Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Sebelum ke Amerika, Edhy Prabowo diduga membeli dua jam seharga ratusan juta rupiah.
Satu mobil milik Edhy ditengarai dititipkan di rumah anak buahnya.
Edhy Prabowo disebut sering
BERSAMA dengan sekretaris pribadi Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, Amiril Mukminin, Deden Deni Purnama pontang-panting menyambangi sejumlah mal di Ibu Kota pada awal November lalu. Direktur PT Perishable Logistics Indonesia itu diminta menemani Amiril mencari jam tangan edisi terbatas pesanan Edhy. Jam tangan itu adalah Rolex Yacht-Master II dan Jacob & Co Epic X Chrono Luis Figo Limited Edition Titanium.
Kuasa hukum Deden, Petrus Bala Pattyona, mengatakan kliennya tak kunjung mendapatkan jam tersebut. “Padahal Pak Edhy butuh cepat,” ujar Petrus menirukan ucapan kliennya pada Rabu, 2 Desember lalu. Pencarian secara dalam jaringan atau online juga dilakukan di berbagai toko di Singapura, tapi nihil.
Menurut Petrus, Deden kemudian mengontak agen PT Perishable di Hong Kong. Jam tangan Jacob & Co seharga lebih dari Rp 250 juta itu berhasil didapatkan. Jam tangan berkelir hitam dan abu-abu tersebut dikirim ke Jakarta dengan dititipkan ke pilot salah satu maskapai penerbangan pelat merah kenalan Deden pada 12 November lalu. Adapun Rolex Yacht-Master II berkelir silver dipesan Amiril dari Dubai. Jam tangan berlapis emas 18 karat seharga US$ 55.350 atau sekitar Rp 783,5 juta itu tiba pada pertengahan November lalu.
Amiril, kata Petrus, juga menyampaikan pesan Edhy ke Deden dan pengendali PT Aero Citra Kargo, Siswadi Pranoto, agar membeli sepeda motor Harley-Davidson Fat Bob seharga Rp 700 juta. “Pembayaran menggunakan uang dividen hasil pengiriman benih lobster,” tutur Petrus. Deden dan Siswadi memenuhi permintaan Menteri Edhy karena perusahaan mereka ditunjuk sebagai satu-satunya penyedia jasa angkut ekspor bayi lobster.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada 25 November lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Edhy, Amiril, dan Siswadi sebagai tersangka penerima suap ekspor benih lobster atau benur. Anggota staf khusus Menteri Kelautan, Andreau Misanta Pribadi dan Safri Muis, serta Ainul Faqih, anggota staf istri Edhy Prabowo, Iis Rosita Dewi, juga ditetapkan sebagai tersangka penerima suap. Adapun tersangka pemberi suap adalah Direktur PT Dua Putra Perkasa Suharjito yang perusahaannya mengekspor benur. Sementara itu, Deden belum ditetapkan sebagai tersangka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo bersiap menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, 4 Desember 2020. TEMPO/M Taufan Rengganis
PT Aero Citra Kargo dan Perishable Logistics Indonesia ditetapkan sebagai pengangkut benur yang diekspor setelah Menteri Edhy membuka keran ekspor benih lobster pada 5 Mei lalu. Adalah dua anggota staf khusus Edhy, Andreau Misanta dan Safri Muis, yang menunjuk dua perusahaan tersebut. Namun pengiriman hanya dilakukan oleh Aero Citra. Di perusahaan ini, Edhy menempatkan dua temannya yang sama-sama masuk Akademi Militer pada 1991, yaitu Amri dan Nursan. Pada Juli lalu, Nursan meninggal dan digantikan oleh Achmad Bahtiar.
Amri dan Bachtiar masing-masing menguasai 41,65 persen saham Aero Citra. Adapun Deden dan Siswadi memposisikan orang mereka, Yudi, sebagai nomine dengan penguasaan saham 16,7 persen. Perusahaan ini mendapat duit dari jasa angkut Rp 1.800 per ekor benur. Biaya ini ditetapkan oleh dua anggota staf Edhy, Andreau Misanta dan Safri Muis, yang juga memimpin tim uji tuntas perizinan usaha perikanan budi daya lobster.
Dua orang yang mengetahui proses ekspor itu mengatakan, sejak Juni hingga Oktober lalu, Aero Citra Kargo menangguk keuntungan bersih Rp 30,22 miliar. Duit itu langsung dibagikan kepada para pemegang saham, seperti Amri, Bahtiar, dan Yudi. Amri dan Bahtiar masing-masing menerima dividen Rp 12,587 miliar dan Yudi mendapat Rp 5,047 miliar. Dari dividen untuk Yudi itu, Edhy melalui sekretaris pribadinya, Amiril Mukminin, masih meminta lagi jatah Rp 25 per ekor. Duit inilah yang diminta Edhy untuk dibelikan dua jam tangan dan motor gede. “Belum ada uangnya tapi sudah minta ini-itu. Bagaimana kami tidak rugi?” ucap Petrus.
Adapun dividen jatah Amri dan Bahtiar juga digunakan Edhy untuk membeli sejumlah barang mewah. Sebelum ditetapkan sebagai tersangka, Edhy yang sedang melakukan kunjungan kerja ke Hawaii, Amerika Serikat, kembali membeli Rolex Yacht-Master II berbalut emas kuning 18 karat seharga US$ 43,5 ribu atau sekitar Rp 616 juta. Istri Edhy, Iis Rosita Dewi, juga membeli Rolex Oyster Perpetual Datejust berlapis emas kuning 18 karat seharga US$ 10 ribu. Mereka membayar jam-jam itu dengan kartu debit US$ 25 ribu dan sisanya dibayar tunai.
Edhy lalu menemani istrinya berbelanja tas dan koper Tumi. Harga tas pinggang dan koper itu mencapai US$ 5.700 atau sekitar Rp 80 juta. Iis pun berbelanja tas Louis Vuitton seharga US$ 5.600 atau Rp 79,8 juta. Saat pesawat terbang transit di Jepang, Iis dan Edhy juga memborong parfum Chanel seharga 98 ribu yen atau sekitar Rp 13 juta.
Sepekan sebelum berangkat ke Amerika Serikat, Edhy diduga meminta Amiril untuk membeli mobil Fortuner seharga Rp 550-an juta. Kendaraan berkelir silver ini disimpan di kediaman Amiril di Jalan Leuwinanggung, Depok, Jawa Barat. Saat Tempo menyambangi kediaman Amiril pada Jumat malam, 27 November lalu, mobil itu diparkir tepat di depan pintu rumah. Di depan Fortuner, terdapat Suzuki Ertiga berkelir putih yang biasa dikendarai Amiril. Istri Amiril, Yerry Muliani Muyoto, enggan berkomentar ihwal aliran duit suap ekspor benur ataupun mobil Edhy tersebut. “Kami tidak mau memberikan pernyataan,” ujar Yerri.
Duit dividen jasa angkut lobster juga mengalir ke PT Gardatama Nusantara, perusahaan jasa keamanan milik Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya Prabowo Subianto, sekitar Rp 5 miliar. Duit yang diambil dari jatah dividen Bachtiar itu diberikan melalui Manajer Keuangan Gardatama Mulyanto. Direktur Utama Gardatama Syammy Dhusman membenarkan kabar bahwa perusahaannya menerima Rp 5,2 miliar dari Edhy Prabowo. Namun duit itu merupakan pinjaman untuk membayar gaji karyawan. “Ini murni pinjaman pribadi ke Pak Edhy, karena kami teman lama di Akademi Militer,” kata Syammy kepada Tempo, Senin, 30 November lalu.
Petugas menampilkan barang bukti berupa jam tangan Rolex Yacht Master II , dan kartu atm di Gedung KPK Merah Putih, Jakarta, 25 November 2020. TEMPO/Muhammad Hidayat
Syammy menunjukkan percakapan WhatsApp dengan Edhy soal pinjaman itu. Pada April lalu, dia meminjam uang ke Edhy Rp 2,5 miliar untuk menggaji pegawai Gardatama. Dia beralasan penagihan invoice ke perusahaan pengguna jasa keamanan Gardatama tersendat karena pandemi Covid-19. Ia berjanji akan mengembalikan uang itu pada 15 Mei. Saat ditanya Edhy soal bonus dari pinjaman tersebut, Syammy menyanggupi 2 persen. Pada Mei lalu, Gardatama menyerahkan duit Rp 2,55 miliar. Sebanyak Rp 50 juta dari jumlah itu merupakan bunga pinjaman.
Pada Oktober lalu, Syammy kembali mengontak Edhy untuk meminjam uang. Namun pesannya tak berbalas. Karena kondisi keuangan Gardatama masih tersendat, Syammy kembali mengontak Edhy untuk meminjam uang pada 3 November. “Inilah mungkin yang dimaksud ada aliran dana Rp 5 miliar itu. Padahal ini murni pinjaman seperti April lalu,” tuturnya. Syammy mengaku dekat dengan Edhy karena sama-sama masuk Akademi Militer pada 1991 dan dua tahun kemudian ikut dipecat bersama Edhy dan 13 orang lain karena terlibat dalam kasus tewasnya junior mereka.
Kuasa hukum Edhy, Soesilo Aribowo, belum bisa menanggapi kabar soal aliran dan penggunaan duit yang diduga merupakan hasil suap ekspor benur. Ia mengaku belum berjumpa dengan kliennya. “Pembelian-pembelian itu belum terkonfirmasi,” ujar Soesilo.
•••
SEBELUM menjadi menteri, Edhy Prabowo mempunyai hobi bermain bulu tangkis. Kolega Edhy saat dia masih menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Nusron Wahid, mengaku sempat beberapa kali bermain bersamanya. “Saya dua kali main sama dia di lapangan badminton DPR,” kata politikus Partai Golkar ini. Menurut mantan Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia ini, Edhy kerap mengajak sejumlah atlet bulu tangkis nasional perempuan. Namun Nusron mengaku tak ingat.
Setelah menjadi menteri pun, Edhy juga kerap bermain badminton. Kebiasaan lamanya mengajak atlet perempuan berlanjut. Menurut sumber yang mengetahui kebiasaan tersebut, Edhy memberikan bayaran kepada atlet-atlet tersebut. Salah satunya, Edhy membayar biaya sewa apartemen yang besarnya sekitar Rp 50 juta setahun. Edhy disinyalir menggunakan uang suap ekspor benur untuk membayar biaya sewa apartemen itu.
Selain membayar sewa apartemen, Edhy diduga menggunakan duit suap untuk membeli mobil Honda HR-V. Mobil seharga Rp 300-an juta itu ditengarai diberikan kepada salah satu finalis ajang kecantikan di Indonesia. Mobil itu dibeli sekitar tiga bulan lalu. Pelaksana tugas juru bicara KPK, Ali Fikri, mengatakan tim penyidik masih mempertebal bukti-bukti mengenai aliran duit Edhy itu. “Setelahnya baru akan pemeriksaan saksi-saksi yang akan dikonfirmasi terkait dengan bukti, informasi, dan data yang KPK miliki,” ujar Ali.
Kuasa hukum Edhy, Soesilo Aribowo, mengatakan pembayaran sewa apartemen untuk atlet nasional sudah dilakukan sebelum kliennya menjadi menteri. “Itu karena hobi Pak Edhy bermain badminton,” ucap Soesilo. Ihwal pembelian mobil untuk orang lain, Soesilo menyatakan hal itu tidak benar.
LINDA TRIANITA, ROSSENO AJI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo