DELAPAN wanita tuna susila masuk ruang pengadilan di Kota Yogyakarta, Kamis dua pekan lalu. Bukan mau menggoda para hakim. Justru mereka yang digoda ditanyai segala macam. Apalagi hakim ketuanya berjenis sama (wanita), yakni Nyonya Yatti Elias Pardjono, S.H. "Saya baru pertama kali mengadili orang begini," kata Bu Hakim. Risi, memangnya? Bukan itu. Seorang dari delapan perempuan itu ternyata sulit menjawab pertanyaan -- kecuali huk . . . huk . . . huk .... Ia memang bisu dan tuli, walaupun lumayan cantik, montok, dan muda. Itulah sebabnya ia bernama (atau dipanggil) Suli. Su-li. Dan Bu Hakim tak bisa menerjemahkan ungkapan huk-huk si Suli -- yang ditangkap di lokalisasi liar Bong Suwung, Yogya. Yang menggelikan pengunjung adalah ketika Bu Hakim menanyakan apakah benar Suli menjual diri. Bagaimana perempuan ini bisa menangkap pertanyaan dengan cara biasa? Suli dipanggil lebih mendekat. Bu Hakim mengangkat tangan kirinya. Ibu jari dan telunjuk kiri membuat lingkaran, sementara telunjuk kanan dimasukkan ke lingkaran itu. Gerakan itu diulang-ulang, dan pengunjung ketawa. Tapi wanita ini tak paham. Menggeleng. Hakim pun memakai lambang lain: ibu jari dijepit telunjuk dan jari tengah. Nah, Suli paham. Ia mengangguk, dan pengunjung ketawa lagi. Palu diketukkan. Perempuan malang ini diganjar tujuh hari kurungan, dengan masa percobaan satu bulan. Huk, huk, huk. Suli masih berwajah cerah. Yang menyesal justru germonya. "Suli itu primadonanya," kata si germo. "Kalau semua orang yang menjadi WTS masuk penjara, ya, apa muat penjaranya? Mbok sekali-sekali Bapak-Bapak yang mencari WTS itu diuber-uber."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini