Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Le underdog yang canggung itu

Profil petinju michael spinks yang hendak dipertemukan dengan mike tyson di ring tinju. tubuh spinks kelewat ramping untuk ukuran petinju kelas berat. ia mudah mengubah gaya bertarungnya kapan saja.

25 Juni 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TUBUHNYA kelewat ramping untuk ukuran petinju kelas berat. Semua mengesankan panjang: badan, leher, kepala, tangan, kaki, dan bahkan mulutnya yang acap kali menyeringai memperlihatkan giginya. Orang itulah Michael Spinks, yang hendak menghadapi manusia besi Mike Tyson - selain buat uang, ia pun ingin membuktikan siapa petinju terkuat saat ini. Proporsi tubuh itu membuat Spinks muda canggung bila bergerak di ring. Kakinya yang besar selalu tersaruk. Ini membuat orang-orang menertawakannya. Tapi tak seorang pun berani menertawakannya lagi setelah ia membuktikan kelincahan tubuhnya dan kecepatan tinjunya. Bukan kebetulan Spinks bertinju. Kakaknya, Leon Spinks, lebih dulu berprestasi. Leon salah seorang dari sedikit yang bisa mengalahkan Ali walau kemudian prestasinya tak menentu. Adapun Mike, begitu panggilan akrab Michael Spinks, di arena amatir merebut medali emas Olimpiade. Sewaktu terjun ke profesional, 17 April 1977, Eddie Benson dipukulnya jatuh di Las Vegas sebelum ronde pertama berakhir. Dan Mike terus meniti jalan ke puncak. Lawan-lawan dikalahkan, kebanyakan dibikinnya terkapar. Akhimya pertarungan ke-17 menunggu, pertarungan yang melontarkannya ke posisi atas. Mustafa Muhammad, juara kelas berat-ringan versi WBA, ia kalahkan dengan angka dalam pertandingan 15 ronde. Mike, yang mengesankan lucu itu, makin berjaya. Tantangan demi tantangan diladeninya. Nama-nama Mustapha Wasajja, Murray Sutherland, atau David Sears hanya memperpanjang daftar petinju yang dipukulnya roboh. Setelah juara, sepuluh kali lagi ia bertarung dan sepuluh kali itu ia mempertahankan gelar. Hanya Dwight Braxton dan Eddie Davis yang berhasil memaksanya bertarung hingga akhir. Mungkin Spinks merasa terlalu jaya di kelasnya. Jadi, mengapa tidak mencoba pada kelas yang lebih tinggi: kelas berat? Kebetulan ada lawan menggiurkan. Larry Holmes. Andai ia kalah, kekalahannya dijamin tak akan sangat memalukan. Sedang bila menang, namanya akan melejit setinggi langit. Perhitungan yang cerdik, memang. Mengapa Holmes menerima tantangan itu? Holmes waktu itu punya nama besar. Holmes hanya perlu satu kemenangan untuk bisa memeeahkan rekor Rocky Marciano, yang 49 kali bertanding dan tidak kalah. Pikir Holmes, satu kemenangan itu mudah diambilnya dari Mike. Ini bukan pertandingan pertama: kelas berat-ringan melawan kelas berat. Namun, selama ini para penantang terpuruk ke lembah kekalahan tanpa bisa bangkit lagi. Mike tak gentar. Di Las Vegas pula, 22 September 1985, Mike mempertaruhkan nasibnya. Holmes memang mulai lamban. Tapi bukan Holmes bila tak melemparkan pukulan-pukulan efektif. Sedang Mike tidak pernah berhenti bergerak. Ia merapat, menjauh, meliukkan tubuh menelengkan kepala. Holmes makin frustrasi. Pukulan-pukulannya lebih banyak menerpa angin. Dan Mike makin lincah menarinarikan kakinya yang besar tanpa tersaruk ring seperti waktu ia muda dulu. Detik-detik terasa lama sewaktu mereka menanti pengumuman para hakim. Dan satu kejutan terjadi: Mike menang. Holmes amat kecewa. Ia merasa sabuk juaranya dirampok. Maka, tiga bulan berikut mereka bertemu lagi di ring - dengan posisi terbalik tentu, Holmes-lah kini si penantang. Kali ini Mike betul-betul menutup harapan Holmes. Setelah itu, Mike mempertahankan gelarnya melawan Steffan Tangstad. Tak cukup terkenal petinju ini untuk kalangan petinju kelas berat. Dengan mudah Mike merontokkan Tangstad di ronde ke-4. Namun, sesudah itu kemelut terjadi. IBF mengharuskan Mike menghadapi Tony Tucker. Sementara sudah menyandang gelar juara kelas berat versi WBC dan WBA, Mike menolak. Sejumlah pengamat beranggapan Mike takut. Mike tak peduli gunjingan orang. Ia memilih melawan Gerry Cooney, andalan kulit putih. Sebuah pertarungan yang lebih memberinya gengsi dan uang ketimbang melawan Tucker. Di Atlantic City mereka sepakat bertemu. Cooney seorang raksasa. Memulai babak pertama Cooney menekan ganas. Pukulannya yang berat mengarah ke kepala Mike. Seperti melawan Holmes, Mike bergerak terus dan sesekali melayangkan jab, jurus andalannya. Tapi memasuki ronde kelima, Mike berubah. Ia tak mau lagi merenggang jarak. Mike malah memasuki ruang pukul, dan dengan kecepatan luar biasa ia memberondongkan pukulanpukulan pendeknya seperti rentetan peluru senapan otomatis. Di ronde itu pula Cooney menggelepar dan tak bangkit. Sekarang semua tahu, tak ada pertarungan yang lebih berarti selain mempertemukan kedua Mike: Spinks dan Tyson. Pembicaraan ke arah itu mulai dirintis. Mike (Spinks) punya promotor, manajer, dan sekaligus sahabat yang tak kalah licinnya: Butch Lewis. Dialah yang menguruskan segalanya. Kombinasi mereka berdua sering dijuluki The Great Team. Mereka bagaikan senyawa: dua Pribadi yang berbeda menjadi kombinasi yang kuat. Kata Butch, "Mike melakukan perkelahian dan aku membual untuknya." Mulanya rumit urusan ini. Butch semula berkeras tak hendak mempertarungkan Mike kecuali dipromotorinya sendiri. Setelah Donald Trump menyodorkan angka yang aduhai, barulah Butch melunak. "Tak ada yang bisa mengalahkan Tyson selain Spinks. Tak ada yang bisa mengalahkan Spinks selain Tyson," tulis Ring. Mike (Tyson) bersikap dingin saja menghadapi Mike yang lain. Persis seperti halnya ia menghadapi banyak petinju lain. "Saya bisa memberitahukan kepada Anda seratus cara untuk menang," kata Tyson. Spinks tak mau kalah, katanya, "Saya tak mau bertanding lebih lama melawan Tyson. Ia seorang pemuda yang kukuh, kuat, dan cepat. Saya juga tak mau berlari-lari mengitari ring." Agaknya Spinks sadar benar. Usianya, yang tanggal 22 Juli nanti genap 32 tahun, sudah cukup tua untuk menghadapi Tyson, yang baru akan berusia 22 tahun. Lebih lanjut ia menyebut rasa syukurnya dipandang sebagai underdog. "Seumur hidup saya memang underdog. Yang memandang saya bukan underdog menjadikan saya tak tenang." Selain itu, ia percaya bahwa setiap orang punya kelemahan, termasuk Tyson. Spinks dapat menang, tulis D'O'Brian di Ring, karena dia cerdik. Ia mudah mengubah gaya bertarungnya kapan saja, termasuk di tengah-tengah satu ronde. Kenyataannya, la selalu menggunakan sejumlah gaya yang berbeda untuk menghadapi lawan. Inilah yang membuatnya tampak canggung. Spinks taktikus yang cemerlang. Ia dapat membaca situasi jauh lebih cepat daripada kebanyakan petinju. Dan ia hampir selalu bereaksi tepat. Sementara itu, Tyson, di samping kelebihannya, kadang-kadang diserang frustrasi dan kehilangan konsentrasi. Itu dialaminya jika ia tak segera bisa meng-KO lawan, seperti terhadap James Tillis, Mitch Green, atau James Smith. Jika seorang petinju lamban macam Smith dapat memaksa Tyson memukul angin, bayangkan apa yang bisa dilakukan terhadap Spinks dengan naluri canda dan refleksnya. Spinks dapat menang karena ia merasa takut. Tidak kelewat takut tentu yang menyebabkannya tak bisa bertarung, tapi cukup dengan rasa takut biasa. Rasa takut yang serupa dengan sewaktu ia menghadapi Holmes, rasa takut yang memaksanya mengeluarkan segala kemampuan. Suasana begini tampaknya akan muncul kembali ketika ia berhadapan dengan Tyson. Dapat menang atau tidak, bagi Spinks, pertemuan dengan Tyson ini adalah pertarungannya yang paling berarti. Agaknya benar dugaan orang: pada pertarungan ini Spinks-lah yang lebih memerlukan Tyson. Bukan Tyson memerlukan Spinks.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus