Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pencairan dana nasabah Bukopin masih seret.
Sejumlah dokumen mencatat buruknya kondisi likuiditas Bukopin.
Harapan dari pergantian pemegang saham pengendali dan manajemen perseroan.
HELIODORUS, 56 tahun, dan istrinya terpaksa pulang ke rumah dengan tangan hampa. Jumat, 19 Juni lalu, pasangan pemilik toko bahan bangunan itu berangkat ke kantor Bank Bukopin cabang Kelapa Gading, Jakarta Utara, dengan angan-angan kembali dengan menggenggam Rp 70 juta. Salah satu pemasok baru mentransfer duit itu ke rekening giro mereka.
Harapan Heliodorus mencairkan duit tak terwujud. Bukopin tak bisa melayani pencairan dana di hari yang sama. Alasan petugas teller bahwa transfer antar-rekening membutuhkan waktu berhari-hari membuat keduanya makin bingung. “Alasannya antrean transaksinya banyak sekali,” kata Heliodorus kepada Tempo, 19 Juni lalu.
Yang membikin mereka tambah resah, pegawai bank juga menyatakan adanya kemungkinan duit kelak tidak bisa tak langsung dicairkan 100 persen. Kebijakan ini, tutur Heliodorus menirukan ucapan teller, tidak merata di semua kantor cabang Bukopin. Ada kantor cabang yang membatasi pencairan dana maksimal Rp 5 juta per hari. Ada juga yang bisa mencairkan Rp 25 juta.
Keduanya berencana kembali ke bank itu awal pekan ini. Harapan mereka tak berubah: seluruh dana segera bisa dicairkan. “Masih ada pihak yang harus dibayar,” ucap Heliodorus.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di Sidoarjo, Jawa Timur, seorang nasabah Bukopin yang enggan namanya disebutkan mengalami masalah serupa. Pria 31 tahun itu pergi ke kantor bank setempat untuk mencairkan deposito senilai puluhan miliar rupiah pada Senin, 8 Juni lalu. Namun pegawai bank tak bisa melayani transaksi ini.
Tak terima, dia menghubungi kantor pusat Bukopin. Dari situ dia mendapat informasi bahwa untuk sementara setiap nasabah hanya dapat mencairkan dana paling besar Rp 50 juta per hari. “Artinya perlu waktu lebih dari setahun sampai semua uang saya cair,” ujarnya, Rabu, 17 Juni lalu. Belakangan, menurut dia, bank menjanjikan pencairan dana seluruhnya setidaknya pada Senin, 22 Juni, pekan ini. “Saya anggap ada goodwill dari mereka walau sebenarnya hak saya menerima dana secara penuh.”
Kabar seretnya duit Bukopin mencuat sejak awal Juni lalu, ketika video nasabah yang kesulitan menarik dana di salah satu kantor cabang beredar di media sosial. Pada saat hampir bersamaan juga beredar foto kertas berisi pengumuman bahwa sejak 2 Juni 2020 nasabah yang ingin menarik dana di atas Rp 10 juta harus melakukan konfirmasi dua hari sebelumnya.
Sekretaris Perusahaan Bank Bukopin Meliawati, lewat surat kepada otoritas Bursa Efek Indonesia (BEI), menampik adanya kebijakan perseroan seperti yang viral di media sosial. “Setiap pengumuman berita perseroan telah disampaikan melalui situs web perseroan,” demikian keterangan Bukopin sebagai bentuk keterbukaan informasi yang dimuat situs BEI, Senin, 8 Juni lalu. Dalam lembar keterbukaan informasi yang sama, Meliawati mengungkapkan bahwa Bukopin dalam proses penambahan modal melalui penawaran umum terbatas V dengan dokumen pendaftaran yang saat ini masih dalam kajian final di Otoritas Jasa Keuangan.
Rencana penambahan modal itulah yang kini diramaikan oleh niat Kookmin Bank, pemegang 22 persen saham Bukopin, meningkatkan kepemilikannya hingga 51 persen. Jika niat itu terlaksana, posisi PT Bosowa Corporindo, yang enam tahun terakhir mengendalikan Bukopin dengan 23,39 persen saham, akan tergeser.
Namun, di tengah belum adanya kepastian skema penambahan modal yang akan dipilih, buruknya kondisi likuiditas Bukopin justru makin terang benderang. Sejumlah surat korespondensi antara OJK dan para pemegang saham sebulan terakhir mencatat kondisi tersebut.
Kantor Otoritas Jasa Keuangan di Jakarta. TEMPO/Tony Hartawan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam surat tertanggal 20 Mei 2020 kepada Kookmin Bank, misalnya, OJK menyatakan kondisi keuangan BBKP—kode emiten Bukopin—mengalami tekanan cukup serius. Bukopin, menurut surat yang diteken Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana tersebut, juga terkena sanksi dari Bank Indonesia pada 15 Mei 2020 berupa larangan ikut dalam kepesertaan layanan kliring.
Dalam surat lain tertanggal 10 Juni 2020, OJK menyebutkan kepada pemegang saham Bukopin bahwa tekanan likuiditas perseroan memburuk. Dana pihak ketiga (DPK) telah turun Rp 15,67 triliun sejak Desember 2019. “Apabila permasalahan likuiditas tidak segera diselesaikan akan membahayakan stabilitas sistem keuangan.”
Derasnya penarikan dana nasabah ikut merepotkan Erwin Aksa, Presiden Komisaris PT Bosowa Corporindo. Sebagai pemegang saham, dia mengklaim turut berupaya meyakinkan sejumlah mitra usahanya yang juga deposan Bukopin agar tak hengkang. Pada saat yang sama, dia juga mengajak rekanan lain menabung. “Ada yang masuk, tapi tidak seimbang dengan dana keluar,” tutur Erwin kepada Tempo, Kamis, 18 Juni lalu.
Menurut Erwin, manajemen Bukopin juga telah mengambil sejumlah langkah untuk menambah likuiditas dengan melepas aset-aset blue chip yang punya kualitas grade A. “Dilepas, jual, gadai. Normallah, enggak ada yang luar biasa, business-to-business saja,” ujarnya.
Dia menilai Covid-19 memukul semua bank, bukan hanya Bukopin. Penarikan dana besar-besaran (rush) yang dialami Bukopin bisa membahayakan. “Siapa yang tahan dengan rush dua-tiga bulan? BCA juga kalau di-rush masih hidup enggak? Mabok juga,” kata Erwin. “Bank itu kan bisnis kepercayaan.”
Memburuknya likuiditas Bukopin sebenarnya juga terekam dalam laporan keuangan triwulan I 2020 yang dirilis BBKP akhir April lalu. Sepanjang tiga bulan pertama tahun ini, DPK Bukopin tergerus Rp 4 triliun. Dua indikator bank, yakni rasio kecukupan likuiditas (liquidity coverage ratio/LCR) dan rasio pendanaan stabil bersih (net stable funding ratio/NSFR), melorot mendekati ketentuan batas minimum 100 persen.
LCR mencerminkan kemampuan likuiditas bank dalam jangka pendek. Sedangkan NSFR menggambarkan likuiditas jangka panjang dengan memperhitungkan risiko penurunan aset. Belakangan, sebagai bagian dari stimulus penanganan dampak Covid-19, OJK menurunkan ambang batas LCR dan NSFR menjadi 85 persen terhadap bank umum kelompok usaha (BUKU) III dan IV. Bukopin berada di BUKU III, kelompok bank dengan modal inti Rp 5-30 triliun.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Onny Widjanarko belum dapat memberikan komentar atas informasi adanya sanksi skors kliring terhadap Bukopin pada 15 Mei lalu. “Saya check-recheck dulu,” ucap Onny, Sabtu, 20 Juni lalu.
Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Logistik OJK Anto Prabowo juga enggan menanggapi isi beragam surat OJK kepada Bukopin. “Itu domain OJK dengan bank,” ujarnya, Sabtu, 20 Juni lalu.
Anto mengingatkan bahwa bank sangat rentan. Ketika tersebar video layanan nasabah Bukopin tersendat beberapa waktu lalu, kata dia, orang-orang panik.
Menurut Anto, sekarang yang terpenting adalah manajemen baru yang terpilih dalam rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST), Kamis, 18 Juni lalu, bekerja keras dengan dukungan dana dan pemodal. “Likuiditasnya terjaga, maka kewajibannya bisa dibayarkan dengan baik,” tuturnya. “Operasional tetap di Bukopin. Kami tetap memonitor.”
Direktur Utama PT Bank Bukopin Tbk Rivan A. Purwantono seusai rapat umum pemegang saham tahunan di Jakarta, 18 Juni 2020. Tempo/Tony Hartawan
RUPST telah menunjuk Rivan Achmad Purwantono sebagai Direktur Utama Bukopin yang baru. Ditemui seusai rapat, pria 54 tahun ini belum mau banyak mengumbar strategi dan masalah yang dihadapi Bukopin. Rivan memang baru kembali ke Bukopin setelah hengkang pada 8 Mei lalu dengan jabatan terakhir direktur komersial. Sebulan terakhir, dia menduduki kursi Direktur Keuangan PT Kereta Api Indonesia (Persero).
Rivan hanya berharap nasabah tak lagi khawatir terhadap kemampuan likuiditas dan solvabilitas Bukopin. “Performance sudah mulai bagus, berita negatif mulai berkurang,” ujar Rivan, yang mengaku menjadi bagian dari tim mediasi dengan Perhimpunan Bank Negara sebelum didapuk sebagai bos baru Bukopin.
Dia menegaskan adanya komitmen dari Kookmin Bank untuk menempatkan dana sebesar US$ 200 juta—senilai Rp 2,8 triliun—menjadi bukti bahwa Bukopin tak lagi mengalami masalah permodalan. “Jika Kookmin masuk, tidak ada isu permodalan. CAR (rasio kecukupan modal) Bukopin saat ini juga hampir 13 persen, tepatnya 12,6 persen,” kata Rivan.
Walau begitu, realisasi penambahan modal dari raksasa keuangan asal Korea Selatan ini diperkirakan baru akan berlangsung pada Agustus mendatang.
AISHA SHAIDRA, AGOENG WIJAYA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo