Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SUSILO Bambang Yudhoyono menggamit Muhammad Jusuf Kalla ke ruang kerjanya di rumahnya di kawasan Mega Kuningan, Jakarta, Senin dua pekan lalu. Di belakang keduanya, putra pertama sahibulbait, Agus Harimurti Yudhoyono, mengiringi. Hari itu, Kalla memboyong istrinya, Mufidah Miad Saad, bersilaturahmi dengan keluarga Yudhoyono.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di ruang kerjanya, Yudhoyono mulai membicarakan topik-topik serius, seperti pemilihan kepala daerah. Kalla menuturkan, Ketua Umum Partai Demokrat itu juga sempat menanyakan situasi menjelang pemilihan presiden 2019. "Saya katakan kepada beliau, 'Bapaklah yang punya partai. Saya tidak punya partai'," ujar Kalla dalam wawancara dengan Tempo, Senin pekan lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baik Yudhoyono maupun Kalla tak menjelaskan secara detail pembicaraan mereka kepada wartawan yang menunggu. Yudhoyono mengatakan tak membahas soal politik. Ucapan ini diiyakan Kalla. Dia menganggap Yudhoyono sebagai saudara, sahabat, dan bekas atasannya. "Kami membahas cucu," ujar Kalla.
Informasi lebih detail mengenai isi pertemuan itu disampaikan Kalla kepada koleganya. Salah satu orang dekat Kalla menuturkan, Yudhoyono banyak mengkritik kinerja pemerintah Presiden Joko Widodo. Salah satunya situasi ekonomi nasional yang makin buruk. Yudhoyono pun mempertanyakan kepemimpinan Presiden Jokowi. Dalam pertemuan itu pula Yudhoyono melempar sinyal bakal mendukung Kalla sebagai calon presiden.
Pertemuan hari itu berakhir tanpa kesepakatan. Lima hari berselang, Yudhoyono mengutus Wakil Ketua Umum Demokrat Sjarifuddin Hasan atau Syarief Hasan bertemu dengan Kalla. Syarief datang seorang diri, sedangkan Kalla ditemani Hamid Awaludin, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia pada era pemerintahan Yudhoyono periode pertama.
Kepada Tempo, Syarief mengatakan pertemuan dengan Kalla lebih bersuasana silaturahmi setelah Lebaran. Namun dia membawa pesan Yudhoyono mengenai berbagai skenario yang disiapkan Demokrat menghadapi pemilihan presiden. "Misalnya bagaimana kalau ada poros ketiga," ujar Syarief.
Bekas Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah itu juga mencoba merayu Kalla agar berkompetisi pada pemilihan presiden. Syarief memuji Kalla sebagai tokoh yang memiliki pengalaman dan layak menjadi presiden. Syarief kemudian meminta Kalla maju sebagai calon presiden berpasangan dengan Agus Harimurti Yudhoyono.
Persoalannya, Demokrat tak bisa maju sendiri. Partai ini hanya memiliki 61 kursi atau 10,9 persen parlemen hasil Pemilihan Umum 2014. Padahal syarat mengusung pasangan calon presiden adalah 20 persen kursi Dewan Perwakilan Rakyat. Syarief berharap Kalla bisa menjadi daya tarik bagi partai lain untuk bergabung. "Kalau beliau sebagai capres, bakal lebih mudah menggalang koalisi," kata Syarief.
Hamid Awaludin mengatakan Syarief memang menyampaikan aspirasi kader-kader Demokrat. Menurut Hamid, Demokrat menilai Kalla sebagai tokoh yang diterima semua kalangan sehingga harus bersedia mengabdikan diri untuk kepentingan bangsa. "Saya tidak bilang Demokrat menawarkan sesuatu karena pembicaraannya masih awal sekali," ujar Hamid.
Kalla tak menolak permintaan Demokrat hari itu. Dia justru bercerita mengenai Presiden Jokowi yang memintanya kembali mendampinginya. Jawaban Kalla, seperti ditirukan Syarief, "Akan saya bicarakan dengan keluarga."
Dua hari berselang, Syarief datang untuk menanyakan lagi kesanggupan Kalla menjadi calon presiden. Kali itu, Kalla memberikan jawaban lebih terang: dia ingin berfokus mengurus keluarga dan organisasi kemasyarakatan. Jawaban ini membuat Syarief masygul. "Kalau pribadinya tidak mau, buat apa kami lanjutkan," katanya.
Meskipun secara halus menolak tawaran Demokrat, Kalla tetap membuka pintu berkomunikasi dengan partai politik lain. Di rumah dinasnya, dua pekan lalu, Kalla menerima Presiden Partai Keadilan Sejahtera Mohamad Sohibul Iman. Menurut Sohibul, agenda diskusi dengan Kalla antara lain pemilihan kepala daerah, pemilu legislatif dan pemilu presiden, serta kondisi ekonomi Indonesia.
Kalla menuturkan, dia ingin mendengarkan pandangan Sohibul mengenai kondisi kelompok-kelompok Islam. Dia juga memberikan nasihat kepada Sohibul agar tak berlebihan dalam memaknai keumatan. Dia tak ingin umat Islam hanya terasosiasi pada kelompok tertentu. Kalla membantah kabar bahwa Sohibul mendukungnya sebagai calon presiden. "Mereka sudah menyiapkan sepuluh calon presiden (sendiri)," ucapnya.
Selain dikunjungi pemimpin PKS, Kalla menerima Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto di kantornya, Selasa pekan lalu. Airlangga datang setelah wacana menduetkan Kalla dengan Agus Harimurti beredar di media massa. Seusai pertemuan, Airlangga menolak berkomentar dan langsung pergi meninggalkan kantor Kalla. Sehari kemudian, Menteri Perindustrian itu menyatakan Kalla tetap mendukung sikap Golkar yang mengusung Jokowi dalam pemilihan presiden.
Dalam wawancara dengan Tempo, Kalla menyatakan tak pernah aktif menyodorkan diri untuk posisi calon presiden ataupun wakil presiden. Meski terkesan tidak berkeberatan jika dicalonkan, Kalla mengaku ogah berhadap-hadapan dengan Jokowi dalam pemilihan presiden. "Tidak mungkin saya mencela Jokowi di panggung, karena itu berarti mencela diri saya sendiri," ujarnya.
Meski ingin beristirahat dari dunia politik, dia menggarisbawahi: "Istirahat itu masih ada yang di atasnya, yaitu kepentingan bangsa dan negara."
KALLA boleh mengaku pasif, tapi tidak demikian para pendukung dan orang-orang dekatnya. Ipar Kalla, Aksa Mahmud, misalnya, aktif berkomunikasi dengan petinggi partai politik. Pada Ramadan lalu, Aksa menjumpai Ketua Umum Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan di kediaman Bacharuddin Jusuf Habibie. Keduanya hadir memenuhi undangan Habibie dalam acara buka puasa bersama.
Di sana, keduanya bersepakat melanjutkan diskusi di sebuah restoran. Dengan Zulkifli, Aksa mengatakan lebih banyak membicarakan pemilihan Wali Kota Makassar. Menantu Aksa, Munafri Arifuddin, bertanding melawan kotak kosong dalam pemilihan itu. "Kami lebih banyak mendiskusikan ini," ujar Aksa.
Seorang petinggi PAN mengatakan pertemuan itu juga membahas langkah-langkah Kalla menjelang pemilihan presiden. Menurut petinggi ini, Aksa mengemukakan tiga kemungkinan langkah yang diambil Kalla, yaitu maju sebagai calon presiden, mendukung Jokowi, dan opsi terakhir adalah mendukung Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan sebagai calon presiden.
Aksa tak bersedia menjelaskan detail pertemuan dengan Zulkifli. Dia justru mengatakan bakal mendukung Presiden Jokowi pada pemilu mendatang. Keputusan ini dia sampaikan saat bertemu dengan Jokowi pada pernikahan putri Menteri Sekretaris Negara Pratikno di Yogyakarta, akhir Desember 2017. "Saya sampaikan langsung kepada Pak Jokowi," tuturnya.
Bos Bosowa Corporation itu berjanji membantu Jokowi merangkul kelompok Islam seperti kalangan nahdliyin dan Muhammadiyah di Jawa Timur. Pada 2014, Aksa mengaku berkeliling Jawa Timur selama lebih dari tiga bulan untuk memenangkan Jokowi. Menurut pemimpin Bosowa Group ini, Jokowi seharusnya melanjutkan pemerintahannya untuk periode kedua. "Baru empat tahun saja beliau sudah melakukan banyak hal luar biasa," ujar Aksa.
Di sisi lain, orang-orang Aksa juga bermanuver. Salah satunya Laode Basir, karyawan perusahaan Aksa. Basir menjadi koordinator Aliansi Nasional Indonesia Sejahtera. Dia mendeklarasikan gerakan ini untuk mendorong Anies Baswedan maju sebagai calon presiden. "Anies memiliki visi memajukan Indonesia," kata Basir pada Jumat pekan lalu di Gedung Joang 45.
Menjelang pemilihan Gubernur DKI Jakarta, Aksa Mahmud menjadi salah satu tokoh yang mendukung pencalonan Anies. Sedangkan Laode Basir relawan pemenangan Anies. Basir tersenyum saat dimintai konfirmasi mengenai statusnya sebagai karyawan perusahaan Aksa Mahmud. "Bukan saya yang bilang, ya," ujarnya.
Sinyal dukungan kubu Kalla kepada Anies juga tampak dalam dua pekan terakhir. Jumat dua pekan lalu, Anies mendampingi Kalla meninjau sejumlah venue Asian Games 2018. Keduanya kemudian melakukan salat Jumat bersama di Masjid Al-Bina, Kompleks Gelora Bung Karno. Rampung salat, Anies mengantarkan Kalla ke mobilnya. Namun dia kemudian ikut masuk ke sedan Mercedes hitam tersebut dari sisi kiri. "Yuk sama-sama," kata Anies menirukan ucapan Kalla.
Kalla kembali menggandeng Anies ketika menghadiri halalbihalal di kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama di kawasan Kramat, Jakarta Pusat, pada Selasa pekan lalu. Momen kebersamaan Kalla dan Anies berlanjut esoknya, saat mereka menghadiri acara di kantor Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Jakarta Pusat. "Berangkat bareng karena rumahnya bersebelahan," ujar Anies.
Menurut Kalla, kebersamaannya dengan Anies pada Jumat dua pekan lalu hanya karena mereka bersama-sama meninjau persiapan Asian Games. Kalla berkilah bahwa Anies kebingungan mencari mobilnya sehingga dia menawarkan tumpangan. Namun Kalla menilai wajar muncul berbagai penafsiran atas kebersamaannya dengan Anies.
Mantan Ketua Umum Golkar tersebut juga membantah bakal menjadi kingmaker dalam pemilihan presiden mendatang. Alasannya, dia tidak sedang menjadi pemimpin partai politik. Tapi tak tertutup kemungkinan dia mendukung calon yang dianggap baik.
Ihwal kemungkinan Anies menjadi calon presiden, Kalla menilai mantan Menteri Pendidikan itu lebih baik berfokus menuntaskan pekerjaannya sebagai Gubernur DKI Jakarta. "Saya bilang sama Anies, 'Kalau Anda berhasil, itu akan menjadi modal luar biasa'," kata Kalla. Toh, Kalla tak menutup kemungkinan Anies bisa bersaing pada pemilu presiden. Menurut dia, Anies didukung oleh menguatnya kelompok keagamaan. "Walaupun Anies bukan dari partai agama, setidaknya dekat."
MANUVER Kalla menggandeng Anies kian gencar setelah Mahkamah Konstitusi menolak permohonan uji materi pasal dalam Undang-Undang Pemilihan Umum yang mengatur masa jabatan presiden dan wakil presiden. Para pemohon meminta masa jabatan presiden dan wakilnya yang hanya dua periode tak ditafsirkan berturut-turut, sehingga Kalla, yang menjadi wakil presiden pada 2004-2009 dan 2014-2019, bisa kembali mencalonkan diri. Kalla sendiri mengaku tak mengenal para pemohon uji materi. "Saya pasif saja," katanya.
Nyatanya, tak bisa dimungkiri bahwa uji materi ini melibatkan mereka yang dekat dengan orang di sekitar Kalla. Kuasa hukum pemohon, Dorel Almir, merupakan kader Golkar. Saat ini Dorel menjadi Wakil Bendahara Umum Sentra Organisasi Karyawan Swadiri, organisasi pendiri Golkar.
Di partai beringin, Dorel menjadi panitera Mahkamah Partai Golkar pada periode 2009-2014. Salah satu anggota Mahkamah Partai Golkar adalah Andi Mattalatta, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia pada saat Kalla menjabat wakil presiden. Di kabinet, Andi menggantikan Hamid Awaludin.
Meskipun memiliki kedekatan dengan orang-orang Kalla, Dorel membantah anggapan bahwa permohonan uji materi ini didorong kubu Kalla. "Saya menyangkal itu," ujar Dorel. Namun dia mengaku berkomunikasi dengan Andi Mattalatta, yang juga berasal dari Makassar. Andi membenarkan sinyalemen itu. "Ya, dia memang memberi tahu saya," katanya.
Wayan Agus Purnomo, Budiarti Utami Putri, Hussein Abri Dongoran, Pramono, Raymundus Rikang, Vindry Florentin, Zara Amelia
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo