Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Langkah

Robert edward turner, bos tbs (turner broadcasting system), mulai terjun ke bisnis tv dengan membeli 2 perusahaan tv. perjalanan cnn menuju sukses dengan pola siaran berita 24 jam.

9 Februari 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ROBERT Edward Turner, 53 tahun, kini sudah di puncak Turner Broadcasting System (TBS). Ted mulai terjun ke bisnis televisi pada 1970, dengan membeli dua perusahaan televisi sekaligus: channel 17 di Atlanta, Georgia, dan channel 36 di Charlotte, North Carolina. Ia masuk ke bisnis TV setelah berhasil membenahi bisnis keluarganya yang bergerak di bidang billboard. Ketika itu, "Saya tak tahu seluk-beluk bisnis televisi," ujarnya. Banyak kolega bisnis Ted mencibir. Pasalnya, baik channel 17 maupun channel 36, ketika itu, dalam kondisi payah. Channel 17 merugi US$ 600 ribu setahun, dan channel 36 defisit lebih dari US$ 300 ribu setahun. Banyak orang yang memperkirakan ia bakal terperosok di situ. "Tapi saya justru senang kalau dikatakan tak bisa berbuat apa-apa," tutur Ted. Rupanya Ted mewarisi bakat bisnis ayahnya, Ed Turner, yang pernah berjaya dengan bisnis billboardnya. Dalam waktu singkat, ia berhasil menyulap kedua stasiun TV itu sebagai sumber rezeki. Setelah setengah tahun, channel 17 di Atlanta membuahkan laba. Channel 36 Charlotte menyusul beberapa bulan kemudian. Tapi bisnis TV Ted, saat itu, masih belum masuk hitungan di Amerika. Ia pun terus mencari-cari terobosan untuk mengatrol TV-nya. Ketika Home Box Office, perusahaan TV kabel yang dimiliki Time Inc. mengumumkan akan menyewa satelit, untuk memperluas jaringan siarannya di April 1975, Ted terkesiap. Ini ide baru, pikirnya. Ia pun tak segan membuntut. Setahun kemudian, setelah menyatukan kedua TV-nya dalam satu manajemen, ia mengontrak transponder dari satelit yang menggantung setinggi 39 ribu km di atas Benua Amerika. Jaringan TV Ted Turner memperoleh call sign baru: WTBS. Siarannya pun bisa ditebarkan pada areal seluas lebih dari 10 ribu mil persegi. WTBS punya jangkauan nasional dan siarannya dijual dari rumah ke rumah sebagai TV kabel. Ted belum puas. Ia menginginkan perubahan atas pola siaran TV-nya, agar sanggup memasuki kelompok jaringan TV papan atas di AS. Dan tiba-tiba ia dientak gagasan spektakuler yang ternyata orisinil: menggelar siaran berita 24 jam. Siaran berita via radio memang hampir tanpa putus. Tapi tidak pernah terpikir sebelumnya oleh orang-orang TV bahwa orang Amerika ingin melihat berita sehari semalam di televisi -- dengan kekuatan visualnya. Pelayanan TV Amerika, dalam pandangan Ted, cenderung terspesialisasi. Home Box Office, misalnya, memilih jalur film -- pagi sampai malam film terus-terusan. Jaringan TV ESPN mengambil siaran khusus olahraga. Selebihnya gado-gado. Maka, Ted betul-betul terangsang oleh gagasan tentang televisi berita itu. Ketika ide itu mulai menyebar, orang-orang di sekelilingnya terheran-heran. Sebab ia dikenal tak menyukai acara penyiaran berita. Kesukaan Ted yang sebelumnya adalah menjual hiburan. Ted sama sekali tak punya latar belakang sebagai pembuat atau penjual berita. "Ini benar-benar gila. Apakah harus saya kerjakan ide ini?" Berhari-hari Ted menggumuli pertanyaan itu. Namun, ia yakin kiat ini akan membawa TV-nya sejajar dengan NBS, CBS, dan ABC. Ted sadar, pertanyaan itu tak bisa dijawabnya sendiri. Ia memerlukan seorang profesional yang ahli dalam soal berita televisi. Maka, ia minta anak buahnya mencari orang yang sesuai untuk proyeknya. Dan kemudian Ted mendapatkan nama Reese Schonfeld, kini 60 tahun, seorang wartawan TV kawakan yang bekerja pada sebuah kantor berita kecil di New York, di akhir 1978. Akhirnya Ted pun berunding dengan Reese. Ted melontarkan ide dan Reese tampak tertarik. Lantas Reese menyodorkan kalkulasi yang membuat juragan TV Atlanta ini terkesima. Ted, menurut Reese, harus membuat kantor-kantor cabang setidaknya di Washington, New York, Chicago, Dallas, dan Los Angeles. Awak yang diperlukan paling kurang 300 orang. Perkakas vital yang harus segera disiapkan, menurut Reese, berupa ruang elektronik yang serba komputer untuk pusat pemberitaan. Dan 24 unit mesin editing untuk rekaman video. Menurut Reese, Ted harus mengontrak beberapa kantor berita, dan membuat negosiasi dengan sejumlah stasiun pemancar TV lokal yang bisa me-relay siarannya. Hal yang terakhir ini, kata Reese, tak bisa tidak, demi menjaring pirsawan. Cukup? Ternyata belum. Ted masih harus menyiapkan dana US$ 15-20 juta untuk persiapan. Lalu menyediakan biaya peliputan beberapa juta dolar sebulan, ditambah cadangan biaya operasi keseluruhan US$ 100 juta, untuk dipakai selama 2-3 tahun, sebelum jaringan TV itu mencapai titik impas. Jumlah itu masih belum seberapa dibandingkan dengan biaya operasi jaringan TV besar, semacam NBS atau CBS, yang mencapai US$ 150 juta per tahun. Ancar-ancar versi Reese itu tak membuat Ted mundur, justru membuatnya lebih yakin. Pembicaraan antara Ted dan Reese pun makin sering dan lebih teknis. Ted cenderung mengikuti apa kata Reese, dari soal pemilihan jenis mesin editing sampai penyewaan transponder yang sebanyak tujuh buah. Tapi soal nama TV itu, Reese tahu diri. Masalah ini sepenuhnya kewenangan Ted, yang kemudian memberi nama jaringan televisinya sebagai CNN, Cable News Network!? Agar penampilan perdana CNN lebih menggigit dan mendatangkan sensasi, Reese mengusulkan agar Ted membajak penyiar TV paling kondang di Amerika. Reese menyodorkan nama Dan Rather, pembawa acara CBS Evening News, yang punya banyak penggemar. Dasar agak "kuper", Ted mengaku tak mengenal nama penyiar legendaris itu. Reese cuma geleng-geleng kepala. Kelanjutannya, Ted terperanjat ketika Reese menyebut angka US$ 1 juta setahun untuk membajak Dan Rather. "Sejuta dolar satu tahun hanya untuk membaca berita?" tanya Ted. Reese tak kaget mendengar pertanyaan itu. Dan tanpa kesulitan, idenya bisa masuk ke kepala Ted. Demikianlah Dan Rather masuk sebagai awak CNN. Persiapan terakhir dilakukan. CNN membangun jaringan kabel TV pada 51 negara bagian di Amerika. Dari tujuh buah transponder yang disewa, enam buah dipakai untuk mengirim berita ke Atlanta, dan hanya sebuah yang digunakan untuk siaran. Pertengahan 1980, CNN mengudara. Dalam enam bulan pertama, CNN berhasil menjaring 750 ribu pelanggan, dan menjadi 4,5 juta beberapa bulan kemudian, yang membayar 15-20 sen dolar per bulan. Andalan pemasukan uang CNN dari iklan. Duet Ted dan Reese sebagai pengelola CNN pun mulai memasuki belantara kabel TV Amerika. Mereka bertekad meraih sukses. "Saya mempertaruhkan US$ 100 juta," kata Ted. "Saya mempertaruhkan reputasi dan hidup saya," ujar Reese. Kendati menghadapi persaingan yang keras di bisnis media, Ted dan Reese merasa yakin bahwa usahanya bakal terus berkembang biak. "Zaman pertanian dan industri telah berlalu, yang kita hadapi sekarang era informasi," kata Ted, mengutip isi buku The Third Wave karya Alvin Toffler. Menjelang akhir 1983, lebih dari tiga tahun setelah CNN mengudara, Ted Turner tiba pada kesimpulan bahwa kerja samanya dengan Reese Shonfeld, yang telah dirintisnya hampir lima tahun, berjalan baik. Peliputan berita CNN makin digemari masyarakat Amerika. Ketika itu, CNN telah memiliki jutaan pelanggan. Namun, titik impas belum tercapai. Pada 1983, CNN masih tekor sekitar US$ 9 juta, tapi angka itu turun tinggal US 6 juta pada 1984. Namun, pada 1984 itu, CNN berhasil membuktikan dirinya sebagai televisi berita yang jempolan. CNN meliput kampanye presiden AS, persaingan antara Ronald Reagan dan Walter Mondale. Jutaan pelanggan mendatangi CNN dan pemasang iklan pun mulai antre. Dan untuk pertama kali TBS (Turner Broadcasting System), perusahaan Turner yang mengelola CNN, mencatat untung US$ 20 juta pada 1985. Pada tahun itu, penghasilan TBS total mencapai US$ 115 juta -- 45% dari iuran langganan bulanan, dan 55% dari iklan. Langganan CNN di Amerika terus membengkak kendati iurannya telah naik menjadi satu dolar per bulan. Drama-drama versi CNN -- seperti pembajakan pesawat TWA dan kasus penyanderaan di Libanon, yang disiarkan secara berseri di CNN -- sangat digemari pirsawan Amerika. CNN pula satu-satunya televisi yang menyiarkan langsung peluncuran Challenger, yang tak diduga mengalami bencana, 1986. Tidak satu pun dari Tiga Besar yang meliput langsung peristiwa itu. Pada 1987, CNN menempati markas baru di jantung Kota Atlanta. Ruang penyiaran CNN menyatu dengan kamar hotel, ruang perkantoran, dan toko-toko dalam kompleks besar yang mewah. Turner memiliki 75 persen saham kompleks itu. Sukses TBS tak lepas dari ketokohan Ted Turner. Ia telah menjadi salah satu celebrities bidang media di akhir tahun 1980. Perusahaannya berkembang dari bisnis billboard sampai radio dan akhirnya televisi. Sekaligus pemilik tim baseball Atlanta Braves dan tim basket Atlanta Hawks. Ia juga pemegang Piala Amerika untuk kejuaraan dunia balap motorboat. Anak kelahiran Cincinnati Ohio ini benar-benar digembleng oleh ayahnya, Ed Turner. Pedagang yang kemudian menjadi jutawan dari bisnis billboard-nya. Ted, yang hanya punya satu saudara perempuan, dibesarkan di Savannah, Georgia. Waktu kecil, ia harus masuk sekolah militer di Georgia dan Tennessee, atas perintah sang ayah. Pada umur 17 tahun, Ted memenangkan kontes debat di SMA Tennessee. Karena tertarik pada sejarah militer, hampir saja Ted mendaftar di Akademi Angkatan Laut. Tapi sang ayah menggeleng. Ted harus mendaftar ke Universitas Harvard. Karena tak diterima, akhirnya Ted menjadi mahasiswa Universitas Brown di Providence, Rhode Island. Akhir tahun 1960, Ted -- yang ketika itu baru berusia 22 tahun -- menjadi direktur utama perusahaan periklanan Turner. Ayahnya masih menyuruhnya memimpin satu perusahaan lagi di Atlanta. "Saya benar-benar dibesarkan dengan etika kerja yang luar biasa dan kepala saya terus dipompa untuk menjadi orang sukses," kata Ed. Baginya, sang ayah benar-benar guru dan kawan baiknya. Ketika Ted sudah mencapai puncak tokoh bisnis, paling tidak, terpilih sebagai cover majalah Success, "guru"-nya itu mati bunuh diri. "Ayah meninggal ketika saya berumur 24 tahun. Padahal, dialah satu-satunya yang saya inginkan menjadi hakim untuk mengatakan apakah saya sudah berhasil atau tidak." BSU

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus