Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Lelaki dan Kerbau Toraja

Lebih dari sekadar binatang peliharaan, kerbau adalah simbol tumpangan si mati menuju surga. Binatang itu juga sumber kebanggaan keluarga.

25 Juli 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI Toraja, laki-laki dan kerbau adalah paduan yang unik. Sang tedong atawa kerbau amat dimanja. Ia diberi minum madu sebotol sehari, dimandikan saban hari di sungai, dan setiap jengkal kulit tebal si kerbau disikat menggunakan sampo. ”Biar mengkilap dan melo (cantik) dia,” kata Anton, pa’ kambi atau penjaga kerbau, di Batutumonga, Toraja.

Tedong ini bermotif belang. Istilahnya saleko, motif yang paling mahal. ”Yang ini sekitar Rp 180 juta. Belum kami lepas,” kata Anton. Harga itu bisa kian tinggi jika tedong tersebut menjadi incaran untuk dikorbankan dalam upacara pemakaman (rambu solok). ”Bisa sampai Rp 300 juta,” kata Anton.

Setiap detail fisik kerbau, warna, dan motif belang punya arti khusus. Begitu pula bentuk tanduk: mendatar, melengkung ke atas atau ke bawah, semua bermakna. Ada yang membawa rezeki, ketenaran, atau kedamaian. ”Setiap upacara punya kebutuhan kerbau spesifik,” kata Aras Parura, 46 tahun. Itu sebabnya, informasi tentang kerbau amat berharga. ”Ada honor Rp 500 ribu untuk setiap informasi bahwa di daerah A ada kerbau yang dibutuhkan keluarga X,” kata Aras.

Kerbau memang bukan sekadar soal harga. Dia sumber kebanggaan dan pamor sang pemilik. Lihatlah Rimba, warga Sa’dan To’barana, pemilik Batto’ Tarak, yang berarti lelaki pemukul. Kerbau ini petarung yang supergigih. Dia pemenang di 32 acara tedong pasilagan (tarung kerbau). ”Tak pernah sekali pun dia kalah,” kata Rimba bangga, ”sampai akhirnya dia mati terhormat di tangan manusia.” Tahun lalu dia jadi persembahan dalam upacara rambu solok, menjadi simbol kendaraan si mati menuju surga. Profil tegar Batto’ Tarak kini diabadikan dalam sebuah lukisan.

Tedong pasilagan selalu menyertai ritual upacara. Arena digelar di lapangan dekat tongkonan (rumah adat) tempat upacara. Menjelang sore, setelah ritual teknis pemakaman sepanjang pagi dan siang, ribuan orang mendatangi arena. Di sanalah tedong-tedong, milik tuan rumah dan tamu upacara, diadu. Aturan mainnya sederhana: kerbau yang lebih dulu berlari meninggalkan arena dinyatakan kalah.

Laga kerbau tak selalu sukses. Ada kalanya kedua kerbau ogah bertanding. Mereka saling pandang dan bahkan ada yang berciuman. Seruan kecewa penonton tak sanggup mengubah mood kerbau. Kalau sudah begini, pemain segera diganti dengan kerbau petarung berikutnya.

Arena bakal gegap-gempita jika kedua kerbau bertarung sama-sama agresif. Sore itu, dalam upacara pemakaman ibunda Frederick Batong, Tanjunglipu, akhir Juni lalu, yang menjadi bintang adalah Jack Tondon dan Badai Mahakam. Prak… prak… prak…! Tiga kali tanduk beradu keras. Badai jatuh terguling. Pertandingan terus berlangsung sampai akhirnya Badai lari dan menyerah kalah. Bagi sang pemenang, otomatis harga kerbau melambung sampai dua tiga kali lipat.

Bursa taruhan amat meriah. Ada 5-6 bandar yang mengumpulkan rupiah dari para pengunjung yang ingin bertaruh. ”Lumayan. Kalau menang bisa dapet Rp 2-3 juta untuk setiap pertandingan,” kata seorang bandar. ”Taruhan kelas eceran,” kata Upin, salah satu bandar di pinggir arena. Taruhan kelas kakap juga ada. Biasanya yang bertaruh adalah tetamu VIP, seperti bangsawan lokal, bupati, gubernur, atau pengusaha dari Jakarta. ”Sssttt..., untuk Badai Mahakam, ada yang bertaruh kunci mobil,” kata Upin. ”Taruhan ayam jago saja bisa sampai Rp 50 juta, kok. Pasar taruhan tedong bisa 100-150 juta.”

Kebenarannya? Entahlah. Tak ada yang mau blakblakan kepada saya soal taruhan kelas kakap ini. Yang pasti, kerbau punya tempat tersendiri di hati para lelaki Toraja. Mereka bisa terkesiap, mata terbelalak kagum, saat ada tedong melo lewat. ”Nona cantik lewat malah dicuekin, ha-ha-ha...,” kata Bora Parura, istri Aras.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus