Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PERSEKUTUAN Partai Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera di Jawa Barat buyar oleh celetukan Deddy Mizwar. Wakil Gubernur Jawa Barat ini dengan enteng melempar canda agar Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto bersedia menjadi calon wakil presiden mendampingi Joko Widodo dalam pemilihan 2019.
Jokowi dan Prabowo adalah rival besar dalam pemilihan presiden 2014. Rivalitas keduanya berimbas ke mana-mana, dari koalisi di parlemen hingga pemilihan Gubernur Jakarta tahun lalu. Dan Deddy Mizwar menyarankan Prabowo mau menjadi wakil Jokowi. "Kader mati-matian bertarung agar Pak Prabowo menjadi RI-1, bukan RI-2," kata anggota Dewan Pembina Gerindra, Habiburokhman, mengenang pertemuan pada Agustus tahun lalu itu, Rabu pekan lalu.
Celetukan Deddy itu keluar justru ketika ia sedang merayu Gerindra agar mendukungnya dalam pemilihan Gubernur Jawa Barat tahun ini. Poster sudah dipasang di mana-mana. Deddy akan berpasangan dengan Ahmad Syaikhu, kader PKS, sebagai kelanjutan pemilihan gubernur lima tahun lalu.
Deddy mengaku tak ambil pusing jika Prabowo dan Gerindra tersinggung. Faktanya memang Gerindra tak mendukung dia lagi. Deddy kemudian mendapat tiket menjadi calon Gubernur Jawa Barat dari Demokrat dan Golkar.
Setelah tak lagi mencalonkan Deddy, Gerindra kelimpungan mencari calon gubernur. Bagi Gerindra, Jawa Barat adalah kunci kekuasaan karena jumlah pemilihnya terbesar, 33 juta orang. Di provinsi ini, Prabowo juga menang telak atas Jokowi. Jumlahnya signifikan, selisih 5 juta suara. "Jawa Barat adalah kunci, dibanding Jawa Tengah dan Jawa Timur," ujar Habiburokhman.
Pengurus Gerindra pun bergerilya mencari pengganti Deddy. Ridwan Kamil, Wali Kota Bandung yang mereka usung pada 2013, sempat masuk daftar. Pengusungan Ridwan kandas karena ia menolak menjadi kader Gerindra. Prabowo, sementara itu, membentuk tim kecil untuk menyeleksi jagoan di Jawa Barat. Salah satu orang yang terlibat di tim ini adalah Jenderal Djoko Santoso, mantan Panglima Tentara Nasional Indonesia.
Menurut Sekretaris Jenderal Gerindra Ahmad Muzani, ada tiga nama calon yang sampai ke saku Prabowo: Mayor Jenderal Sudrajat; mantan Gubernur Bank Indonesia yang masuk Gerindra setelah keluar dari bui akibat korupsi dana Yayasan Karyawan BI, Burhanuddin Abdullah; dan Ketua Gerindra Jawa Barat Mulyadi.
Dari tiga nama itu, hanya Sudrajat orang luar Gerindra. Mantan juru bicara TNI ini sempat menjadi juru bicara Koalisi Merah Putih, koalisi partai pendukung Prabowo dalam pemilihan presiden 2014. "Setelah itu, nama Pak Sudrajat memang timbul-tenggelam," kata Muzani.
Sudrajat adalah senior Prabowo di TNI yang lulus sebagai Angkatan 1973. Keduanya berbeda dua angkatan. Ketika Prabowo menjadi perwira di Komando Pasukan Khusus Angkatan Darat, Sudrajat menjadi ajudan Panglima ABRI Jenderal Benny Moerdani, rival Prabowo di zaman Orde Baru. "Walaupun tak pernah bertugas bareng, mereka saling menghormati," ujar Wakil Ketua Umum Gerindra Fadli Zon.
Setelah pemilihan presiden 2014, Sudrajat menepi dari gelanggang politik. Pengusaha ikan Susi Pudjiastuti memintanya memimpin Susi Air saat ia diangkat menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan oleh Jokowi. Ketika Prabowo memintanya menjadi calon gubernur, Sudrajat menyurati Susi untuk meminta izin. "Tak perlu pakai restu, Bu Susi itu teman," katanya. Menurut Sudrajat, Susi membalaskan dengan menulis pesan, "Lanjutkan!"
Awalnya, Sudrajat ragu terhadap tawaran Prabowo. Laki-laki kelahiran Sumedang ini membalas ajakan Prabowo dengan mengatakan tak punya uang untuk membiayai kampanye oleh partai. "Kalau pakai mahar, saya tak mau ikut," ujarnya.
Muzani mengatakan Prabowo tak mempersoalkan ketiadaan modal Sudrajat. "Pak Prabowo akan turun tangan langsung dan kader-kader lain akan membantu," tutur Muzani. "Pak Prabowo akan fight habis-habisan di Jawa Barat. Kalau perlu, pakai uang dari kantong sendiri," kata Andre Rosiade, Wakil Sekretaris Jenderal Gerindra, menimpali.
Djoko Santoso, Wakil Ketua Dewan Pembina Gerindra yang selalu menemani Prabowo saat menyeleksi calon gubernur, membenarkan kabar bahwa Prabowo harus membujuk Sudrajat agar mau menjadi calon gubernur dari Gerindra. Selain karena mahar, Sudrajat sangsi maju ke pertarungan kursi gubernur karena namanya sudah lama tak akrab di telinga masyarakat. "Ia tahu diri," kata Djoko.
Setelah yakin tak ditodong mahar, Sudrajat baru menyanggupi ajakan Prabowo. Ia mengikuti tes bersama kader lain Gerindra, termasuk Burhanuddin dan Mulyadi. Satu tahap yang harus dia ikuti adalah canvassing-strategi calon kepala daerah meyakinkan pemilihnya, di Hambalang, pada November 2017.
Di pengujung canvassing pada 9 November 2017, Prabowo akhirnya memilih dia menjadi calon Gubernur Jawa Barat dari poros Gerindra. Namanya baru diumumkan sebulan kemudian, 9 Desember 2017, di tengah kader dan ulama yang menyesaki pendapa rumah Prabowo di Hambalang, Bogor.
Djoko Santoso mengatakan Sudrajat terpilih karena memenuhi lima kriteria calon gubernur dari Gerindra. Kriteria itu adalah nyunda, nyakola, nyantika, nyatria, dan nyantri. Djoko menyebut Sudrajat sebagai paket lengkap karena, selain lahir dan besar di Sumedang, dia menempuh studi di Universitas Harvard, Amerika Serikat. "Ia orang USA alias Urang Sunda Asli," ujar Djoko.
Sudrajat hanya tidak lulus di kriteria kelima. Ia dianggap tak nyantri meski punya pesantren di Sukabumi. Presiden PKS Sohibul Iman mengatakan Sudrajat mendapat nilai 10 untuk empat kriteria. "Soal nyantri masih kalah dari Ustad Syaikhu, yang jadi wakilnya di pilkada," tutur Sohibul berkelakar.
Andre Rosiade mengatakan Gerindra kini berfokus mengerek elektabilitas Sudrajat. Ia mengakui popularitas dan elektabilitas mantan Duta Besar Cina ini masih kalah dibanding Ridwan Kamil atau Deddy Mizwar. Keduanya menjadi calon gubernur, selain Tubagus Hasanuddin dari PDI Perjuangan. "Kami masih punya waktu enam bulan," ujarnya.
Gerindra berharap PAN dan PKS membantu mengerek elektabilitas Sudrajat melalui kampanye. Menurut Andre, di Jawa Barat, duet Gerindra-PKS mengantarkan Ridwan Kamil menjadi Wali Kota Bandung dan Ahmad Heryawan dua periode menjadi Gubernur Jawa Barat.
Andre mengatakan partainya tak akan memakai media sosial untuk kampanye. Soalnya, Sudrajat belum dikenal di desa-desa. Mereka akan mengerahkan kader sampai tingkat kecamatan untuk mengetuk pintu dari rumah ke rumah dan memperkenalkan Sudrajat kepada masyarakat Jawa Barat. "Kami akan memakai taktik infanteri," ujar Andre.
Raymundus Rikang, Wayan Agus Purnomo, Anton Septian, Ahmad Fikri (Bandung)
Kaki-kaki Prabowo
KEINGINAN Partai Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera meneruskan koalisi Jakarta memenangi pemilihan kepala daerah tak mulus untuk provinsi lain. Di Jakarta, koalisi dua partai ini sukses memenangkan Anies Baswedan menumbangkan calon inkumben Basuki Tjahaja Purnama, yang diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Dari 17 provinsi, mereka bergabung hanya di tujuh provinsi. Di beberapa daerah lain, Gerindra lebih pragmatis dengan bergabung dalam koalisi PDI Perjuangan, partai pengusung Joko Widodo, yang menjadi rival Ketua Gerindra Prabowo Subianto. Dalam banyak survei, nama keduanya menduduki peringkat tertinggi untuk bersaing kembali dalam pemilihan presiden 2019.
Catatan:
*Prediksi jumlah pemilih 2018 berdasarkan daftar pemilih sementara yang diserahkan Kementerian Dalam Negeri ke Komisi Pemilihan Umum.
Sumatera Utara
Edy Rahmayadi-Musa Rajekshah
Pengusung: Gerindra, PKS, PAN, Golkar, NasDem, dan Hanura
Kekuatan: 60 dari 100 kursi
10.129.891 (Jumlah pemilih)
Riau
Lukman Edy-Hardianto
Pengusung: PKB dan Gerindra
Kekuatan: 13 dari 65 kursi
4.319.920 (Jumlah pemilih)
Sumatera Selatan
Saifudin Aswari Rivai-M. Irwansyah
Pengusung: Gerindra dan PKS
Kekuatan: 15 dari 75 kursi
5.941.085 (Jumlah pemilih)
Jawa Barat
Sudrajat-Ahmad Syaikhu
Pengusung: Gerindra, PKS, dan PAN
Kekuatan: 27 dari 100 kursi
33.821.378 (Jumlah pemilih)
Lampung
M. Ridho Ficardo-Bachtiar Basri
Pengusung: Demokrat, PPP, Gerindra
Kekuatan: 25 dari 75 kursi
6.070.978 (Jumlah pemilih)
Kalimantan Barat
Milton Crosby-Boyman Harun
Pengusung: Gerindra dan PAN
Kekuatan: 13 dari 65 kursi
3.560.852 (Jumlah pemilih)
Jawa Tengah
Sudirman Said-Ida Fauziyah
Pengusung: Gerindra, PAN, PKS, dan PKB
Kekuatan: 42 dari 100 kursi
27.606.063 (Jumlah pemilih)
Jawa Timur
Saifullah Yusuf-Puti Guntur Soekarno
Pengusung: PKB, PDIP, PKS, Gerindra
Kekuatan: 61 dari 100 kursi
30.933.642 (Jumlah pemilih)
Kalimantan Timur
Isran Noor-Hadi Mulyadi
Pengusung: Gerindra, PAN, dan PKS
Kekuatan: 14 dari 55 kursi
3.023.405 (Jumlah pemilih)
Sulawesi Selatan
Agus Arifin Nu’mang-Tanribali Lamo
Pengusung: Gerindra, PPP, dan PBB
Kekuatan: 19 dari 85 kursi
6.426.837 (Jumlah pemilih)
Sulawesi Tenggara
Asrun-Hugua
Pengusung: PAN, PDIP, PKS, Gerindra, dan Hanura
Kekuatan: 26 dari 45 kursi
1.827.083 (Jumlah pemilih)
Maluku Utara
Muhammad Kasuba-Madjid Hussein
Pengusung: Gerindra, PKS, dan PAN
Kekuatan: 11 dari 45 kursi
859.717 (Jumlah pemilih)
Papua
John Wempi Wetipo-Habel Melkias Suwae
Pengusung: PDIP dan Gerindra
Kekuatan: 13 dari 55 kursi
3.270.840 (Jumlah pemilih)
Maluku
Murad Ismail-Barnabas N. Orno
Pengusung: PDIP, NasDem, PKB, PPP, Gerindra, PAN, PKPI, dan Hanura
Kekuatan: 33 kursi dari 45
1.238.067 (Jumlah pemilih)
Nusa Tenggara Timur
Esthon Foenay-Christian Rotok
Pengusung: Gerindra, PAN, dan Perindo
Kekuatan: 13 dari 65 kursi
3.237.432 (Jumlah pemilih)
Nusa Tenggara Barat
Ahyar Abduh-Mori Hanafi
Pengusung: Gerindra, PDIP, PPP, PAN, dan PBB
Kekuatan: 32 dari 65 kursi
3.579.559 (Jumlah pemilih)
Bali
Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra-I Ketut Sudikerta
Pengusung: Golkar, Demokrat, Gerindra, NasDem, PKS, dan PBB
Kekuatan: 28 dari 55 kursi
2.992.122 (Jumlah pemilih)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo