Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Pembaruan

Delman atau keretek di sukabumi mendapat pembaruan sehingga penampilannya menarik. a.l kusirnya punya dua seragam. kudanya berpakaian mahal. memakai argometer dan kudanya di suntik anti berak. (ina)

27 Desember 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SIAPA bilang delman angkutan masa lalu? Di Sukabumi, Jawa Barat, delman tetap raja jalanan -- sejak zaman penjajahan ketika kendaraan yang di sini disebut keretek itu merupakan angkutan mewah yang hanya bisa dinaiki para meneer perkebunan. "Karena keretek itulah Sukabumi terkenal sampai ke Eropa," kata Rachmat, purnawirawan CPM, yang sejak tahun lalu menjadi ketua KATS, Koperasi Angkutan Tradisional Sukabumi. Delman Sukabumi sekarang ini menjadi lebih menarik karena beberapa "pembaruan". Pertama, kusirnya punya dua pakaian seragam: PSH (pakaian seragam harian) dan PSK (pakaian seragam khusus), yang terakhir itu untuk hari libur dan hari raya. PSH terdiri dari celana pangsi hitam, baju kampret warna hijau daun pisang, pici, dan terompah kulit. PSK: celana dan baju tadi ditambah sarung yang dililitkan di pinggang, dengan pici yang diganti ikat kepala khas Sunda. Semuanya disediakan koperasi, menurut Rachmat. Gratis? Tidak, tapi cukup murah: Rp 1.500 atau Rp 2.500, komplet, tergantung kualitas. Dan boleh dicicil. Setidak-tidaknya, pakaian sais lebih murah dibanding pakaian kuda, meski yang terakhir itu tidak menutup seluruh badan, bahkan bagian badan yang paling penting. Harga pakaian alias perhiasan itu bisa mencapai -- yang baik -- Rp 200.000. Bayangkan. Begitu pula delmannya -- yang berkualitas standar bisa sampai Rp 500.000. Yang dibilang standar itu besarnya sama dengan yang biasa, tapi didesain oleh para ahli dari Fakultas Seni Rupa ITB. Masih ada lagi. Si kuda, yang berpakaian tapi telanjang itu, dilarang berak sembarangan. Jadi, diberi celana? "Itu tidak praktis," jawab Rachmat. Kuda itu, sebelum berangkat menarik delman, disuntik dengan serum antiberak. Tak sempat ditanyakan dari mana serum diperoleh, atau berapa lama sang kuda kuat menahan berak. Lebih dari itu, delman yang sudah khas itu dipasangi argometer. Nah. "Para penumpang tinggal naik, pijit tombol, keretek jalan. Tiba di tujuan, tinggal membayar sesuai dengan jumlah yang tercantum di argometer. Ya, seperti taksi, tapi taksi berkuda," tutur Rachmat dengan gembira. Dengan alat berbaterai itu, penumpang tak perlu lagi (atau tak bisa lagi merasakan nikmatnya) tawar-menawar. Para pemilik keretek ternyata menyambut baik gagasan ini, konon, walau belum semuanya mampu membeli perlengkapan. Tanggapan para kusir tak sempat ditanyakan. Pokoknya, seperti kata Rachmat, 2.000 lebih keretek Sukabumi akan tetap menjadi raja jalanan, dan bersaing dengan kuda-kuda motor Jepang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus