Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pemerintah berulangkali melobi Majelis Ulama Indonesia agar fatwa vaksin AstraZeneca bisa segera terbit.
Lobi juga dilancarkan melalui Wakil Presiden Ma’ruf Amin, dan dilakukan Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri BUMN Erick Thohir dan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin.
Pemerintah juga mendekati sejumlah pengurus keagamaan lain agar vaksin AstraZeneca bisa diterima dengan baik dan mendapat label halal.
BEBERAPA jam sebelum 1,113 juta dosis vaksin AstraZeneca tiba di Indonesia, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyambangi kantor Majelis Ulama Indonesia di Jalan Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat, Senin siang, 8 Maret lalu. Ia membawa rombongan yang terdiri atas Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Kusumastuti Lukito, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Doni Monardo, Direktur Utama PT Bio Farma Honesti Basyir, serta Direktur AstraZeneca Indonesia Rizman Abudaeri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Penny Lukito, di hadapan ketua dan anggota Komisi Fatwa MUI, Budi menjelaskan tentang program vaksinasi Covid-19. Pemerintah berupaya mencapai herd immunity atau kekebalan kelompok dengan mendatangkan berbagai jenis vaksin. Adapun vaksin AstraZeneca akan disuntikkan kepada lebih dari 556 ribu orang untuk dua kali pemakaian. “Menurut Menteri Kesehatan, kita memang tidak bisa bergantung pada satu merek yang terbatas jumlahnya,” kata Penny dalam wawancara khusus dengan Tempo di kantornya, Jumat sore, 19 Maret lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Diskusi memanas setelah Direktur AstraZeneca Indonesia Rizman Abudaeri menjelaskan tentang teknologi dan kandungan vaksin asal Inggris tersebut. Rizman menyatakan vaksin AstraZeneca tidak mengandung unsur babi. Ketua Komisi Fatwa MUI Hasanuddin Abdul Fatah menyanggah pernyataan tersebut. “Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika MUI menyebutkan vaksin itu mengandung tripsin,” ujar Hasanuddin.
Tripsin merupakan enzim babi yang digunakan sebagai katalis untuk pengembangbiakan virus corona. Menurut Hasanuddin, informasi soal unsur tripsin diketahui dari data yang ditunjukkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan. MUI, kata dia, memiliki pedoman yang menyatakan unsur babi yang digunakan di bagian hulu menjadikan satu produk tetap haram meskipun barang itu tak lagi mengandung babi. Persamuhan selama tiga jam itu pun tak menghasilkan kesepahaman soal kandungan bahan vaksin AstraZeneca.
Envirotainer berisi vaksin Covid-19 AstraZeneca saat tiba di Bio Farma, Bandung, 8 Maret 2021. Antara/Novrian Arbi
Lima pejabat negara yang ikut mengurus vaksin bercerita, pertemuan itu sebenarnya bertujuan agar Majelis Ulama Indonesia bisa mengeluarkan fatwa sebelum produk AstraZeneca didistribusikan ke berbagai daerah. BPOM telah menerbitkan izin penggunaan darurat vaksin AstraZeneca pada 22 Februari lalu--baru diumumkan ke publik pada Selasa, 9 Maret lalu. Pemerintah, menurut sumber yang sama, berharap fatwa MUI bisa keluar cepat seperti yang terjadi pada vaksin Sinovac asal Cina. Penggunaan vaksin itu pun berkejaran dengan waktu karena akan kedaluwarsa pada akhir Mei 2021. Apalagi penyuntikan pertama dan kedua berselang cukup lama, yaitu 28 hari.
Anggota Komisi Fatwa, Aminuddin Yakub, mengatakan Sinovac berbeda dengan vaksin AstraZeneca. Kandungan Sinovac salah satunya adalah sel vero, yang berasal dari ginjal monyet hijau Afrika. Sifatnya tidak najis berat seperti vaksin AstraZeneca. “Dasar kami adalah semua produk yang memanfaatkan babi itu haram,” ucap Aminuddin.
Jauh sebelum pertemuan di kantor MUI, Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional menugasi Penny Lukito mengawal proses fatwa di lembaga tersebut. Penny bercerita, setelah izin penggunaan darurat diteken, dia memberi tahu pengurus organisasi kemasyarakatan tersebut bahwa izin segera diumumkan kepada publik. Ia pun mengundang tim auditor MUI datang ke kantornya untuk membaca dokumen AstraZeneca. “Saya memang ditugasi berkomunikasi dengan MUI dalam pemberian data,” katanya.
Upaya melobi Majelis Ulama Indonesia juga dilancarkan melalui Wakil Presiden Ma’ruf Amin. Ma’ruf kini menjabat Ketua Dewan Pertimbangan MUI. Sebelumnya, dia menakhodai lembaga tersebut. Enam hari setelah izin penggunaan AstraZeneca terbit, atau pada Ahad siang, 28 Februari lalu, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto, Kepala BPOM Penny Lukito, Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir, dan Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono bertemu dengan Ma’ruf di rumah dinasnya. Sedangkan dari MUI hadir Ketua Bidang Fatwa Asrorun Niam Sholeh.
Dua orang yang mengetahui isi pertemuan itu bercerita, Airlangga menyampaikan tentang penggunaan vaksin AstraZeneca di sejumlah negara Islam, seperti Mesir dan Malaysia. Di Mesir, lembaga fatwa Dar al-Ifta memang menyatakan vaksin Covid-19 yang mengandung babi tetap halal karena unsur haramnya telah berubah. Sedangkan Kementerian Kesehatan Malaysia menyebutkan vaksin itu tak perlu label halal untuk bisa diinjeksi ke manusia.
Namun Asrorun Niam Sholeh menyatakan MUI memiliki standar dan pedoman sendiri dalam mengeluarkan fatwa. MUI juga tidak melihat penerbitan fatwa di negara lain. Menurut sumber yang sama, setelah mendengar berbagai pendapat itu, Ma’ruf menyampaikan bahwa kondisi vaksin AstraZeneca mirip dengan vaksin meningitis. Pada 2009, saat memimpin Komisi Fatwa, Ma’ruf mengeluarkan fatwa yang menyatakan vaksin pencegah radang selaput otak itu haram karena mengandung babi. Tapi penggunaannya diperbolehkan karena unsur kedaruratan bagi peserta haji dan umrah.
Dimintai tanggapan soal pertemuan di rumah dinas Ma’ruf Amin, Asrorun Niam tak merespons pesan WhatsApp dan panggilan telepon Tempo. Juru bicara Wakil Presiden, Masduki Baidlowi, mengaku tak mengetahui soal isi pertemuan. Sedangkan Airlangga Hartarto dan Erick Thohir membenarkan pertemuan tersebut membahas fatwa vaksin AstraZeneca. “Kami diundang Wakil Presiden. Kalau soal fatwa, sepenuhnya diserahkan kepada MUI,” kata Airlangga. Namun mereka enggan berkomentar banyak tentang isi rapat. Adapun Kepala BPOM Penny Lukito menyatakan diskusi itu bertujuan mencari solusi. “Pak Ma’ruf berperan membantu mencarikan jalan keluar,” tuturnya.
Tak lama setelah pertemuan di rumah Ma’ruf Amin, Presiden Joko Widodo menggelar rapat terbatas bersama Ma’ruf dan sejumlah menteri. Pejabat yang mengetahui rapat itu mengatakan Ma’ruf mengulangi pernyataannya soal fatwa vaksin meningitis. Sumber yang sama mengatakan Jokowi geleng-geleng kepala dengan sikap tersebut. Presiden dan sejumlah pejabat khawatir vaksinasi akan terganggu jika vaksin AstraZeneca berstatus haram. Dimintai tanggapan soal rapat tersebut, juru bicara Presiden, Fadjroel Rachman, tak membalas pertanyaan atau mengangkat panggilan telepon Tempo.
Dua pejabat pemerintah yang berbeda mengatakan, di tengah upaya mempercepat keluarnya fatwa halal, ada pengurus MUI yang meminta pemerintah mempertimbangkan pembagian posisi komisaris di perusahaan badan usaha milik negara untuk petinggi lembaga itu. Namun permintaan tersebut tidak dipenuhi oleh Kementerian BUMN. Tak hanya meminta posisi komisaris, sumber yang sama menyebutkan pengurus MUI meminta nantinya dilibatkan dalam sosialisasi vaksin AstraZeneca di berbagai daerah.
Namun anggota Komisi Fatwa MUI, Aminuddin Yakub, membantah informasi tersebut. Kalaupun ada, permintaan itu belum tentu terkait dengan kapasitas sebagai pengurus Majelis Ulama Indonesia. “Banyak pengurus MUI juga memegang jabatan di organisasi kemasyarakatan. Tapi, kalau benar terkait dengan MUI, itu melanggar kode etik,” ujarnya. Pun Menteri BUMN Erick Thohir membantah ada permintaan kursi komisaris dari pengurus MUI. "Saya tidak pernah dengar informasi itu," katanya
•••
SEBELUM mengeluarkan fatwa untuk vaksin AstraZeneca, pendapat anggota dan pimpinan Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia terbelah. Wakil Sekretaris Jenderal MUI Bidang Fatwa, Ahmad Fahrur Rozi, mengatakan sebagian pengurus menganggap vaksin tersebut haram. Namun Ahmad dan pengurus lain menganggap vaksin itu halal karena produk akhirnya tak mengandung babi. Pun proses pengembangbiakan virus itu tidak bersinggungan langsung dengan tripsin babi. “Ini seperti lele makan kotoran. Lelenya tetap halal, kan?” katanya.
Menurut Ahmad, sejumlah ulama internasional juga telah menghalalkan penggunaan tripsin atau gelatin--jenis protein yang diperoleh dari kolagen dalam kulit dan tulang--babi. Ia mencontohkan, pada 2001, ada 112 ulama bertemu dengan Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan menyetujui fatwa halal gelatin babi pada vaksin. Di sejumlah negara Islam pun persoalan halal-haram vaksin tak diributkan dalam kondisi normal, apalagi saat pandemi. “Cuma di sini saja ribut-ribut soal itu,” ucapnya.
Dua hari setelah kunjungan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dan rombongan ke Jalan Proklamasi, sejumlah pengurus Komisi Fatwa dan tim khusus menggelar rapat di Hotel Mulia, Senayan, Jakarta, pada Rabu, 10 Maret. Tim khusus bertugas membuat draf fatwa untuk dibawa ke sidang pleno Komisi Fatwa MUI. Mereka yang datang di antaranya Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Niam Sholeh dan Ketua Komisi Fatwa MUI Hasanuddin.
Menurut Ahmad, rapat itu dihadiri pengurus yang berpandangan bahwa vaksin AstraZeneca haram. “Jadi saya tidak hadir di sana,” ujarnya. Anggota Komisi Fatwa MUI, Aminuddin Yakub, yang hadir dalam pertemuan itu, mengatakan rapat tersebut menghasilkan draf fatwa yang menyebutkan vaksin AstraZeneca haram. Meski haram, Aminuddin mengatakan, vaksin tersebut masih bisa digunakan lantaran keterbatasan vaksin dan situasi darurat.
Sepekan setelahnya, atau pada Selasa, 16 Maret, Komisi Fatwa MUI menggelar sidang pleno untuk mengesahkan fatwa. Hasilnya kurang-lebih sama dengan draf yang telah disusun sebelumnya. Tapi fatwa tersebut tak langsung diumumkan hari itu juga. Ketua Komisi Fatwa MUI Hasanuddin Abdul Fatah menyebutkan penundaan itu berdasarkan kesepakatan antara lembaganya dan Kementerian Kesehatan. Fatwa baru resmi diumumkan pada Jumat, 19 Maret lalu, bersamaan dengan izin penggunaan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Direktur AstraZeneca Rizman Abudaeri menolak berkomentar. Namun melalui siaran pers, AstraZeneca menyatakan menghargai pernyataan Majelis Ulama. Namun, perusahaan itu menyatakan vaksinnya tidak menggunakan dan bersentuhan dengan produk turunan babi atau hewan lain. Vaksin tersebut pun telah disetujui di lebih dari 70 negara, termasuk Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Kuwait, Bahrain, dan Mesir. "Banyak Dewan Islam di seluruh dunia menyatakan sikap bahwa vaksin ini diperbolehkan untuk digunakan oleh para muslim."
Sebelum fatwa keluar, pemerintah berupaya mengantisipasi jika MUI menyatakan vaksin AstraZeneca haram. Salah satunya dengan mendekati pengurus keagamaan di berbagai wilayah. Pada Rabu, 10 Maret lalu, Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Timur mengeluarkan surat keputusan yang menyebutkan vaksin yang direkomendasikan oleh Kementerian Kesehatan, seperti AstraZeneca dan Sinovac, suci dan tak mengandung unsur najis.
Keterangan pers KH. Asrorun Niam Sholeh, Ketua Majelis Ulama Indonesia bidang Fatwa mengenai vaksin Covid-19 AstraZeneca yang disiarkan secara virtual, di Jakarta, 19 Maret 2021. covid19.go.id
Katib Syuriah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Timur Syafruddin Syarif mengatakan pengurus NU wilayahnya menggelar sidang sebelum mengeluarkan keputusan tersebut. Dalam sidang itu, para kiai Nahdlatul Ulama diberi penjelasan mengenai proses pembuatan vaksin oleh Ahmad Fahrur Rozi, Wakil Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Timur sekaligus Wakil Sekretaris Jenderal MUI bidang Fatwa. Ahmad Fahrur mendapat penjelasan mengenai kandungan bahan AstraZeneca dari pejabat di Kementerian Kesehatan.
Selain mendekati tokoh masyarakat dan agama, pemerintah memikirkan agar vaksin itu bisa segera digunakan untuk menghindari waktu kedaluwarsa. Seorang pejabat tinggi negara mengatakan Presiden Joko Widodo meminta vaksin itu didistribusikan ke daerah yang masyarakatnya lebih terbuka menerima cairan injeksi tersebut.
Secara terpisah, juru bicara vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, mengatakan lembaganya masih memetakan calon daerah penerima vaksin. “Nanti segera diumumkan,” kata Siti. Salah satu wilayah yang akan mendapat vaksin AstraZeneca adalah Jawa Timur. Kepala Dinas Kesehatan Jawa Timur Herlin Ferliana mengatakan vaksin AstraZeneca dikirim pada Sabtu, 20 Maret. Dia mengaku belum mengetahui jumlah vaksin yang akan diterima.
Menurut Siti, agar vaksin bisa diterima masyarakat, Kementerian Kesehatan akan menggandeng tokoh masyarakat dan tokoh agama untuk menjelaskan vaksin tersebut tak mengandung bahan haram. Siti pun menyatakan Kementerian Kesehatan akan melibatkan pengurus Majelis Ulama Indonesia di tingkat pusat dan daerah untuk mensosialisasi penggunaan vaksin tersebut. Namun pemerintah tak bisa memaksakan vaksinasi terhadap masyarakat yang menolak vaksin AstraZeneca.
Adapun Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Penny Lukito mengatakan lembaganya menghormati keputusan Majelis Ulama Indonesia. Namun vaksinasi dengan produk AstraZeneca harus tetap berjalan. “Negara ini kan enggak cuma dari satu kelompok. Setelah keputusan diambil, vaksinasi jalan saja,” ujar Penny.
DEVY ERNIS, HUSEIN ABRI, RAYMUNDUS RIKANG, NURHADI (SURABAYA)
Catatan:
Berita ini telah mengalami perubahan pada Ahad, 21 Maret 2021, pukul 13.41 dengan menambahkan keterangan dari AstraZeneca dan Menteri BUMN Erick Thohir. Selain itu, ada koreksi pada kutipan anggota Komisi Fatwa, Aminuddin Yakub, mengenai dasar penetapan fatwa MUI.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo