Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Aset Membeludak Pemungut Pajak

Meski tunjangan kinerja pegawai pajak tinggi, nilai kekayaan Rafael Alun Trisambodo dalam LHKPN-nya dinilai tak masuk akal.

27 Februari 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Rafael Alun Trisambodo saat masih menjabat sebagai Kepala Bagian Umum Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Selatan. Dok Facebook/KPP PMA DUA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Kekayaan pegawai pajak Rafael Alun Trisambodo dianggap tak masuk akal.

  • Menteri Keuangan Sri Mulyani meminta publik melaporkan pegawai Kemenkeu yang melanggar integritas.

  • Tunjangan kinerja tinggi pegawai pajak tak menjamin sikap antikorupsi.

JAKARTA - Kekayaan Rafael Alun Trisambodo terus menjadi sorotan publik. Pria yang terakhir menjabat eselon III di Direktorat Jenderal Pajak (DJP)—sebelum dicopot oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati—itu, seperti tercatat di laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) 2021, memiliki harta Rp 56 miliar. Jumlah itu naik 27,8 persen dari kepemilikannya pada 2018, yang sebesar Rp 44,08 miliar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nominal kekayaan Rafael itu jauh melampaui Direktur Jenderal Pajak, Suryo Utomo, yang "hanya" Rp 14,45 miliar. Nilai harta bekas Kepala Bagian Umum Kantor Wilayah DJP Jakarta Selatan II itu bahkan mendekati aset Sri Mulyani, eks direktur pelaksana Bank Dunia, Rp 58 miliar. Tak pelak, jumlah kekayaan Rafael membuat publik bertanya-tanya mengenai sumber harta tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) menilai jumlah aset Rafael tersebut sangat fantastis untuk pejabat selevel eselon III. Berdasarkan simulasi Fitra, pejabat eselon I DJP, seperti Suryo Utomo, dengan gaji pokok Rp 5,2 juta dan tunjangan kinerja Rp 117,3 juta pun membutuhkan waktu kurang-lebih 30 tahun untuk mendapatkan harta Rp 56 miliar. Itu pun dengan catatan, selama rentang waktu tersebut, gaji dan tunjangan kinerja yang diterima ditabungkan.  

Adapun pejabat eselon III dengan gaji pokok Rp 4,7 juta dan tunjangan kinerja Rp 46,4 juta membutuhkan waktu hampir 98 tahun untuk mencapai nominal Rp 56 miliar. "Tentu ini tidak masuk akal. Sulit diterima nalar sehat," ujar Sekretaris Jenderal Fitra, Misbah Hasan, kepada Tempo, akhir pekan lalu.

Pegawai menerima pelaporan LHKPN di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta. TEMPO/Imam Sukamto

Berdasarkan data LHKPN Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), harta Rafael didominasi oleh kepemilikan 11 bidang tanah dan bangunan yang nilainya Rp 51,9 miliar. Selain itu, ada alat transportasi Toyota Camry keluaran 2008 senilai Rp 125 juta dan Toyota Kijang produksi 2018 Rp 300 juta, harta bergerak lainnya Rp 420 juta, surat berharga Rp 1,5 miliar, kas Rp 1,3 miliar, serta harta lainnya Rp 419 juta.

Terungkapnya kekayaan Rafael bermula dari kasus penganiayaan yang dilakukan oleh putranya, Mario Dandy Satriyo, 20 tahun, terhadap David Latumahina, 17 tahun, awal pekan lalu. Di media sosial, Mario kerap memamerkan Jeep Rubicon dan Harley-Davidson, kendaraan bermotor mewah yang tak ada dalam LHKPN Rafael.

Menteri Sri Mulyani kemudian memerintahkan Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan memeriksa kewajaran harta pegawai DJP tersebut. Pada saat yang sama, Sri juga mencopot Rafael dari tugas dan jabatannya. Tak lama setelah pengumuman pencopotan itu, Rafael menulis surat terbuka bermeterai mengenai pengunduran dirinya sebagai pegawai negeri pajak, tapi Direktorat Jenderal Pajak menyatakan belum menerima surat pengunduran diri tersebut.

Rafael sempat menyatakan Jeep Rubicon dan Harley-Davidson yang kerap dipamerkan Mario bukanlah miliknya. Namun, sepanjang akhir pekan lalu, di media sosial berseliweran sejumlah tangkapan layar foto dari akun media sosial anggota keluarga Rafael. Dalam foto-foto itu, terlihat sederet koleksi jip dan sepeda motor besar yang disebut-sebut disimpan di kediaman Rafael. Beberapa unggahan memperlihatkan Rafael berfoto di antara kendaraan tersebut.

Sejak kasus Rafael mencuat, Sri Mulyani menyatakan akan memperketat pengawasan dan pemeriksaan terhadap kekayaan anak buahnya. Ia meminta bantuan masyarakat untuk mengawasi integritas dan tingkah laku seluruh jajaran Kementerian Keuangan. "Agar mereka tetap setia terhadap janji dan sumpah jabatan, menjaga integritas, dan tidak melakukan tindakan yang melanggar aturan. Termasuk konflik kepentingan dan memperkaya diri sendiri maupun pihak lain dengan melanggar aturan," kata Sri Mulyani.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak, Neilmadrin Noor, mengatakan pemeriksaan kepemilikan harta kekayaan Rafael tengah dilakukan Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan. Pemeriksaan itu dibantu oleh Direktorat Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya Aparatur (KITSDA) sebagai unit kepatuhan internal DJP. "Mereka bekerja sama dengan Inspektorat Jenderal Kemenkeu mengklarifikasi dan meminta keterangan para pegawai lainnya untuk melihat kewajaran kepemilikan hartanya," ujar Neil.

Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi Ali Fikri menyampaikan keterangan terkait rencana pemanggilan Rafael Alun Trisambodo di Gedung KPK Merah Putih, Jakarta, 24 Februari 2023. ANTARA/Reno Esnir

Para Miliarder dari Korps Pajak

Pasca-keriuhan soal harta Rafael itu pula, media sosial diwarnai dengan data harta kekayaan sejumlah pejabat Kementerian Keuangan berdasarkan LHKPN. Suryo Utomo dan Sri Mulyani tak terkecuali. Tempo pun menelusuri laporan harta kekayaan sejumlah pejabat di Direktorat Jenderal Pajak. Berdasarkan penelusuran tersebut, Tempo mencatat harta kekayaan para kepala kantor wilayah pajak rata-rata berjumlah di bawah Rp 10 miliar. Secara jabatan, para kepala kantor wilayah adalah pejabat eselon II, dengan tunjangan kinerja sebesar Rp 56-81 juta per bulan.

Meski begitu, ada beberapa pejabat pajak yang memiliki kekayaan lebih dari Rp 10 miliar. Misalnya, kekayaan Kepala Kantor Wilayah DJP Jawa Barat II, Harry Gumelar, yang pada 2021 tercatat mencapai Rp 30,8 miliar, naik sekitar Rp 12,8 miliar (71,49 persen) dari jumlah harta kekayaannya pada 2018, Rp 18 miliar. Akumulasi nilai kekayaan Harry pada LHKPN 2021 berasal dari penambahan lima bidang tanah dan bangunan di lima lokasi, enam unit kendaraan bermotor, kenaikan nilai harta bergerak lainnya, surat berharga, kas dan setara kas, serta harta lainnya.

Harry menjabat kepala kantor pajak yang wilayah kerjanya mencakup Bekasi, Bogor, Depok, Cikarang, hingga Subang, Indramayu, dan Cirebon pada 2021. Sebelumnya, ia adalah Direktur Transformasi Teknologi Komunikasi dan Informasi serta Direktur Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya Aparatur di kantor pusat Direktorat Jenderal Pajak.

Pejabat eselon II DJP lainnya yang juga punya catatan harta menonjol adalah Kepala Kanwil DJP Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara, Max Darmawan. Harta kekayaan Max, berdasarkan LHKPN 2021, mencapai Rp 16,1 miliar, naik 28,89 persen dibanding pada 2018 yang sebesar Rp 12,5 miliar. Kenaikan nilai kekayaan Max, seperti dilaporkan pada LHKPN 2021 bersumber dari 11 bidang tanah dan bangunan, satu unit mobil, kenaikan nilai harta bergerak lainnya, surat berharga, kas dan setara kas, serta harta lainnya. Pada 2022, Kalimantan Timur menjadi satu penyumbang penerimaan pajak tertinggi, dengan nilai mencapai Rp 31,93 triliun, tumbuh 73,2 persen dari tahun sebelumnya.

Kemudian, ada Kepala Kanwil DJP Jawa Timur III, Agustin Vita Avantin, yang harta kekayaannya berdasarkan LHKPN 2021 mencapai Rp 11,4 miliar. Jumlah itu naik 43,73 persen dari kekayaan pada 2018, yang sebesar Rp 7,9 miliar. Penambahan nilai harta Agustin pada LHKPN 2021 berasal dari 16 bidang tanah dan bangunan, 7 unit kendaraan, penambahan kas dan setara kas, serta harta lainnya. Pada April 2022, Sri Mulyani memindahkan Agustin ke Kanwil DJP II Jawa Timur. Sebelumnya, ia pernah menjabat kepala beberapa kanwil DJP di Indonesia timur, Kepala Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal wilayah II dan V, dan beberapa jabatan lain.

Dari kantor pusat DJP, pejabat yang kekayaannya mencapai belasan miliar antara lain Sekretaris Direktorat Jenderal Pajak, Peni Hirjanto, Rp 12,6 miliar; serta Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat, Neilmaldrin Noor, Rp 12,5 miliar. Dibanding para pejabat teras Ditjen Pajak ini, aset Rafael, yang merupakan pejabat eselon III, jauh lebih besar. 

Data LHKPN mutakhir para pejabat DJP yang tersedia pada situs e-LHKPN Komisi Pemberantasan Korupsi itu rata-rata merupakan laporan pada 2021. Fakta ini mengkonfirmasi kabar yang beredar bahwa ada lebih dari 13 ribu pegawai di lingkungan Kementerian Keuangan yang belum melaporkan harta kekayaannya lewat LHKPN. Juru bicara Kementerian Keuangan, Yustinus Prastowo, menyatakan, memang sebanyak 43,13 persen pegawai di sana belum menyetor LHKPN periode 2022. Namun, kata Yustinus, proses pelaporan itu hingga kini masih terus berlangsung hingga batas akhir pelaporan, yakni pada 31 Maret mendatang.

Tunjangan Besar, Target Tinggi

Para pejabat di DJP memang mendapat penghasilan besar, yang diperoleh dari gaji dan tunjangan kinerja. Kendati gaji pokok pegawai pajak sama dengan PNS lainnya, tunjangan yang diberikan berbeda. Sebab, pegawai pajak diberi remunerasi atau gaji yang lebih tinggi sebagai bentuk ganjaran terhadap tingginya angka harapan pemerintah dalam mengoptimalkan penerimaan pajak. 

Dalam daftar nominal tunjangan kinerja pegawai negeri Pajak berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 37 Tahun 2015, disebutkan bahwa pejabat tertinggi, yaitu eselon I, mendapat Rp 117,3 juta. Sementara itu, yang terendah, yaitu level pelaksana, sebesar Rp 5,3 juta. Tapi, karena ada ketentuan dalam Perpres Nomor 96 Tahun 2017, pejabat eselon I berpeluang membawa pulang tunjangan kinerja 30 persen lebih tinggi hingga Rp 152 juta. Sedangkan yang paling rendah dapat mengantongi tunjangan Rp 6,9 juta.

Tunjangan kinerja yang tinggi menjadi strategi pemerintah untuk bisa meningkatkan kesejahteraan pegawai negeri. Dengan demikian, diharapkan para pegawai pelat merah terhindar dari perilaku korupsi. Hal ini merupakan gagasan Sri Mulyani ketika ia turut terlibat dalam diskusi pembentukan KPK di awal 2000-an. Saat Sri Mulyani menjadi Menteri Keuangan pada 2005, ia menjalankan program reformasi dengan target menggenjot penerimaan negara dari dua institusi: Ditjen Pajak dan Ditjen Bea dan Cukai. Dengan keuangan negara yang sehat, lewat peningkatan penerimaan, pemberian tunjangan kinerja kepada pegawai negeri pun memungkinkan dilakukan. 

Meski demikian, Tempo mencatat Direktorat Jenderal Pajak belum benar-benar bersih dari kasus korupsi. Sulit melupakan kasus korupsi Gayus Tambunan pada 2010-2011. Kala itu, Gayus, yang masih PNS golongan IIIA, memiliki kekayaan mencapai Rp 100 miliar. Kemudian, pada 2013, pegawai Ditjen Pajak, Dhana Widyatmika, divonis 10 tahun penjara karena terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang dan pemerasan kepada sejumlah perusahaan. Pada awal 2022, pejabat Ditjen Pajak, Angin Prayitno, divonis sembilan tahun penjara setelah menerima suap dan gratifikasi senilai Rp 50 miliar dari tiga perusahaan, yaitu PT Jhonlin Baratama, PT Gunung Madu Plantations, dan PT Bank Pan Indonesia (Panin). Kasus Angin juga menyeret pegawai pajak lainnya, Wawan Ridwan dan Alfred Simanjuntak. 

Pengajar pada Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, mengatakan gaji dan tunjangan kinerja yang tinggi bukan variabel tunggal dalam pencegahan korupsi. Hal itu terbukti dari kasus para pegawai pajak beberapa waktu terakhir. Ia mengatakan upaya pencegahan korupsi harus didorong pengawasan dan penegakan hukum.

Pada kasus Rafael, Herdiansyah menyoroti para penegak hukum—baik KPK maupun Kejaksaan Agung—yang tidak segera bergerak menelusuri laporan transaksi mencurigakan pejabat pajak itu sejak dulu. Padahal Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dikabarkan telah melaporkan adanya transaksi mencurigakan sejak 2012. "Kesimpulannya, tukin tinggi juga harus berjalan linear dengan pengawasan dan penegakan hukum. Tanpa itu, kejadian serupa akan terus berulang," kata Herdiansyah.

CAESAR AKBAR | PRAGA UTAMA | ANDRY TRIYANTO

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus