Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Ladang orang madura

Hampir di pelosok surabaya, dapat dijumpai orang madura. mereka terkenal rajin dan gigih serta pandai memanfaatkan barang bekas. dengan cara hidup hemat, mereka punya tujuan untuk naik haji ke mekkah. (kt)

10 Januari 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BERAPA ribu jumlah orang Madura di kota Surabaya belum diketahui ceara pasti. Yang jelas, di mana-mana bilangan kota buaya ini hampir selalu kita temui mereka. Setidaknya abang-abang becak yang tampaknya keras setengah mendesak memaksakan kemauannya agar kita menumpangi becak yang digenjotnya denan gigih bersimbah peluh. Ada semacam kegamangan pendatang-pendatang awam yang barusan menginjak bumi Surabaya naik becak dengan bagasi penuh. Takut ditodong atau disesatkan oleh sementara pembecak Surabaya yang konon ada yang sampai memaksa membayar di atas tarif yang sesungguhnya. Di terminal bis Wonokromo ataupun di terminal taksi kota Jembatan Merah. Bahkan Nyamplungan dan Ampel yang kelihatannya tenang, di mana juga banyak orang Banjar berhuni, banyak pendatang di sini yang membisikkan: "daerah ini adalah Texas-nya Surabaya". Mengapa begitu? "Di sini sering kejadian jambretan dan koboi-koboian". Tapi jangan kuatir, tidak sembarang orang yang dijambret, biasanya yang berpakaian mewah", ujar seoran penhuni kampung Nyamplungan. Entah bagaimana kepastiannya perlu diteliti. Orang Madura di kota Surabaya umumnya banyak tinggal di bagian utara. Bolodewo, Wonokesumo, Sawah Pulo, Ampel atau pun Nyamplungan. Mereka tidak begitu mementingkan tempat tinggal, pakaian ataupun kesehatan lingkungan. Kalau perlu tinggal rerompok ataupun rumah petak, bersesak-sesak beranak pinak. Tetapi mereka rajin dan gigih. Mereka memanfaatkan etiap waktu dan barang yang bisa diunakan, betapapun sepelenya. Di Bolo dewo misalnya, kita lihat tumpukan potongan seng, potonan limbahan kayu yang lumayan banyak diangkut bergerobak-gerobak entah ke mana. Sementara lelaki dan wanitanya asyik berketok keletok entah bertukang apa saja hingga larut malam: membuat peti. membuat keranjang dan macam-macam. Udeng Di Jalan Demak yang bersuasana Madura terdapat pasar baran ronsokan dari segala macam keperluan hidup. Apa saja keperluan kecil yang tak ada dijual di toko ada di sini. Tak heran bila pada hari-hari libur yang santai banyak juga penduduk Surabaya berbelanja ke sini untuk mencari keperluan lain lagi di Bibis. Di sini ada tulang-tulang yang bisa memperbaharui kembang (drat) mobil yang sudah lusuh bisa disulap menjadi baru kembali. Ada sopir mobil dinas yang tukar tambah ban mobilnya sehingga mungkin majikannya tak mengira, bahwa ban mobilnya adalah bekas. Di Eibis ini pula bisa ditemuibarang-barail onderdil kendaraan kita yang hilang kena copot di jalan. Jika tutup tangki bensin, lampu merah, dop mobil hilang, coba-coba carilah di Bibis. Tapi dengan catatan: anda harus beli. Mengapa begitu'? Nah, kalau kita kebetulan tongpes alias kantong kempes, bungkus saja pakaian berangkat ke Jalan Gembong, pasti dapat uang dengan melemparkan bun kusan itu. Makin banyak rombengan makin gembung saku kita. Ini pasar loak. Di mana-mana orang Madura umumnya adalah pemburu rezeki yang ulet. Tidak itu saja. Mereka amat irit mengeluarkannya. "Orang Madura kalau dapat perolehan Rp 100, ia belanjakan cuma Rp 30, paling banyak Rp 50. Selebihnya ditabung", ucap seorang Madura terpelajar dari Bolodewo. Tambahnya: "Anda harap maklum, tukang-tukang becak yang mangkal di seberang itu kelihatannya begitu saja. Padahal di Madura sana paling tidak ia punya seekor sapi dari hasilnya mengumpul uang di Surabaya". Begitulah, Surabaya merupakan ladangnya orang Madura memaneni rezeki apa saja yang bisa digarapnya. Dengan pakaian lusuh, di pinggangnya ada tersimpan sekian gram emas dari hasil tabungan. Lelaki Madura yang pakai "udeng" alias destar khas Madura yang berharga antara Rp 35.000-Rp 50.000 konon sudah dianggap sebagai punya standar sosial sugih. Jalannya berlenggang anggun. Tapi bukan udeng tujuannya atau ukuran sosialnya. Serban dan kopiah haji, naik haji ke Mekkah, itulah idam-idaman terakhir orang Madura. Tak heran, kabarnya penjual rokok dengan gerobak dorong di Tunjungan Surabaya itu umumnya telah bertitel haji. Dari hasil menjual rokok macam-macam.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus