Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Sejumlah desa wisata bisa menjadi pilihan untuk mengisi libur Lebaran.
Desa Penanggal menawarkan berfoto di bawah air hingga kamping di pinggir kolam.
Desa Lerep di Ungaran Barat, Kabupaten Semarang, menyajikan wisata alam, kuliner, dan edukasi.
Air mengalir deras melalui lubang-lubang saluran air di kolam tampung Tirtosari View, Desa Penanggal, Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lumajang, Jumat siang, 15 April 2021. Berlatar belakang hektaran hutan bambu, air yang mengisi pemandian alam itu berasal dari sumber mata air di balik perbukitan hutan bambu ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tepat di bawah rumpun bambu tak jauh dari kolam tampung, ada sebuah empang dengan airnya yang jernih sedalam dada orang dewasa. Dasar empang tersebut berupa pasir dan bebatuan. Puluhan ikan koi berwarna-warni mempercantik keberadaannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tak lebih dari 10 anak tampak asyik bermain di kolam dangkal berwarna kebiruan itu. Orang tua mereka menjaga dan mengawasi dari pinggir kolam. Jumat siang itu, pancaran sinar matahari cukup terik. Tak mengherankan jika anak-anak itu begitu betah berendam dalam kesegaran air sumber tersebut.
Tirtosari View ini merupakan salah satu obyek wisata yang ada di Desa Penanggal. Ada beberapa tempat menarik lain di desa tersebut, antara lain De Kalipo, sebuah kafe dengan nuansa hutan dan alam, serta Tubing River atau kegiatan mengarungi sungai dengan menggunakan ban. Lokasinya berada di Dusun Womosari.
Tubing atau susur sungai dengan menggunakan ban karet. Istimewa
Ada juga wisata religi di Dusun Wonosari, Desa Penanggal, yakni makam prajurit Mataram. Warga setempat menyebutnya makam Mbah Cokro. Konon, Mbah Cokro ini yang "mbabat alas", cikal bakal permukiman warga Desa Penanggal saat ini. Pada hari-hari tertentu, makam tersebut dikunjungi para peziarah.
Desa Penanggal juga mempunyai atraksi wisata berupa ritual Ruwat Air dan Sedekah Desa. Kedua atraksi wisata ini digelar setiap tahun pada bulan Suro. Ritual ruwat air ini merupakan tradisi masyarakat Jawa sebagai doa bersama untuk kelestarian sumber air di desa tersebut. Salah satu atraksinya adalah membuang ayam yang kemudian diperebutkan warga setempat.
Adapun atraksi wisata Sedekah Desa digelar di Balai Desa Penanggal. Kegiatan ini melibatkan ratusan warga desa setempat. Kegiatannya berupa konvoi jalan kaki atau arak-arakan warga setempat yang membawa hasil bumi di sepanjang jalan desa menuju Balai Desa. Pada akhirnya, hasil bumi tersebut kemudian diperebutkan oleh warga masyarakat desa setempat.
Acara Sedekah Desa di Desa Penanggal sebelum pandemi Covid-19 merebak. Istimewa
Sekretaris Desa Penanggal, Amin, mengatakan keberadaan sumber mata air di Tirtosari ini sebenarnya sudah lama. "Sebelumnya, sekitar 2004 atau 2005 dikelola oleh Kelompok Pelestari Sumber Air (KSPA)," kata dia. Dua tahun kemudian, mulai ada intervensi dalam anggaran. "Ada beberapa anggaran dari pemerintah, lalu dibangun semacam bendungan dan pemandian."
Dalam perkembangannya, masyarakat menangkapnya sebagai potensi wisata dan mengelolanya. "Keberadaan Tirtosari ini kemudian menjadi potensi. Dari yang sebelumnya pengunjung tidak ditarik tiket masuk, kemudian mulai ditarik tiket," kata Amin.
Pada 2014, ada aturan pembentukan Kelompok Sadar Wisata. "Sudah ada kepengurusan, kemudian tata kelolanya semakin diperbaiki. Mulai profesional." Pada September 2019, mereka meluncurkan spot foto di bawah air. "Wahana ini ternyata banyak diminati dan menarik jumlah pengunjung hingga akhirnya booming," kata dia.
Harga tiket masuk ke lokasi ini sangat terjangkau. Hanya dengan tarif Rp 5.000 per kepala, pengunjung bisa menikmati segarnya berendam di pemandian ini. Di spot foto underwater, pengunjung juga bisa berfoto di dalam air. Ada seorang petugas khusus yang disiapkan untuk melayani pemotretan dengan tarif Rp 5.000 untuk setiap pemotretan.
Spot foto Underwater di Tirtosari View.Istimewa
Selain itu, pengunjung bisa camping di pinggir kolam hingga mengikuti outbound. Untuk camping di pinggir kolam, tarif per orang Rp 60 ribu, sudah termasuk sarapan serta barbeku. "Satu tenda isi dua orang." Di dalam area Tirtosari View juga ada Cafe Warna-warni yang menyediakan aneka makanan dan minuman yang buka hingga pukul sepuluh malam.
Dalam paket outbound, peserta mendapatkan beragam edukasi, misalnya edukasi anggrek dari warga yang membudidayakannya hingga menanam padi. "Para peserta akan diajarkan langsung bagaimana cara menanam padi hingga membajak sawah dengan menunggang kerbau," kata dia. Fasilitatornya adalah warga setempat yang telah mempunyai sertifikat untuk itu.
Pengelolaan Tirtosari View memang melibatkan masyarakat desa, seperti Karang Taruna, hingga RT dan RW dalam pengelolaan obyek wisata di desa wisata itu. Mereka dibayar secara profesional. Mereka mengusung jargon "Wisata Alam Wisata Amal". Hasil pengelolaan wisata ini dikembalikan lagi ke masyarakat dalam bentuk santunan kematian, yatim-piatu, honor guru ngaji, guru sukarelawan, hingga kegiatan keagamaan untuk semua agama.
Tradisi ritual Ruwat Air di Tirtosari View, Desa Penanggal, Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lumajang. Istimewa
Menurut Amin, semua potensi wisata di Desa Penanggal ini mulai terangkat dalam dua hingga tiga tahun terakhir. "Pada awal pengelolaan langsung ada jeda panjang karena pandemi Covid-19," ujarnya. Baru setahun terakhir ini obyek wisata itu dibuka dengan pembatasan dan pemberlakuan protokol kesehatan.
Untuk mengenalkan wisata yang relatif baru ini, mereka tak putus-putus mempromosikannya lewat media sosial hingga media arus utama. "Karena menyangkut pengembangan, kami juga melibatkan praktisi serta para ahli di bidang pengelolaan pariwisata," kata Amin.
Mereka juga secara berkala meminta pendampingan tenaga ahli pariwisata dari sejumlah universitas atau perguruan tinggi di Jawa Timur.
* * *
Suasana Desa Lerep, Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang, tak jauh berbeda dengan perkampungan lain di Lereng Gunung Ungaran. Akses jalannya diwarnai tanjakan dan turunan. Sedangkan di sisi timurnya terlihat pemandangan dataran rendah di bawahnya.
Desa Lerep tak jauh dari pusat Kota Ungaran. Aksesnya juga cukup mudah dan bisa ditempuh dalam lima menit dari jalan utama Kabupaten Semarang.
Sejak 2016, kampung tersebut menjadi desa wisata. Ide membentuk desa wisata berawal dari banyaknya pengunjung ke sana. Wisatawan itu bahkan menginap di Lerep, yang sebelumnya bukanlah desa wisata. "Awalnya ada tamu dari luar pernah menginap, datang ingin menikmati suasana perdesaan," kata Ketua Desa Wisata Lerep, Susiyanto, pada Ahad, 17 April 2022.
Pemerintah Desa Lerep lalu bergerak mengelola dan mengembangkan potensi itu. Pada 2017, mereka mengikuti lomba desa wisata tingkat Jawa Tengah di Kabupaten Magelang. "Kami meraih gelar juara umum lomba desa wisata tingkat Jawa Tengah," ujar Susiyanto.
Aktivitas membuat hasil olahan pertanian di Desa Wisata Lerep. lerepdesawisata.com
Menurut dia, penilaiannya adalah konsep dan strategi pengembangan desa wisata. Belum melihat potensi wisata dari masing-masing peserta. Selepas menjuarai lomba tersebut, mereka membentuk kelompok sadar wisata atau pokdarwis di Desa Lerep. "Semenjak itu, kami langsung berbenah melengkapi apa saja yang dibutuhkan menjadi desa wisata."
Pengurus Desa Wisata Lerep bersama pokdarwis lantas memetakan potensi wisata di daerah mereka. Berdasarkan pemetaan itu, dipilih tiga aspek yang akan ditawarkan kepada wisatawan di Lerep, yaitu alam, kuliner, dan edukasi.
Untuk wisata alam, mereka memoles lingkungan desa agar menarik pengunjung. Kini di sana ada Embung Sebligo, Curug Indrokilo, dan lainnya. Adapun dalam wisata edukasi, pengunjung bisa belajar keahlian dari warga Lerep, dari memasak makanan tradisional hingga menyangrai kopi.
Lalu untuk wisata kuliner, setiap sebulan sekali tepat pada Ahad Pon digelar pasar jajanan desa yang bertempat di Embung Sebligo. "Kami jajakan produk kami dengan konsep go green, ramah lingkungan, tanpa bahan pengawet, dan kemasannya tanpa plastik. Penyajinya mengenakan pakaian tradisional," tuturnya.
Paket wisata di Desa Wisata Lerep ditawarkan mulai Rp 60 ribu. Di paket tersebut, pengunjung bisa menikmati kesenian dan kehidupan warga Lerep selama empat jam. Kemudian ada paket serupa dengan tambahan makan yang dihargai Rp 75 ribu.
Seni Budaya Gamelan sebagai musik khas Jawa di Desa Lerep. lerepdesawisata.com
Pengunjung yang ingin merasakan bermalam di Desa Wisata Lerep juga disediakan paket 26 jam. Mereka menyediakan tempat menginap di homestay milik warga. "Paket menginap sampai Rp 250 ribu. Makan tiga kali melihat sunrise, senam, pawai obor, susur sungai, proses sangrai kopi, dan lainnya," tutur Susiyanto.
Dia menyebutkan, sebelum pandemi Covid-19, omzet yang dihasilkan Desa Wisata Lerep mencapai Rp 100 juta per bulan. Menurut dia, selama ini sebagian besar pengunjungnya rombongan, bukan wisatawan pribadi. "Kami tidak menjual tempat wisata. Aktivitas yang kami jual."
Selain secara langsung, Desa Wisata Lerep memanfaatkan media sosial, seperti Facebook dan Instagram, serta website untuk mempromosikan potensi wisata di sana. Mereka juga rutin mengikuti acara promosi di luar daerah yang diselenggarakan pemerintah daerah.
Mereka pun menyambut rombongan wisatawan yang ingin melewati libur panjang Idul Fitri di Lerep. "Kami tinggal menunggu tamu. Setiap saat siap."
DAVID PRIYASIDHARTA (LUMAJANG) | JAMAL ABDUL NASHR (SEMARANG)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo