagian tubuh. Luka itu terbentuk karena mesiu yang menempel di kulit. Adapun tanda tembakan dengan jarak sangat dekat terlihat dari bekas kemerahan di kulit karena terselomot moncong pistol yang masih panas setelah menyalak. Namun ciri-ciri itu bisa saja samar atau hilang jika peluru menembus pakaian. Bisa saja, kata Ade, gambaran lukanya seperti tembakan jarak jauh.

Seperti pada mata kiri Muhammad Khadavi, lebam terlihat di wajah Andi Oktiawan dan Faiz Ahmad Syukur. Kepala Instalasi Forensik Rumah Sakit Kepolisian RI Kramat Jati Arif Wahyono menyebutkan lebam pada enam anggota Laskar Khusus FPI itu bukan hasil tindakan kekerasan, melainkan perubahan warna membiru pada beberapa bagian tubuh seseorang yang sudah meninggal. Soal luka tembak, Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Argo Yuwono mengatakan hal tersebut masih dalam proses penyidikan.

• • •

SEJAK pulang dari Arab Saudi pada Selasa, 10 November lalu, Rizieq Syihab ditengarai terus-menerus diintai agen telik sandi. Sekretaris Umum Dewan Pimpinan Pusat Front Pembela Islam Munarman mengklaim aparat intelijen disebar setidaknya di tiga lokasi, yakni markas FPI di Petamburan, Jakarta Pusat; pondok pesantren di Megamendung, Bogor; dan rumah pribadi di kawasan Sentul, Bogor, Jawa Barat. “Habib diintai secara ketat,” ujarnya.

Dua petugas keamanan di Pondok Pesantren Alam Agrokultural Markaz Syariah, Desa Kuta, Megamendung, mengatakan banyak orang tak dikenal mondar-mandir di sekitar kompleks pesantren sejak 11 November lalu—dua hari sebelum acara peletakan batu pertama proyek masjid di pondok milik Rizieq tersebut. Bertemu dengan anggota FPI, orang-orang itu ada yang mengaku sedang mencari tanah yang dijual atau tersesat karena mengikuti petunjuk peta digital.

Menurut dua penjaga pos FPI itu, pada Jumat, 4 Desember lalu, mereka mendapat informasi sebuah drone terbang di sisi selatan pesantren. Mencari pemilik pesawat nirawak itu, anggota FPI mencegat para tamu dan kendaraan yang melintas, termasuk satu minibus berkelir putih. Mobil berisi tiga pria berpakaian hitam itu berupaya tancap gas saat diperiksa, tapi bisa disetop. Menginterogasi para penumpang, anggota FPI menemukan kartu anggota Badan Intelijen Negara.

Suasana rapat dengar pendapat keluarga korban kasus penembakan 6 anggota FPI dengan Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis, 10 Desember 2020./TEMPO/M Taufan Rengganis

Dua warga Desa Kuta mengatakan satu dari tiga orang yang tertangkap itu menyewa sebuah vila pada akhir November lalu bersama keluarganya. Vila itu dapat ditempuh dengan berjalan kaki selama tiga menit dari pos jaga FPI. Keluar sejenak beberapa hari, agen itu kembali menyewa vila tersebut pada 4 Desember bersama dua rekannya. Menurut dua warga Kuta itu, pengelola vila sempat mengantar tiga orang tersebut mencari tanah.

Dimintai tanggapan, Deputi Komunikasi dan Informasi Badan Intelijen Negara Wawan Purwanto tak mengangkat panggilan telepon dan tak membalas pertanyaan yang dilayangkan Tempo. Namun, seperti dikutip dari kantor berita Antara, Wawan membantah jika anggotanya disebut memata-matai kompleks pesantren Rizieq Syihab di Megamendung. “Itu hoaks,” ucap Wawan.

Mengaku tak nyaman dikuntit, Rizieq Syihab berniat mencari tempat pemulihan setelah sempat diopname di Rumah Sakit Ummi, Bogor. Menginap beberapa hari di perumahan The Nature Mutiara Sentul, dia dan rombongan keluarga kemudian pergi menuju sebuah lokasi di Karawang, Jawa Barat, pada Ahad malam, 6 Desember. “Saya mencari tempat yang lebih tenang,” ujarnya.

• • •

“BRAK, brak, brak.” Edwin—nama samaran—mendengar suara dua benda keras beradu dari ujung telepon. Selama sekitar 8 menit, dia berkomunikasi dengan Ahmad Sofiyan alias Ambon melalui telepon WhatsApp. Dua anggota Front Pembela Islam itu menumpang mobil berbeda. Edwin menumpang Toyota Avanza, sementara Ahmad menaiki Chevrolet Spin. Menurut Edwin, terdapat enam orang di tiap kendaraan.

Mobil Edwin dan Ahmad masuk rombongan Rizieq Syihab yang berangkat dari perumahan The Nature Mutiara Sentul pada Ahad tengah malam, 6 Desember lalu. Konvoi itu terdiri atas delapan mobil, empat di antaranya diisi keluarga Rizieq. Menurut Edwin, setidaknya ada empat mobil yang membuntuti mereka. Mengetahui ada mobil pengintai, enam mobil memisahkan diri sejak keluar dari pintu tol Karawang Timur. Adapun mobil Edwin dan Ahmad berbelok ke Jalan Klari di dalam Kota Karawang.

Sekretaris Umum FPI Munarman./TEMPO/STR/Johannes P. Christo

Di sana, mereka kejar-kejaran dengan mobil polisi. Menurut Edwin, mereka saling pepet dan potong jalur. Selama itu, panggilan telepon Edwin dengan Ahmad tak pernah putus. Sebelumnya, mereka berkomunikasi lewat pesan suara aplikasi grup WhatsApp bernama “Ikan Hias Cupang Giant”. Setelah melewati tiga persimpangan lampu lalu lintas, mobil Edwin lolos dan masuk ke gerbang tol Karawang Barat.

Melaju sekitar tiga kilometer dari pintu tol, dia menunggu Ahmad yang tercecer di belakang. Suara mobil bertabrakan itulah yang terakhir terdengar di telepon. “Mobilnya tak pernah muncul, lalu suara di telepon senyap dan putus,” tutur Edwin. Mobil Edwin kemudian melaju, lalu berhenti di Rest Area Kilometer 57.

Seorang narasumber yang menelusuri tewasnya anggota FPI ini mengatakan sempat terjadi tembak-menembak antara tim polisi dan pengawal Rizieq di mobil Chevrolet Spin. Baku tembak itu terjadi sebelum mobil masuk ke jalan tol. Petunjuk penting dari kontak senjata itu ditemukan di dekat bundaran Jalan International Karawang Barat. Tempo memperoleh tiga foto di lokasi itu yang menggambarkan penemuan proyektil dan selongsong peluru yang tercecer di sekitar rerumputan di pinggir jalan menuju gerbang tol Karawang Barat.

Sekretaris Umum FPI Munarman menyanggah kabar bahwa anggota FPI dibekali senjata api. Adapun Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya Komisaris Besar Yusri Yunus mengatakan pelaku menyerang personel kepolisian dengan revolver berkaliber 9 milimeter. Ada dua pistol yang disita. Belakangan, Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyatakan ada bekas jelaga mesiu di salah satu tangan pengawal Rizieq yang tewas.

Firtian Judiswandarta, Sekretaris Jenderal Persatuan Penembak Indonesia, menjelaskan, senjata jenis revolver yang lazim beredar adalah kaliber 38 milimeter buatan Amerika Serikat. Selain itu, ada yang berkaliber 9 milimeter. “Kaliber itu versi Eropa dan ada di Indonesia,” kata Firtian, yang mengaku belum melihat barang bukti pistol dalam kasus penembakan anggota FPI ini.

Bukan hanya polisi, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia ikut menyelidiki kasus penembakan ini. Namun anggota Komnas HAM sekaligus ketua tim penyelidikan, Choirul Anam, enggan membeberkan temuan timnya. “Tunggu penyelidikan lebih jauh karena kami menyusuri semua lokasi dengan metode tertentu,” ucapnya.

Pistol dari kedua mobil ditengarai masih menyalak ketika pengawal Rizieq Syihab di Chevrolet Spin dan tim pengintai masuk lagi ke jalan tol melalui gerbang tol Karawang Barat. Dua orang yang mengetahui peristiwa penembakan ini mengatakan ban mobil Chevrolet kempis setelah terkena tembakan. Kendaraan itu terhenti di ujung jalan keluar Rest Area Kilometer 50. Polisi langsung mengepung enam penumpang Chevrolet. Ketika kejadian itu, waktu menunjukkan sekitar pukul 00.30.

Penjaga warung yang berada sekitar 200 meter dari lokasi itu, Magdalena—bukan nama sebenarnya—mengatakan ada petugas yang menghalau pengunjung dan pedagang di rest area untuk mendekat serta melarang mereka mengambil gambar. “Polisi sedang menangani teroris,” ujar Magdalena menirukan ucapan petugas.

Menurut dua saksi mata, sekitar sejam kemudian mobil Toyota Land Cruiser hitam dan satu mobil lain merapat. Enam personel FPI diminta berpindah ke kendaraan lain setelah Land Cruiser itu datang. Sebelum berpindah, kata dua saksi itu, empat orang yang terlihat masih hidup—bisa berdiri dan berjalan sendiri—ditengkurapkan di aspal. Sedangkan dua orang lagi terlihat pincang.

Keramaian di Rest Area Kilometer 50 itu diperkirakan bubar sekitar pukul 01.30, seiring dengan rombongan polisi melaju lagi di jalan tol. Sekitar pukul 3 pagi, enam anggota Laskar Khusus FPI tersebut tiba di Rumah Sakit Polri Kramat Jati. Dalam kondisi lengang, waktu tempuh dari Rest Area Kilometer 50 ke rumah sakit itu sekitar satu jam. Namun mereka tiba dalam kondisi tak bernyawa lagi.

Direktur Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Tubagus Ade Hidayat mengakui tim yang membuntuti rombongan FPI merupakan anak buahnya. “Itu anggota kami,” ujar Tubagus. Adapun Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal Fadil Imran mengklaim mobil polisi yang membuntuti rombongan Rizieq Syihab dipepet, lalu diserang dengan senjata api dan senjata tajam. “Anggota yang terancam keselamatan jiwanya karena diserang kemudian melakukan tindakan tegas dan terukur,” ucapnya, Senin, 7 Desember lalu.

Koalisi Jaringan Masyarakat Sipil menduga ada pelanggaran hak asasi manusia dalam tewasnya enam anggota FPI itu. Nelson Simamora, anggota Koalisi sekaligus Ketua Divisi Advokasi Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, menilai ada berbagai kejanggalan dalam peristiwa itu. Tak tertutup kemungkinan terjadi tindakan extrajudicial killing atau pembunuhan di luar hukum yang membuat terduga pelaku tak punya kesempatan membela diri di pengadilan. “Kami mendesak pemerintah membuka seluruh fakta seputar peristiwa itu,” ujar Nelson.

RAYMUNDUS RIKANG, RIKY FERDIANTO, M. JULNIS FIRMANSYAH, IRSYAN HASYIM (JAKARTA), M.A. MURTADHO (BOGOR)
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Raymundus Rikang

Raymundus Rikang

Menjadi jurnalis Tempo sejak April 2014 dan kini sebagai redaktur di Desk Nasional majalah Tempo. Bagian dari tim penulis artikel “Hanya Api Semata Api” yang meraih penghargaan Adinegoro 2020. Alumni Universitas Atma Jaya Yogyakarta bidang kajian media dan jurnalisme. Mengikuti International Visitor Leadership Program (IVLP) "Edward R. Murrow Program for Journalists" dari US Department of State pada 2018 di Amerika Serikat untuk belajar soal demokrasi dan kebebasan informasi.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus