Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DUA kali menjadi wakil dari presiden bersuku Jawa, Muhammad Jusuf Kalla paham betul adat mereka. Menurut dia, berbeda dengan gaya bicara orang Bugis yang dimilikinya, dua atasannya, yaitu Susilo Bambang Yudhoyono dan Joko Widodo, lebih sering menyampaikan pesan secara tak langsung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Begitu pula ketika Presiden Jokowi berbicara dengannya suatu hari di Istana Bogor. Kurang-lebih Jokowi mengatakan, "Pak JK, don't change the winning team." Kalla menirukan ucapan Jokowi tersebut saat wawancara dengan Tempo, Senin pekan lalu. Kalla mengartikan perkataan itu sebagai ajakan untuk kembali berpasangan dalam pemilihan presiden. "Yang saya pahami begitu," ujar mantan Ketua Umum Partai Golkar tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seorang pejabat di lingkungan Istana mengatakan permintaan Jokowi itu disampaikan setidaknya tiga kali. Awal Februari lalu, Presiden mengendarai mobil golf dari Istana Merdeka menuju Kantor Wakil Presiden. Sempat menikmati hidangan yang disiapkan Mufidah Miad Saad, istri Kalla, Jokowi kemudian meminta kesediaan lelaki kelahiran Watampone, Sulawesi Selatan, itu mendampinginya kembali.
Seusai pertemuan, Jokowi menyatakan berbicara banyak hal dengan Kalla. "Terutama terkait dengan investasi. Juga persiapan Asian Games," ujar Jokowi. Dia tak menyebutkan pertemuan itu terkait dengan pemilihan presiden. Dalam kesempatan lain, permintaan serupa diajukan saat mereka berbincang hanya berdua seusai rapat kabinet sekitar tiga bulan lalu.
Pinangan Jokowi juga didukung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Sejumlah petinggi partai itu beberapa kali menyebutkan nama Kalla masuk daftar calon wakil presiden, bahkan berada di urutan teratas. Dorongan ini menguat setelah Ketua Umum Megawati Soekarnoputri memutuskan mendukung kembali Jokowi dalam Rapat Kerja Nasional PDIP di Bali, 23 Februari lalu. Dua hari setelah deklarasi tersebut, Ketua PDI Perjuangan Puan Maharani mengatakan partainya mengkaji kemungkinan Kalla kembali berpasangan dengan Jokowi.
Seorang sumber yang dekat dengan Kalla mengatakan Megawati juga sempat mengirim dua utusan, Sekretaris Kabinet Pramono Anung dan Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey, untuk menemui Kalla di rumah dinasnya. Keduanya membujuk Kalla agar bersedia maju kembali bersama Jokowi. Olly Dondokambey belum bisa dimintai tanggapan. Sejumlah nomor telepon selulernya tak aktif. Sedangkan Pramono Anung tak mau berkomentar.
Wakil Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Ahmad Basarah membenarkan kabar bahwa Kalla menjadi pilihan utama partainya. Pertimbangannya, dia dinilai bisa menjadi titik temu di antara partai lain pendukung Jokowi. Memang, sebagian partai ngebet mengajukan ketua umumnya sebagai pendamping Jokowi. Partai Kebangkitan Bangsa, misalnya, menginginkan Muhaimin Iskandar sebagai calon wakil presiden. Begitu pula Partai Golkar, yang mendorong ketua umumnya, Airlangga Hartarto. "Jusuf Kalla bisa menjadi jembatan semua partai. Kami juga mempertimbangkan elektabilitasnya," ujar Basarah.
Sejumlah petinggi PDIP mengatakan Kalla juga dipilih karena bisa mengamankan suara pemilih dari kelompok Islam dan mereka yang tinggal di luar Jawa. Apalagi sejak merebaknya gerakan anti-Basuki Tjahaja Purnama, mantan Gubernur DKI, yang sebelumnya menjadi wakil Jokowi di Jakarta. Sebelum pemilihan Gubernur DKI Jakarta, Ahok-panggilan Basuki-menjadi tersangka kasus penistaan agama. Digempur berbagai demonstrasi dari kelompok Islam, Ahok kalah oleh Anies Baswedan dan kemudian divonis dua tahun penjara.
Kalla dinilai memiliki kedekatan dengan berbagai kelompok Islam. Dia menjadi mustasyar Nahdlatul Ulama dan Ketua Dewan Masjid Indonesia. Kalla juga didapuk sebagai Ketua Dewan Etik Majelis Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam. Posisinya itu membuat dia makin penting di mata PDIP.
Jika maju dan terpilih sebagai wakil presiden, Kalla bakal dilantik untuk ketiga kalinya. Sebelumnya, dia merupakan wakil presiden periode 2004-2009 dan 2014-2019. Kalla sendiri beberapa kali sempat menyatakan berniat beristirahat dan tak akan berlaga dalam pemilihan umum.
Kepada Tempo, Kalla mengaku mengingatkan Jokowi soal ganjalan hukum jika ia kembali menjadi calon wakil presiden. Undang-Undang Pemilu menyebutkan syarat menjadi calon presiden atau wakil presiden adalah belum pernah menjabat posisi tersebut dua kali. Konstitusi pun menyatakan presiden dan wakilnya dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan. "Bukan hanya tidak mau, saya juga tidak bisa maju," kata Kalla.
Toh, menurut sejumlah pejabat di Istana dan PDIP, tim pendukung Jokowi dan Kalla sempat bertemu untuk membicarakan pengajuan permohonan uji materi pasal yang mengatur masa jabatan presiden dan wakil presiden. Mereka menilai ada celah hukum yang bisa dimainkan, yaitu masa jabatan Kalla yang tak berturut-turut. Bahkan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, yang juga politikus PDIP, mengatakan usul pencalonan kembali Kalla masih bisa diperdebatkan. "Masih debat kusir, pengertian dua periode itu maksudnya berturut-turut atau tidak," ujar Tjahjo pada akhir Februari lalu.
Dorel Almir, kuasa hukum para penggugat, mengaku berkomunikasi dengan sejumlah politikus PDIP, seperti Ketua Bidang Hukum Trimedya Panjaitan dan Arteria Dahlan, sebelum mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi. Tapi Trimedya dan Arteria membantah Dorel. "Tidak benar itu," ujar Trimedya. Hal senada disampaikan Arteria. "Saya tidak pernah diajak berdiskusi soal uji materi," katanya.
Kamis dua pekan lalu, Mahkamah Konstitusi memutuskan menolak uji materi. Mahkamah menilai para penggugat tak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan uji materi. Seharusnya permohonan itu diajukan mantan presiden atau wakil presiden yang menjabat selama dua periode. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud Md., menilai permohonan uji materi bisa diajukan kembali hanya oleh dua orang yang pernah menjadi presiden atau wakil presiden selama dua periode, "Yaitu oleh SBY dan Jusuf Kalla sendiri."
Menurut Mahfud, partai politik baru yang tak menyusun Undang-Undang Pemilu mungkin juga bisa mengajukan permohonan uji materi. Dorel Almir menyatakan sedang melobi sejumlah partai baru agar mau menggugat. Sekretaris Jenderal Partai Solidaritas Indonesia Raja Juli Antoni mengatakan belum berencana mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi. "Kami belum melihat partai kami mengalami kerugian konstitusional akibat adanya pembatasan tersebut," ujar Antoni.
Jusuf Kalla menilai peluangnya menjadi calon wakil presiden belum sepenuhnya tertutup meski sangat kecil. Tapi dia menyatakan tak akan mendorong kembali uji materi. "Saya sama sekali tidak ikut-ikutan."
Pramono, Hussein Abri Dongoran, Raymundus Rikang, Wayan Agus Purnomo
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo