Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Kutukan atau emas kawin

Pembunuhan bayi perempuan di masyarakat kallar, madurai, membudaya & sulit dihapuskan. karena tekanan emas kawin. bayi perempuan dianggap sebagai kutukan. sebuah organisasi mencoba mengatasi tradisi tersebut. (sel)

26 Juli 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BAGAIMANA bisa adat atau tradisi yang sadistis itu terus hidup menjelang akhir abad ke-20 ini? Pemerintah Tamil Nadu dan pemerintah Distrik Madurai kelihatannya tidak awas, atau tidak peduli, terhadap meluasnya praktek-praktek pembunuhan anak-anak perempuan di kalangan masyarakat Kallar dari Usilampatti-taluk. Menteri Kesehatan Negara Bagian, Dr. H.V. Handa, kepada India Today mengatakan, pemerintah tidak menerima "pengaduan khusus apa pun" mengenai hal ini. Ketika diberi tahu beberapa detail dari praktek-praktek itu, ia berjanji untuk membentuk sebuah panitia yang terdiri dari para dokter untuk menyelidiki isu-isu tentang ibu-ibu yang melahirkan bayi perempuan di rumah sakit pemerintah dan kemudian lari diam-diam bersama bayinya. Menunggu pengaduan, untuk satu peri laku yang disahkan tradisi, mungkinkah itu? Jawaban datang dari R. Varadarajulu, petugas pajak Distrik Madurai. "Siapa yang akan mengadu jika ada keluarga yang membunuh bayi perempuannya? Dalam hal ini sangat sulit menuntut atau menghukum seseorang. Orang mungkin mengatakan bahwa ada praktek-praktek semacam itu, tapi akan sangat sulit membuktikannya," katanya. Ia menambahkan bahwa beberapa waktu yang lalu "pernah dipercakapkan" adanya pembunuhan bayi-bayi perempuan di kalangan masyarakat Gounder di Distrik Salem. "Tapi sekarang masyarakat Gounder mengenal sekolah serta keluarga berencana, dan praktek-praktek kejam itu pelan-pelan lenyap. Tapi, memang, orang-orang Gounder lebih kaya dibandingkan orang-orang Kallar karena mereka memiliki tanah sendiri. Memang, sebagian besar orang Kallar, sekitar 40 persen, adalah buruh tani tanpa tanah. Lainnya hidup sebagai petani miskin. Sebagian besar dari mereka tidak menganggap pembunuhan anak-anak perempuan -- bahkan sistem emas kawin yang bertanggung jawab terhadap pembunuhan itu -- sebagai kebusukan sosial. Dengarkan kata Mookiah dari Desa Mayampatti itu, "Anda bisa menulis banyak hal mengenai emas kawin tetapi Anda tak bisa menghapuskannya dari kami." Bahkan mereka yang telah menjadi korban sistem emas kawin menolak bergabung untuk melawannya. Mereka lebih percaya bahwa karena mereka dikutuklah maka diberi anak-anak perempuan. Statistik menunjukkan, jauh lebih banyak terjadi pembunuhan anak-anak perempuan di kalangan masyarakat Kallar dibandingkan dengan di kalangan masyarakat Gounder. Selama dekade yang lalu, angka resmi kelahiran bayi di kalangan masyarakat Gounder 2,5%, sementara di kalangan masyarakat Kallar hanya 1%. Sekarang jumlah penduduk laki-laki dalam masyarakat Kallar 52% sedangkan sepuluh tahun yang lalu hanya 48%. Dan 70% jumlah anak-anak Kallar yang berusia di bawah 10 tahun adalah laki-laki, sementara sepuluh tahun yang lalu jumlahnya hanya 50 %. Angka-angka itu seharusnya menimbulkan kecurigaan secara resmi. Tetapi nyatanya tidak. Bahkan para pekerja sosial dan misionaris di daerah itu kelihatannya tak tahu-menahu tentang masalah pembunuhan anak-anak perempuan. "Masalah emas kawin dan pembunuhan anak-anak perempuan di kalangan masyarakat Kallar sama sekali belum mendapat perhatian kami," kata W. Isaac Judson, Sekretaris Himpunan Pemuda Kristen cabang Madurai, suatu kekuatan terpenting di dalam Perkumpulan Antiemas Kawin di distrik itu. Satu-satunya organisasi sukarela yang tampak mendekati masyarakat Kallar adalah Perkumpulan Pembangunan Desa Terpadu (SIRD). Perkumpulan ini mulai dengan menyelenggarakan acara debat secara teratur mengenai kebusukan-kebusukan sosial ekonomis, dan memancing orang-orang Kallar agar menyuarakan pendapat-pendapat mereka. Program ini bisa dikatakan berhasil. "Acara debat di desa telah menolong mempermudah beberapa beban para orangtua yang mempunyai anak gadis. Misalnya, dulu kalau anak perempuan Anda meninggal, Anda harus membeli baju, handuk, dan sari untuk seluruh sanak famili menantu laki-laki Anda. Tetapi setelah beberapa kali diadakan acara debat, sebagian dari kami menyadari betapa tololnya kebiasaan-kebiasaan itu," tutur S. Ramalingan, petani dari Paraipatti. Vasudevan, koordinator SIRD itu, sangat yakin bahwa pembunuhan bayi-bayi perempuan tidak bisa ditanggulangi hanya dengan hukum. Perintah penangkapan ibu-ibu Kallar dengan tuduhan pembunuhan tak akan menyebabkan tradisi itu lenyap. "Kita harus secara pelan-pelan mengubah sikap mental dan pandangan hidup orang-orang itu." Tapi itu bukan tugasyang ringan. Dr. Suthanthiradevi, dokter kepala rumah sakit pemerintah Usilampatti -- yang juga seorang Kallar -- mengatakan bahwa ia sudah bicara panjang dengan keluarga-keluarga Kallar mengenai masalah-masalah ini. "Tetapi saya benar-benar sangat kecewa dan ingin pergi dari sini. Mereka tidak mau berubah." Demikianlah, luput dari penyelidikan pejabat-pejabat pemerintah, kaum politisi dan pekerja-pekerja sosial, masyarakat Kallar di Usilampatti terus hidup dari hari ke hari dibelenggu tradisi yang sungguh sadistis.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus