Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Lari Malam, Di Mana-mana

Rumah-rumah perumnas ditertibkan dari penghuni yang tak absah, mereka yang punya rumah ditempat lain. di Medan penghuni jenis ini terpaksa lari malam hari. Di Semarang, 99 dari 700 penghuni akan dikeluarkan.

11 November 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BEBERAPA rumah di kompleks Perumnas Helvetia di Medan tiba-tiba kosong. Belakangan diketahui, bekas penghuninya memang 'lari malam.' Artinya meninggalkan rumah itu begitu saja tanpa pamit kepada pengelola proyek. Ini terjadi tak lama setelah dinyatakan akan dilakukan penertiban terhadap rumah-rumah Perumnas dari penghuni yang sebenarnya tak berhak. Mereka yang lari malam itu terdiri dari penghuni jenis ini yang sebenarnya telah merasa ulahnya diketahui oleh tim penertib. Ir. Sulistio, Direktur Pengusahaan Perumnas Pusat mengakui penertiban kembali para penghuni rumah Perumnas kini digalakkan di seluruh Indonesia. Salah satu syarat untuk dapat jatah di Perumnas, seperti diketahui adalah yang bersangkutan belum mempunyai rumah sendiri. Keterangan lurah dan camat perlu untuk itu. "Sebenarnya itu saja dasar penentuan kita,"ucap Sulistio. Artinya, "kalau kemudian ternyata ada yang tak beres, sudah di luar jangkauan Perumnas," Sulistio menjelaskan. Penertiban yang pada dasarnya merupakan penelitian kembali, sah tidaknya seseorang menjadi penghuni rumah Perumnas dilakukan oleh satu tim di lokasi Perumnas sendiri-sendiri. Petugas tim bertamu kc rumah penghuni sore hari. Berbincang-bincang. Apabila diketahui yang bersangkutan sel , narnya punya rumah sendiri di tempat lain, dia akan dipersilakan meninggalkan rumah itu. Kendati hal itu merupakan petunjuk meyakinkan yang bersangkutan telah menipu kepada Perumnas sebelumnya, sanksi lain ternyata tak ada. "Sudah mengembalikan ya sudah. Mereka mengajukan sebagai calon penghuni dulu kan sudah makan waktu," kata Sulistio. Pura-pura Miskin Penelitian masih terus berlangsung. Di Depok, setelah beberapa waktu lalu diketahui 400 orang yang tak berhak ternyata lolos dan kemudian sudah diapkir, belakangan diketahui masih ada 8 'penghuni gelap.' Enam sudah mengosongkan rumah masing-masing, dua lagi masih dalam proses. Di komplek Perumnas Krapyak Semarang, dengan campur tangan langsung Gubernur Jawa Tengah Suparjo Rustam, 99 dari 700 penghuni sudah disorot untuk dikeluarkan. Akan halnya di Medan, berapa jumlah 'penghuni gelap' yang sudah tercatat, belum diketahui. Hanya saja seorang anggota DPR (fraksi PPP) Syufri Helmi Tanjung yang sempat ke sana mensinyalir sekurang-kurangnya 10% penghuni Perumnas setempat adalah orang-orang yang hanya pura-pura miskin saja. Artinya orang yang tidak berhak. Berlaku pura-pura miskin agaknya rak lain karena rumah Perumnas dianggap cukup murah. Disamping juga karena serakah. Dua tahun pertama status penghuni adalah sebagai penyewa. Untuk ini, untuk rumah model T-70 misalnya, uang sewa sebulan Rp 8.600. Setelah dua tahun, penghuni boleh mengangsur rumah itu untuk dimiliki. Ukuran T70 dihargakan Rp 2.885.300 dengan angsuran perbulan Rp 19.287. Tipe M70 Rp 2.248.300 dengan angsuran Rp 15.000. T-45 Rp 1.438.650 dengan angsuran Rp 9.621. M-45 Rp 1.148.650, angsuran Rp 8.016 perbulan. Murah atau tidak, hanya saja calon penghuni jangan terlalu berfikir seberapa jauh kekuatan bangunannya. Bukan menakut-nakuti. Sebab, apabila Bank Tabungan Negara memberikan standar kepada pihak swasta yang memanfaatkan kreditnya bahwa yang dimaksud rumah sederhana atau rumah murah adalah rumah yang bernilai Rp 40 ribu per MÿFD, rumah-rumah Perumnas di bawah itu. Di Depok, ukuran D-20 bernilai 14. 599,29 per-MÿFD. Di Medan, model D-36 beda sedikit dibanding D-20 di Depok yakni Rp 19.600 per-MÿFD, sementara di Cirebon model D-36 ini jatuh harga Rp 18.709,67 per-MÿFD. Satu hal, jangan kecil hati, setidaknya PT Prima Karya Kencana yang membangun rumah-rumah inti di Klender Jakarta, mengaku telah menguji karya-karyanya. Entah bagaimana caranya. Tapi, untuk 20 tahun katanya bisa bertahan. "Secara teoritis sulit dibayangkan, tapi saya optimis," ucap Ir Johnny B. Wantah bagian perencanaan perusahaan tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus