Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
ENAM belas hari mendekam di tahanan Kejaksaan Agung tidak melunturkan kegemaran Tito Pranolo, 51 tahun, membaca. Bekas ketua tim monitoring pengadaan sapi Bulog ini bercerita kepada Tempo Jumat pekan lalu, telah melahap novel The Broker dan Mossad selama di penjara. Membaca, membaca, dan membaca, itulah kegiatan utama bekas Direktur Pengembangan dan Teknologi Informasi Bulog ini. Di sela-sela itu ia juga menulis dan mengkli-ping koran. Tito yang bergabung dengan Bulog sejak 1981 juga rajin gerak badan setiap habis subuh.
Tito adalah salah satu dari lima karyawan Bulog yang dijebloskan ke tahanan Kejaksaan Agung, 13 Maret lalu. Selain Tito, mereka yang ditahan adalah Imanusafi, Ruchiyat Soebandi, Nawawi, dan Mika Ramba Kendenan. Kesemuanya dituduh korupsi dalam pengadaan sapi yang bernilai Rp 11 miliar.
Tito dituding dalam posisinya sebagai ketua tim monitoring. Empat orang lainnya ditengarai melakukan persekongkolan. Pasalnya, sapi sita jaminan yang diperiksa dan dihitung oleh mereka bukan milik PT Surya Bumi Manunggal dan PT Lintas Nusa Pratama, perusahaan rekanan Bulog.
Tito menepis tuduhan itu. Menurut dia, walaupun menjadi ketua tim, dia tidak punya wewenang apa pun. Tugasnya hanya mengkoordinasi unit yang terlibat dalam pengadaan sapi itu. ”Wewenang kembali ke unit-unit terkait. Soal pembayaran, misalnya, tetap dilakukan divisi keuangan,” katanya. Empat orang lainnya, kata Tito, hanya memeriksa, menghitung, dan menimbang serta membuat berita acara serah-terima untuk memastikan sapi yang dijaminkan itu benar milik kedua perusahaan tersebut.
Kata Tito, empat rekannya itu hanya pegawai biasa yang tak punya banyak wewenang. Mereka diminta membantu proyek pengadaan sapi dan diberi honor Rp 250 ribu sebulan dari pekerjaan tambahan itu.
Imanusafi, misalnya. Lelaki 53 tahun yang telah mengabdi 24 tahun di Bulog ini baru diangkat sebagai Kepala Sub-Divisi Pangan Investasi pada 2006. Sebelumnya dia pernah menjadi Kepala Bagian Perdagangan Luar Negeri dan Kepala Divisi Transportasi dan Pergudangan. Dalam tim, Imanusafi ditunjuk sebagai sekretaris tim yang bertugas memeriksa sapi dan memantau pembongkaran sapi setelah tiba di Tanjung Priok, Jakarta.
Sedangkan Ruchiyat Soebandi, 60 tahun, pada 2003 pensiun dari Bulog setelah mengabdi 26 tahun. Ruchiyat, yang pernah menjadi Kepala Bidang Jasa Pergudangan, ditunjuk sebagai anggota tim yang bertugas memeriksa dan melakukan supervisi berkala terhadap sapi-sapi itu.
Dua orang lainnya, yakni Nawawi, 55 tahun, ditunjuk sebagai anggota yang menangani pelaksanaan kegiatan administrasi dan arsip dokumen. Tugas ini berhubungan dengan pekerjaannya sebagai sekretaris Tito. Nawawi, seperti rekannya yang lain, bekerja di Bulog sejak dekade 1980. Sebelum menjadi sekretaris, Nawawi adalah staf protokol Bulog dan pernah menjadi Kepala Seksi Jasa Pembongkaran.
Mika Ramba Kendenan, 42 tahun, tersangka lainnya, adalah pegawai baru. Dia diangkat menjadi pegawai negeri sipil Bulog pada 2001 dengan pangkat 3A. Posisinya adalah staf logistik tanpa jabatan. Dalam tim, Ramba, yang tinggal di kompleks perumahan Bulog, ditunjuk sebagai pemeriksa sapi.
Tito curiga, kasus sapi ini hanya pintu masuk kejaksaan untuk mengungkap kasus lain yang lebih besar. ”Dokumen sapi sudah disita sejak 2004. Jadi, yang (sekarang) disita itu dokumen lain,” ujar Tito. Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung M. Salim, Jumat pekan lalu, mengatakan masih memeriksa kasus kelima orang tersebut. ”Mudah-mudahan cepat selesai,” katanya.
Sunariah
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo