Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Loyalis Menyusul Kawan Setia

Menjadi Sekretaris Jenderal Golkar terlama, Idrus Marham beberapa kali terseret kasus korupsi yang melibatkan politikus partai beringin. Nasibnya serupa dengan Setya Novanto.

25 Agustus 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Loyalis Menyusul Kawan Setia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TAK sampai tiga hari setelah dilantik sebagai Menteri Sosial pada 17 Januari lalu, Idrus Marham terbang menuju Papua untuk meninjau kondisi penduduk suku Asmat. Kala itu, ratusan anak Asmat menderita gizi buruk dan lebih dari 70 anak meninggal.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Idrus memang tancap gas sejak hari pertama. Setelah serah-terima jabatan dari Khofifah Indar Parawansa, yang mundur karena menjadi calon Gubernur Jawa Timur, ia langsung menggelar acara Program Keluarga Harapan bersama Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno. Tapi gerak cepat itu terhenti pada Jumat pekan lalu atau pada hari ke-219 statusnya sebagai menteri. Hari itu, ia menghadap Presiden Jokowi Widodo untuk menyatakan mundur sebagai Menteri Sosial karena tiga hari sebelumnya Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkannya sebagai tersangka kasus suap proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pria yang baru menginjak usia 56 tahun pada 14 Agustus lalu itu juga mundur dari Partai Golkar, yang selama ini membesarkan namanya. "Agar saya tak menjadi beban bagi Golkar yang sedang berjuang menghadapi pemilu," kata Idrus setelah bertemu dengan Jokowi di kompleks Istana Kepresidenan. Karier politik Idrus seketika redup.

Dalam sejarah Partai Golkar, Idrus menjadi orang yang memegang jabatan sekretaris jenderal terlama. Tidak aneh kalau kemudian di kalangan internal Golkar muncul slogan "Siapa pun ketua umumnya, sekretaris jenderalnya tetap Idrus Marham". Idrus menjadi Sekretaris Jenderal Golkar sejak 2009, saat partai itu dipimpin Aburizal Bakrie. Ia bertahan di posisi yang sama saat Golkar dipimpin Setya Novanto dan Airlangga Hartarto. Pada era Airlangga, Idrus mundur karena menjadi Menteri Sosial. "Tak banyak yang mengira Idrus bisa terpilih sebagai sekjen dan bertahan lama," ucap politikus Golkar, Andi Sinulingga.

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat selama 12 tahun sejak 1999 itu dianggap sebagai loyalis dan kawan setia Setya Novanto. Setelah KPK menetapkan Setya sebagai tersangka kasus korupsi proyek kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) pada Juli tahun lalu, Idrus menjadi salah satu motor upaya mempertahankan posisi bosnya itu. "Dengan asas praduga tak bersalah, Pak Setya tetap ketua umum," ujarnya saat itu. Setya memenangi gugatan praperadilan dan status tersangkanya gugur. Tapi, empat bulan kemudian, Setya kembali menjadi tersangka. Idrus menjabat pelaksana tugas ketua umum. Ketika menduduki posisi inilah Idrus diduga melakukan perbuatan korupsi yang dituduhkan KPK.

Kedekatan Setya dan Idrus tak hanya dalam hal politik. Pada 2003, nama keduanya santer disebut dalam kasus penyelundupan beras ilegal dari Vietnam. Saat itu, Ketua Umum Induk Koperasi Unit Desa Nurdin Halid menggandeng Setya untuk mendatangkan beras ke Indonesia. Setya membawa Idrus untuk mencari beras ke Thailand, tapi gagal. Belakangan, Nurdin Halid mendapatkan beras dari Vietnam.

Dari jumlah 60 ribu ton beras yang bisa didapatkan, hanya 900 ton yang bea masuknya beres. Selebihnya bodong alias keluar dari kawasan pabean tanpa bayar. Negara ditengarai rugi hingga Rp 122,5 miliar. Setya diperiksa Kejaksaan Agung pada 2006, tapi kasusnya tak berlanjut.

Sama dengan Setya, Idrus beberapa kali diperiksa KPK karena namanya disebut dalam sejumlah kasus korupsi. Pada 2013, misalnya, nama Idrus muncul dalam perkara suap Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar. Politikus Golkar yang ditangkap KPK, Chairun Nisa, saat diperiksa menyebutkan duit suap Rp 2 miliar untuk memenangkan calon Wali Kota Palangkaraya, Riban Satia, akan diserahkan kepada Akil antara lain melalui Idrus. Setya dan Idrus lantas sama-sama diperiksa KPK. Idrus waktu itu membantah memberikan duit kepada Akil. "Saya tidak pernah mengurus persoalan itu," katanya. Keduanya lolos dari kasus tersebut.

Nama ayah dua anak ini juga disebut-sebut dalam persidangan perkara suap pengadaan satelit monitor di Badan Keamanan Laut. Adalah kolega Idrus di Golkar, Fayakhun Andriadi, yang menyeret namanya ke pusaran kasus tersebut. Dalam sidang, Fayakhun mengaku pernah memberikan dana Rp 1 miliar kepada Idrus untuk membantu memuluskan pembahasan proyek tersebut di DPR. Idrus sudah diperiksa penyidik KPK atas pengakuan Fayakhun ini. Dimintai konfirmasi tentang hal ini, Idrus membantah. "Saya sudah bukan anggota Dewan ketika proyek ini disahkan."

Tapi, pada akhirnya, Idrus mengalami nasib yang sama dengan Setya: menjadi tersangka KPK. Setya kini menjalani hukuman 15 tahun penjara di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, dalam perkara korupsi e-KTP. Idrus menyatakan siap menghadapi kasusnya tersebut. "Saya siap menghadapi semuanya," ujarnya setelah menyampaikan pengunduran dirinya kepada Presiden Jokowi. "KPK tidak mungkin mengambil langkah kalau tak ada alasan yang bisa dipertanggungjawabkan secara hukum," ia menambahkan.

Pramono, Wayan Agus Purnomo, Vindry Florentin


Loyalis Menyusul Kawan Setia

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus