Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Moralitas setelah aids, barangkali

Sutradara : adrian lyne cerita : james dreaden pemain : michael douglas, glenn close resensi oleh : goenawan mohamad.

25 Juni 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

FATAL ATTRACTION Sutradara: Adrian Lyne Cerita: James Dreaden Aktor: Michael Douglas, Glenn Close, Anne Archer SEORANG wanita tertarik kepada seorang pria, dan mengundangnya ke tempat tidur. Si pria, seorang bapak dan suami yang baik, terbujuk. Peristiwa itu hanya terjadi dua malam. Apa gerangan kira-kira akibatnya? Hanya beberapa tahun yang lalu, di Amerika Serikat, seorang pria terpelajar di kota besar akan terus berjalan di depan pertanyaan seperti itu. Seorang wanita karier , muda yang membaca majalah Vogue atau Cosmopolitan di kereta api menuju kantor juga akan berbuat sama. Keterpikatan sesaat adalah soal sesaat. Seks selintas adalah ibarat kembang api di malan ria: bisa mengesankan tapi tak akan mumbul terus. It' not a big deal. Tetapi tahun 1980-an adalah dasawarsa yang dirundung macam-macam - khususnya di bidang perkelaminan. Tuntunan yang permisif, yang serba memberi izin dan memaklumi, keleluasaan yang timbul karena pelbagai desakan nilai-nilai baru --juga perubahan posisi wanita sejak tahun 1960-an - tiba-tiba disemprit untuk sejenak setop. Pernah memang ada masanya ketika "etika Protestan" Amerika yang membenci kenikmatan badani diguncang oleh teriak protes anak-anak muda di tahun 1960-an. Itulah masanya ketika para rambut gondrong menikmati hidup sambil berbaring-baring di taman dan tepi jalan, sambil mengisap ganja. Itu adalah contoh bagaimana etika yang puritan - yang menganjurkan hemat dan kerja keras itu - telah berhasil membuahkan kemakmuran. Tapi kemakmuran pada gilirannya membawa mobil, fashion, iklan televisi, perjalanan, fotografi, musik riuh. Semua seakan-akan bisa didapat dengan cepat - dengan kartu kredit. Juga dengan hedonisme. Di tahun 1970, majalah Playboy pun laku sampai beroplah 6 juta. Majalah Cosmopolitan, buat cewek-cewek mandiri, tak kalah menonjol, dan tak putus-putusnya ia bercerita tentang teknik seks, parfum menantang, bujangan ganteng. Tak mengherankan di masa itu pula - masa yang belum lama berselang - di Paris si juita Catherine Deneuve dengan kalemnya menyatakan tak mau menikah sementara ia punya anak dari tiga lelaki. Wanita bisa hidup tanpa pria sebagai suami. Seks tanpa ikatan itu oke. Tapi kemudian datanglah herpes. Kemudian datanglah AIDS. Dan kemudian datanglah Fatal Attraction. Mungkin karena begitu cepatnya perubahan norma - dan juga kecemasan - yang berlangsung di Amerika kini, film ini sejenak memang bisa membingungkan. Setidaknya bagi saya. Bagaimana mungkin perzinahan sejenak di kota setak acuh New York bisa berakibat begitu eksplosif? Bagaimana mungkin si Alex dan si Dan begitu jadi repot ? Alex, dimainkan oleh Glenn Close, adalah wanita sendirian dengan karier yang mantap: ia seorang editor buku. Pada suatu pesta kantor, ia melihat pria itu, Dan (dimainkan oleh Michael Douglas), advokat dari perusahaan penerbitan tempat ia bekerja. Ia tertarik. Ia terpikat, apalagi ketika mereka bertemu dalam sebuah rapat kerja yang terpaksa diselenggarakan pada suatu Sabtu pagi. Hari itu seharusnya libur, rapat singkat, New York hujan, dan kesempatan terbuka. Alex dan Dan pergi minum. Lalu makan malam. Lalu disko. Lalu zinah. Pertemuan terjadi sekali lagi di hari Minggu. Mereka bercanda di Central Park, seperti dua anak muda yang baru menemukan getaran pertama. Mereka masak dan makan di rumah Alex, dengan anggur dan spageti dan musik petilan dari opera Madame Butterfly. Mereka kelon, mereka tidur. Yang tak disangka oleh Dan dan oleh kita, penonton, ialah bahwa Alex bisa begitu mengagetkan: ia berubah dari seorang wanita yang semula nampak mandiri menjadi seorang yang terganggu jiwanya oleh kehendak memiliki seorang pria yang belum begitu dikenalnya. Dari sini, cerita pun berkembang jadi semacam cerita ngeri. Kamera mulai meninggalkan ruang-ruang sibuk ke arah ruang-ruang kosong. Dunia sekitar seperti tersisih: Dan kemudian memang pindah ke sebuah rumah agak di luar kota. Ketegangan pun tertinggal, antara Alex yang mengancam bagaikan teror misterius dan Dan dan istrinya (dimainkan oleh Anne Archer) yang tenang dan menyenangkan di lain pihak. Klimaksnya pun tak jauh berbeda dengan puncak film hantu atau kekerasan: ada pekik, ada ledakan, ada darah. Dalam hal itu, Fatal Attraction akhirnya tak lebih dari sebuah film horor. Mungkin Sutradara Lyne, berdasar kan sebuah cerita tahun 1979, ingin berpesan bahwa di zaman AIDS ini seks gampangan bisa punya efek yang tak dapat disepelekan. Ia bermula seakan-akan dengan niat membuat sebuah drama percintaan atau rumah tangga. Tapi ia tak menyentuh hati: tokoh Alex, yang tragis, hadir sebagai tokoh yang tak membuat kita merasakan ketragisannya. Glenn Close bermain bagus sekali - kita tak akan teringat bahwa ia pernah bermain sebagai ibu yang kukuh dalam The World According to Garp tapi berada dalam posisi yang tak menghendaki empati maupun simpati. Di dunia, tempat wanita sering jadi sang korban - karena ia, dalam suatu affair, tak cuma membawa tubuhnya, tapi juga hatinya --Sutradara Lyne justru menampilkan bahwa si laki-laki dan rumah tangganyalah yang merupakan korban. Ataukah ini yang akan dikatakan oleh Fatal Attraction dan moralitas Amerika setelah AIDS? Bahwa penyelewengan punya risiko yang gawat, tapi yang lebih harus ditolak adalah gangguan kepada ketenteraman rumah tangga? Nampaknya film ini - yang banyak dibicarakan di Amerika - mungkin memang sebuah cerminan dari perubahan nilai yang belum mantap. Fatal Attraction seakan hendak kembali ke nilai yang lama, bahwa seks tak bisa dianggap mainan, bahwa zinah itu (bisa) salah, tapi pada saat yang sama, ia tak menampilkan bagaimana bisa menggetarkannya kesetiaan. Ia bukan jenis cerita yang sampai lama dikenangkan. Goenawan Mohamad

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus