Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Si Kecil yang Cepat Berkembang

Minat pasien terhadap terapi akupunktur di rumah sakit ini semakin besar. Dokternya ingin mengembangkan subspesialis.

10 Agustus 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HANYA ada satu ruangan dengan satu tempat tidur di ruang praktek dokter akupunktur di Rumah Sakit Metropolitan Medical Centre (MMC), Kuningan, Jakarta Selatan. Kendati begitu, sudah cukup lama, sepuluh tahun, MMC menyelenggarakan terapi jenis ini.

Praktek akupunktur diadakan setiap hari, dari Senin sampai Sabtu. Dua dokter, Pramono dan Shinta, bergantian buka praktek di ruang kecil itu. Di rumah sakit yang mulanya merupakan tempat praktek kelompok dokter spesialis itu, akupunktur adalah unit yang berdiri sendiri. Namun, dalam perkembangannya, bagian yang belum terintegrasi ini banyak dirujuk oleh bagian lain di MMC juga.

Nyeri, sakit kepala, penyakit neurologi (saraf), stroke, kelumpuhan wajah, dan banyak lagi gejala penyakit yang biasa diatasi akupunktur. Ya, aku­punktur berkhasiat mengatasi migrain atau sakit kepala yang tak kunjung sembuh. Tapi ia tetap bukan terapi untuk semua jenis penyakit. Pramono menyebut salah satunya: penyakit yang disebabkan oleh infeksi. ”Kalau infeksi, ya tetap pakai antibiotik,” kata alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Sebelas Maret, Solo, 1997 ini.

Kini, setiap harinya, unit akupunktur MMC melayani sekitar sepuluh pasien. Ini merupakan sebuah kemajuan karena sebelumnya akupunktur belum diintegrasikan dengan rumah sakit. Namun kini sudah ada spesialisnya, sudah ada kolegiumnya di organisasi Ikatan Dokter Indonesia, sehingga makin banyak pasien yang datang.

Sebelumnya, masyarakat awam tak banyak tahu bahwa akupunktur sudah ada spesialisnya dan diakui sebagai terapi medis. Pramono menyadari, selama ini banyak orang yang menganggap tusuk jarum adalah terapi tradisional nonmedis. Orang yang memberikan terapi biasanya sinse—bukan dokter.

Namun, berkat sosialisasi yang gencar, masyarakat pun makin melek akupunktur medis. Terapi ini kini menjadi salah satu pilihan orang. Terlebih di dunia medis pengembangannya juga makin luas. Walhasil, kata Pramono, makin banyak dokter spesialis lain yang merujuk pasiennya untuk diberi te­rapi penunjang berupa akupunktur.

Ini tak lepas dari semakin banyak bukti bahwa, dengan akupunktur, keluhan pasien bisa ditangani. Pramono memberikan contoh kasus nyeri leher spondilo artosis. Ada penderita yang sudah lama diterapi dengan berbagai obat, namun keluhannya tak juga hilang. ”Barulah setelah menjalani akupunktur, bisa membaik,” katanya. Ada pula pasien koma, lumpuh, dan stroke. Selain ditangani bagian saraf, mereka dirujuk ke akupunktur sebagai terapi penunjang pengobatan utama.

Memang, ini bukan berarti semua dokter dengan mudah menerima terapi tersebut sebagai penunjang pengobatan konvensional. Pramono mengakui masih ada saja yang resisten. Maka, selain memperkenalkan ke masyarakat umum, para dokter spesialis akupunktur mensosialisasi terapi ini ke kalangan dokter.

Selama ini pihak MMC belum menjalin kerja sama dengan negara lain yang dikenal memiliki banyak ahli akupunktur, seperti Cina. Namun Pramono dan rekannya kerap menghadiri seminar atau kursus singkat di negara itu—yang sifatnya pribadi, bukan lembaga.

Memang, kata Pramono, secara teori, ilmu akupunktur di Cina hampir sama. Namun mereka lebih berpengalaman, sehingga bisa berbagi dengan spesialis akupunktur dari negara lain. Di Cina, dokter spesialis akupunktur pun sudah dibagi-bagi ke subspesialis. Ada yang Barat, tradisional, herbal, dan sebagainya. Mungkin nantinya Indonesia juga akan sampai ke sana.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus