BEBERAPA rumah di kompleks Perumnas Helvetia di Medan tiba-tiba
kosong. Belakangan diketahui, bekas penghuninya memang 'lari
malam.' Artinya meninggalkan rumah itu begitu saja tanpa pamit
kepada pengelola proyek. Ini terjadi tak lama setelah dinyatakan
akan dilakukan penertiban terhadap rumah-rumah Perumnas dari
penghuni yang sebenarnya tak berhak. Mereka yang lari malam itu
terdiri dari penghuni jenis ini yang sebenarnya telah merasa
ulahnya diketahui oleh tim penertib.
Ir. Sulistio, Direktur Pengusahaan Perumnas Pusat mengakui
penertiban kembali para penghuni rumah Perumnas kini digalakkan
di seluruh Indonesia. Salah satu syarat untuk dapat jatah di
Perumnas, seperti diketahui adalah yang bersangkutan belum
mempunyai rumah sendiri. Keterangan lurah dan camat perlu untuk
itu. "Sebenarnya itu saja dasar penentuan kita,"ucap Sulistio.
Artinya, "kalau kemudian ternyata ada yang tak beres, sudah di
luar jangkauan Perumnas," Sulistio menjelaskan.
Penertiban yang pada dasarnya merupakan penelitian kembali, sah
tidaknya seseorang menjadi penghuni rumah Perumnas dilakukan
oleh satu tim di lokasi Perumnas sendiri-sendiri. Petugas tim
bertamu kc rumah penghuni sore hari. Berbincang-bincang. Apabila
diketahui yang bersangkutan sel , narnya punya rumah sendiri di
tempat lain, dia akan dipersilakan meninggalkan rumah itu.
Kendati hal itu merupakan petunjuk meyakinkan yang bersangkutan
telah menipu kepada Perumnas sebelumnya, sanksi lain ternyata
tak ada. "Sudah mengembalikan ya sudah. Mereka mengajukan
sebagai calon penghuni dulu kan sudah makan waktu," kata
Sulistio.
Pura-pura Miskin
Penelitian masih terus berlangsung. Di Depok, setelah beberapa
waktu lalu diketahui 400 orang yang tak berhak ternyata lolos
dan kemudian sudah diapkir, belakangan diketahui masih ada 8
'penghuni gelap.' Enam sudah mengosongkan rumah masing-masing,
dua lagi masih dalam proses. Di komplek Perumnas Krapyak
Semarang, dengan campur tangan langsung Gubernur Jawa Tengah
Suparjo Rustam, 99 dari 700 penghuni sudah disorot untuk
dikeluarkan. Akan halnya di Medan, berapa jumlah 'penghuni
gelap' yang sudah tercatat, belum diketahui. Hanya saja seorang
anggota DPR (fraksi PPP) Syufri Helmi Tanjung yang sempat ke
sana mensinyalir sekurang-kurangnya 10% penghuni Perumnas
setempat adalah orang-orang yang hanya pura-pura miskin saja.
Artinya orang yang tidak berhak.
Berlaku pura-pura miskin agaknya rak lain karena rumah Perumnas
dianggap cukup murah. Disamping juga karena serakah. Dua tahun
pertama status penghuni adalah sebagai penyewa. Untuk ini, untuk
rumah model T-70 misalnya, uang sewa sebulan Rp 8.600. Setelah
dua tahun, penghuni boleh mengangsur rumah itu untuk dimiliki.
Ukuran T70 dihargakan Rp 2.885.300 dengan angsuran perbulan Rp
19.287. Tipe M70 Rp 2.248.300 dengan angsuran Rp 15.000. T-45 Rp
1.438.650 dengan angsuran Rp 9.621. M-45 Rp 1.148.650, angsuran
Rp 8.016 perbulan.
Murah atau tidak, hanya saja calon penghuni jangan terlalu
berfikir seberapa jauh kekuatan bangunannya. Bukan
menakut-nakuti. Sebab, apabila Bank Tabungan Negara memberikan
standar kepada pihak swasta yang memanfaatkan kreditnya bahwa
yang dimaksud rumah sederhana atau rumah murah adalah rumah
yang bernilai Rp 40 ribu per MÿFD, rumah-rumah Perumnas di bawah
itu. Di Depok, ukuran D-20 bernilai 14. 599,29 per-MÿFD. Di Medan,
model D-36 beda sedikit dibanding D-20 di Depok yakni Rp 19.600
per-MÿFD, sementara di Cirebon model D-36 ini jatuh harga
Rp 18.709,67 per-MÿFD.
Satu hal, jangan kecil hati, setidaknya PT Prima Karya Kencana
yang membangun rumah-rumah inti di Klender Jakarta, mengaku telah
menguji karya-karyanya. Entah bagaimana caranya. Tapi, untuk 20
tahun katanya bisa bertahan. "Secara teoritis sulit dibayangkan,
tapi saya optimis," ucap Ir Johnny B. Wantah bagian perencanaan
perusahaan tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini