Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan melaporkan dua petinggi Polda Sumatera Utara atas dugaan pelanggaran etik. Laporan itu didasarkan pada penanganan dugaan korupsi seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di Kabupaten Langkat tahun 2023. Adapun pejabat yang dilaporkan adalah Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Utara Inspektur Jenderal Whisnu Hermawan dan Direktur Kriminal Khusus Polda Sumut Komisaris Besar Andry Setyawan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Staf LBH Medan Artha Sigalingging mengatakan, dalam dugaan korupsi ini penyidik awalnya menetapkan tiga tersangka pada 13 September 2024. Mereka adalah Kepala Dinas Pendidikan Langkat Saiful Abdi, Kepala Badan Kepegawaian Daerah Langkat Eka Syahputra Depari, dan Kepala Seksi Kesiswaan Bidang SD Dinas Pendidikan Langkat Alek Sander. Kemudian jumlah tersangka bertambah dua pada 27 Maret 2024, yaitu Kepala Sekolah Dasar Negeri 055975 Pancur Ido, Awaluddin; dan Kepala SDN 056017 Tebing Tanjung Selamat, Rohayu Ningsih.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berkas pemeriksaan untuk dua kepala sekolah sudah lengkap pada 4 September 2024. Namun, kedua berkas itu hingga kini belum diserahkan ke kekejaksaan. "Ini merupakan bentuk privilege yang diberikan oleh Polda Sumut kepada tersangka," ujar Artha saat ditemui di Propam Polri, Jakarta Selatan, pada Selasa, 22 Oktober 2024.
Artha membandingkan dengan cara Polda Sumut menangani dugaan korupsi PPPK 2023 yang terjadi di Kabupaten Batu Bara dan Madina. Penanganan dugaan korupsi di dua kabupaten tersebut berjalan cepat bahkan sudah masuk persidangan. Namun untuk kasus di Langkat penyidik terkesan mengulur-ulur waktu. Padahal Polda Sumut telah memeriksa sekitar 100 saksi sejak 10 bulan lalu. "Seharusnya (para tersangka) sudah disidangkan," kata Artha.
Sebanyak 103 guru honorer terkena dampak atas penanganan dugaan korupsi PPPK Langkat. Nasib mereka terkatung-katung. Mereka sudah sembilan kali berunjuk rasa namun tak pernah mendapat tanggapan dari Polda Sumut. Karena itulah LBH Medan sebagai pendamping hukum 103 guru honorer itu melaporkan dua pejabat Polda Sumut ke Divisi Profesi dan Pengamanan Mabes Polri.
"Jawaban yang diberikan hanyalah jawaban template, 'kami akan memeriksa, kami akan segera menyelesaikan' hanya itu-itu saja tapi keseriusannya tidak terlihat," ucap Artha yang mencurigai adanya sikap tebang pilih dari Polda Sumut dalam menangani dugaan korupsi PPPK Langkat.