STAF redaksinya terus bertahan di mesin ketik masing-masing
seperti biasa tiap malam. Keesokan paginya, tidak seperti biasa,
karya mereka sampai sekian iaja disintuh matahari. The Times
membreidel dirinya sendiri 30 Nopember.
Koran Londo yang berusia 193 tahun itu akan berhenti terbit
sampai waktu yang tidak ditentukan bersama Sunday Times dan tiga
penerbitan lainnya dalam kelompok mereka. Manajemen Times News
paper Ltd. memilih cara demikian guna mengakhiri konfrontasinya
dengan kaum buruh sejak April. Ini merupakan sengketa buruh
manajemen terburuk di Fleet Street, pusat persuratkabaran
Inggeris.
Parlemen yang 850 dari semua anggotanya membaca The Times
mengadakan sidang darurat selama tiga jam. Mereka menanggapi
kemungkinan lenyapnya koran yang sangat berprestise di
masyarakat Inggeris.
Koran itu pernah hampir mati karena rugi. Tahun 1966, Lord
Thomson, hartawan yang memegang paspor Kanada membelinya untuk
menyelamatkannya. Lord ini juga mempunyai banyak cabang usaha,
antara lain bisnis perjalanan, selain menjadi raja koran. The
Times adalah prestise baginya. Tiada keberatan baginya
menginjeksi puluhan juta dollar. Tapi sesudah Thomson meninggal
dunia dua tahun lalu, anaknya Kenneth yang mengambil oper
pimpinan perusahaan bertekad menyetop kerugian itu. Antara lain
dia ingin memakai teknologi baru yang padat modal. Redaksi mau
dilengkapinya dengan alat komputer, mempercepat proses kerja
sampai ke percetakan. Sistim komputer itu sudah ditrapkan orang
di negara maju lainnya sedari tahun 1960-an. Koran-koran Fleet
Street belum bisa memakainya. Kelompok Times malah sudah
memiliki alat komputer selengkapnya tapi menganggur saja selama
18 bulan terakhir. Dengan teknik produksi mutakhir ini, banyak
tenaga kerja di bagian linotype dan opmak yang menggunakan timah
cara lama akan tersingkir. Kaum buruh selalu menentang rencana
modernisasi ini tapi makin galak menuntut kenaikan upah. Pihak
majikan terakhir ini terpaksa mengadakan 69 perjanjian dengan 54
kelompok buruh di situ. Namun masih saja terjadi pemogokan
mendadak secara liar yang memang menjadi penyakit umum di Fleet
Street selama 10 tahun ini.
Selama ini para majikan di sana bersedia mengulur supaya koran
tetap terbit. Tapi pekan lalu, Thomson Newspaper rupanya
mengambil risiko untuk mengakhiri penyakit buruh itu "sekali
untuk selamanya." Manajemennya masih membuka kesempatan
berunding. Karyawannya yang berjumlah hampir 4300 akan tetap
digajinya sampai dua minggu saja, meliputi sekitar $ 2 juta.
Sesudah itu, kata manajemen, terserah.
The Times dengan oplah sedikit di atas 290.000 mulai beruntung
tahun ini sesudah sekian lama rugi. Ada harapannya untuk hidup
jika tidak diganggu pemogokan mendadak. The Sunday Times, juga
bila tidak dirongrong buruh, mencetak uang terus dengan oplah
hampir 1,4 juta. "Sekitar 90% dari waktu manajemen habis untuk
menyelesaikan sengketa perburuhan saja. Tak banyak lagi waktu
kami bersisa untuk mengatur bisnis dan membikin rencana
pengluasan," keluh general manager Dugal Nisbet-Smith dari
kelompok Times ini.
Jika akan terbit kembali, manajemennya tampak ingin terlebih
dulu meminta jaminan National Graphical Association yang
mewakili berbagai kelompok buruh supaya menghentikan segala
pemogokan liar, mematuhi perjanjian, dan menerima teknologi
modern. Kasus ini sedang diuji. Hasilnya akan berpengaruh pada
semua kelompok koran di Fleet Street yang juga ingin beralih ke
sistim komputer.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini