Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Namanya allavil

Sebuah pusat perbelanjaan dan pasar hampir selesai dibangun di samarinda, meski belum didukung oleh kegiatan sektor perdagangan. hambatan pembangunan dikarenakan tanahnya termasuk jenis allavil. (kt)

10 Januari 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI Samarinda tak ada kesulitan soal tanah. Untuk proyek Nasional yang berlokasi di daerah dan juga untuk proyek-proyek lain, baik yang dibiayai Pelita tingkat propinsi, kota dan juga yang non budgeter. "Sebagian besar tanah di sini milik negara" kata H. Kadri Oening Walikota Samarinda bulan lalu kepada team DPR I Padang yang berkunjung ke daerahnya. Meski begitu, tersedianya tanah bukan berarti semua sudah berjalan lancar. Ada hambatan lain. Dan ini adalah faktor alam. "Musim kemarau cangkul tak makan, musim hujan cangkul melengket" begitu H. Kadri Oening mengatakan. Nah itu bisa berarti untuk sebuab fondasi diperlukan pengerukan yang lebih dalam. Dan di musim kemarau berarti diperlukan tenaga yang lebih. Tapi Walikota-bukan cuma menjelaskan dasar tanah kotanya yang dalam ilmu pertanahan disebut allavil. Tapi juga berkaitan dengan faktor kebersihan kota yang belakangan jadi program utama banyak kota madya. Keadaan tanah begitu, jelas tak menguntungkan dari sudut kebersihan. Karena itu kebersihan Samarinda belum terlalu bisa dibanggakan. Hiterland Samarinda masih banyak diselimuti hutan belantara. Luas kotamadya ini seluruhnya ada 272.700 Ha. Yang punya bangunan baru sekitar 4.500 Ha. Selebihnya adalah tanah pertanian, perkebunan, bukit dan pegunungan, air sungai dan rawa. Terluas sudah tentu hutan yang berareal 199.840 Ha. Pasar Segiri Luas kota Samarinda yang efektif agaknya belum seberapa. Namun di tengah keminiannya, Samarinda boleh bangga dengan bangunan yang jempolan. Bangunan-bangunan bertingkat yang merapat ke daerah pelabuhan pinggir Mahakam menolong potret kota ini sebagai ibukota propinsi. Dalam kebanggaan seperti itu terdapat juga dua proyek non budgeter yang rada terlalu mewah buat keadaan Samarinda sekarang ini. Misal Shoping Centre Pinang Babaris dengan biaya pembangunan Rp 3 milyard. Meskipun hampir seluruh bangunan telah siap, belum berarti siap pakai dalam arti sebenarnya. Agaknya animo pedagang belum begitu menonjol. Soalnya perdagangan belum terlalu melibatkan sektor kegiatan, meski kota ini juga akan dikembangkan menjadi kota perdagangan. Pasar Segiri misalnya belum didukung oleh daerah-daerah sekitarnya yang masih dataran dan hutan. Tapi keberanian pihak ketiga menginvestasikan modal secara besar-besaran patut disaluti. Tapi secara keseluruhan jelas Shoping entre yang mewah dan pusat perbelanjaan baru itu kelak jadi satu kebutuhan kota ini. Ini bila dikaitkan dengan rencana perkembangan kota ke arah timur seperti yang diungkapkan Walikota. Semua adalah layak buat-melihat Samarinda 20 tahun yang akan datang sesuai dengan Master-plan koa itu. "Kapan lagi kalau bukan sekarang" kata seorang pejabat Dinas Pendapatan Daerah itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus