MAJELIS Hakim Pengadilan Negeri Medan awal Agustus lalu menjatuhkan vonis untuk Marujahan, Aman, Purnama, Marta, dan Rohani. Lima bersaudara ini terbukti menganiaya bapaknya sendiri, sampai babak belur. Kasusnya sendiri sudah lama, akhir November tahun lalu. Marujahan bersama keempat adiknya sepakat menyerbu sebuah rumah di Jalan Jati, Medan. Sasarannya adalah Delima Tambunan. Wanita itu dianggap sumber keretakan keluarga Agahan Manurung. "Bapak sudah lama tak pulang ke rumah. Kewajibannya untuk mengasuh anak-anak jadi telantar," kata Marujahan. Ayah mereka, Agahan Manurung, memang tinggal bersama Delima di rumah itu. Agahan dan Delima tak sempat mengadakan perlawanan. Keduanya dicekik secara tiba-tiba. Tentu saja mereka berteriak kesakitan. Purnama malah mengancam mereka dengan sebilah pisau. Kelima anak ini menyikat uang tunai Rp 4 juta dan merampas kalung yang menggantung di leher Delima. Kerugian ditaksir Rp 20 juta. Begitu kata dakwaan. Di persidangan kelima anak ini menyangkal merampas kalung. Mengambil uang Rp 4 juta memang diakuinya. Dan itu, dalihnya, untuk membayar utang selama ditinggal Agahan, sang ayah. Mereka berterus terang menyatakan sakit hati lantaran bapaknya lupa daratan. "Di mana letak tanggung jawabnya sebagai orangtua?" ujar Marujahan. Majelis hakim mempertimbangkan hal ini. Marujahan, Aman, Purnama, Marta, dan Rohani terbukti menganiaya, tapi tidak merampas uang. Karena uang ayah dipergunakan anak, jadi masih di lingkungan keluarga. Sementara itu, kalung yang menurut Delima ikut disambar Marujahan tidak terbukti. Marujahan dihukum 7 bulan, Aman 6 bulan, Purnama dan Rohani masing-masing 5 bulan. Semuanya dalam masa percobaan 18 bulan. Sedang Marta dihukum 3 bulan dengan masa percobaan 9 bulan. Jadi, tak seorang pun anak-anak Agahan masuk penjara. Yusroni Henriidewanto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini