Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Daripada Bulukan

Hasil-hasil karya yang bermutu dari para pelukis Indonesia koleksi direktorat pembinaan kesenian, di pamerkan di balai pertemuan mitra budaya, jakarta. Musim seni lukis nasional sangat dirindukan. (sr)

10 Januari 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEJUMLAH lukisan, milik beberapa orang kolektor, telah dianggap mewakili kehadiran seni lukis Indonesia sejak Raden Saleh. Sebagian besar lukisan-lukisan ini plus beberapa buah patung adalah milik Direktorat Pembinaan Kesenian di mana ada seorang Kusnadi yang kritikus, pelukis dan juga selalu merindukan sebuah museum seni lukis nasional. Bertempat di Balai Pertemuan Mitra Budaya di jalan Tanjung. Jakarta, dipamerkanlah karya-karya tersebut - sebagai permulaan dari niat besar untuk menyelenggarakan' pameran terus-menerus dari hasil-hash karya yang bermutu tetapi belum punya kandang tetap itu. Melihat harta yang masih tersia tersebut, satu hal telah tersampaikan. Bahwasanya seni .lukis Indonesia modern tetap berlangsung walaupun tanpa kejutan-kejutan yang jelas. Raden Saleh memang telah meletakkan batu kepercayaan pada pelukis pribumi, yang mem. buat mereka menyadari bakat melukis yang besar pada bangsa ini. Basuki Abdullah meneruskan menggarap bentuk dengan cara naturalis, tetap mempertahankan kanvas sebagai pencurahan perasaan romantis yang kadangkala memperkosa kenyataan untuk keindahan-keindahan yang murni. Realisme bentuk ini memperkaya seni lukis Indonesia dengan studi terhadap bidang, garis warm, anatomi serta komposisi yang manis-manis. Lukisan menjadi madu. tempat berlepas lelah, tempat memandang dan berpaling dari segala kenyataan yang ruwet. Diteruskan oleh Sudjojono. Ia menambahkan faktor "realisme-dalam" kepada kemahiran menangkap bentuk itu. Watak-watak manusia yang berbeda, konflik sosial, persoalan-persoalan di sekitar sasaran yang membentuk objek dalam kehidupan, mulai diperhitungkan. Sehingga kanvas tidak hanya merupakan barang pajangan tetapi juga suara individu terhadap kehidupan di sekitarnya. Potret Istriku, Yang- diikutkan dalam pameran ini, memperlihatkan dengan jelas persoalan manusia yang konkrit - dibandingkan dengan sosok seorang gadis cantik dari Basuki Abdullah - yang kendati hanya memakai dua buah warna toh terasa, melaporkan kecantikan. Magis Kemudian kita berhadapan dengan bara emosi Affandi yang menangkap kejutan-kejutan perasaan dengan cara lebih merongrong, sehingga bentuk bila perlu tidak usah disetiai. Sementara itu Sudarso Sp meneruskan naturalisme dalam kanvas dengan memberikan penekanan pada alam Indonesia. Alam yang masih murni ditonjolkan, sementara kedamaian hidup pedusunan dan orangorang biasa direkam kadangkala dengan mengeluarkan. subyek-subyek itu dari kaitan kepahitan sehari-hari mereka. Lalu terlihat pula Rusli, Oesman Effendi, yang memberikan kontemplasi pada kanvas dengan garis-garisnya yang melukai bidang kanvas dengan efisien dan sugestif. Terlihat pula Agus Djaya dan Otto-Djaya, yang memberikan suasana magis dan naif sebagai bahan untuk memantapkan objek, sehingga lukisan tidak menjadi hanya hiasan. Di sini suasana mulai beragam. Aliran-aliran tidak lagi menjadi terlalu penting, karena pelukis-pelukis berbagai macam aliran hidup bersama-sama. Lalu adalah tokoh-tokoh seperti Suparto dan Mulyadi yang bermula dari keluguan menangkap kehidupan pada beberapa momen yang mengharukan. Ada bentuk-bentuk yang memperlihatkan ketajaman observasi dan ketrampilan teknis. Ada juga arus puisi dalam penggambaran sehingga bidang kanvas mencampurkan lamunan-lamunan yang toh masih bertolak dari bentuk-bentuk wajar. Terlihat dua ekor kucing dari Suparto, misalnya, yang seperti diucapkan oleh naluri kanak-kanak. Atau seorang bocah naik kuda dengan warna memutih dan tarikan garis yang bukan main lembutnya dari Mulyadi. Tetapi bersamaan dengan itu pula sikap memandang kehidupan telah berubah. Segala emosi tetap balik kembali berulang-ulang, tetapi para pelukis menanggapinya dengan cara berbeda. Kontemplasipun semakin banyak menjadi dorongan setiap sapuan dalam kanvas. Perubahan cara memandang kehidupan ini menelurkan lukisan-lukisan Srihadi, Popo Iskandar, Kaboel, Piroes, Zaini dan sebagainya - yang mencerminkan hidup semakin - kompleks, sementara para pelukis hanya sanggup menggapai sebagian-sebagian dari kenyataan. Adapun Nashar dan Danarto misalnya, adalah contoh sikap jiwa yang menolak berhubungan dengan wadag dari kenyataan. Kedua orang ini menjadi contoh, gerakan yang kem6ali kepada intuisi yang boleh saja terasa lari dari problem sosial. Nashar lebih cenderung pada institusi warna yang menimbulkan daya, pukau magis. Sementara Danarto, melihat lukisannya dalam pameran ini, melalui bentuk-bentuk mencoba-berbicara tentang esensi manusia yang pada akhirnya menjadi religius - meskipun tidak terang-terangan. Demikianlah bila ditafsir-tafsirkan. Mahal Dalam patung, kita lihat ketrampilan Eddy Subarso hidup bersama dengan gerak intuitif dari seorang Cokot. Ada maksud untuk mengolah materi-materi sederhana bagi mengungkapkan keinginan berekspresi yang kompleks. Tak banyak diperlihatkan perjalanan seni patung pribumi pada kesempatan ini. Memang akhirnya kehadiran sebuah museum sangat diperlukan untuk menempatkan segala karya yang disimpan. Tetapi jauh lebih baik lagi adalah memanfaatkannya sebagai harta - yang sekarang sudah berada di tangan Direktorat yang perlu diperlihatkan kepada peminat-peminatnya di seluruh Indonesia. Sesudah memahami faktor biaya mungkin akan menjadi persualan, mengelilingkan koleksi ini dan mengendapkannya di daerah untuk beberapa bulan sambil menunggu berdirinya sebuah museum, 'barangkali lumayan. Ketimbang dijejalkan dalam gudang atau dinding-dinding yang hanya dilihat orang-orang tertentu saja. Soalnya harganya 'kan mahal. Putu Wijaya

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus