Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
RIASAN yang membuat wajah cantik dan kinclong saja tidak cukup. Bagian tubuh lain pun perlu mendapat polesan berupa gambar agar bisa tampil beda dan unik. Punggung mulus yang dibiarkan terbuka dengan gaun backless ditutup lukisan serasi dengan warna dan motif baju. Kaki jenjang juga dibiarkan telanjang, hanya tertutup rok mini. Bidang memanjang itu pun menjadi kanvas, diberi gambar, seperti sulur-sulur dedaunan atau rangkaian bunga, sehingga sepasang kaki panjang itu bak ber-stocking.
Body painting atau gambar pada tubuh memang sudah menjadi bagian dari kreativitas dalam kehidupan kaum urban. Perwujudan body painting bisa dilihat pada pesta-pesta khusus, seperti cost play dan Halloween, peragaan busana, atau pemotretan. Demi tampil ekspresif, orang rela tubuhnya digambar. Bahkan tak jarang seni ini menampilkan tubuh telanjang yang hanya ditutup dengan lukisan. Tren ini membuat para ahli tata rias mengembangkan kemampuan menjadi seniman lukis dengan bagian tubuh manusia sebagai kanvasnya.
Memang butuh waktu dan ketelatenan, misalnya untuk menggambar sebidang punggung perempuan. Menurut Shinta Antonia, 23 tahun, praktisi tata rias, perlu waktu sekitar tiga jam untuk menyelesaikan lukisan pada punggung menggunakan alat kosmetik biasa. ”Ini kalau dilakukan secara manual,” katanya Rabu pekan lalu.
Nah, cara yang lebih praktis dan cepat untuk membuat lukisan pada punggung adalah dengan teknik airbrush. Menurut Shinta, waktu yang dibutuhkan hanya seperempat dari teknik manual. Cara kerjanya adalah menyemburkan tinta kosmetik lewat pena airbrush yang didorong udara dari kompresor, sehingga menimbulkan ”kabut tipis” yang terarah pada bagian wajah atau tubuh tertentu.
Menurut Shinta, teknik airbrush mulai diminati banyak praktisi tata rias profesional di sini setelah diadakan seminar tata rias airbrush di Jakarta pada pertengahan tahun lalu. Kemudian dibuka kursus airbrush bagi praktisi tata rias, yang kelas pertamanya dimulai pada April lalu. Shinta pun tertarik dan mendaftar untuk gelombang berikutnya, 13-14 Juli nanti. Alasannya, ”Teknik airbrush membuat riasan lebih praktis.”
Chenny Han, praktisi tata rias senior, yang sudah berkecimpung di bidangnya selama 25 tahun, menjelaskan teknik airbrush memiliki keunggulan dibanding yang manual. Pengerjaannya lebih cepat dengan hasil lebih merata,licin, dan halus, terutama dalam membuat gradasi warna. Teknik ini juga mampu menghasilkan detail gambar luar biasa—hingga setipis sehelai rambut—dan dapat diterapkan secara lebih mudah pada bidang tubuh yang sulit. ”Cara ini juga lebih higienis karena tangan dan alat kosmetik tidak menyentuh kulit wajah,” kata Chenny, yang baru meluncurkan buku AirbrushMake-Up di Glass House, Jakarta, akhir bulan lalu.
Chenny, yang bisa disebut sebagai pelopor makeup airbrush di Indonesia, sudah akrab dengan teknik ini bertahun-tahun. Ketika itu, untuk memperoleh peralatannya, dia harus membeli dari luar negeri. ”Saat ini airbrush kit yang saya punya terdiri atas 16 warna, yang bisa diaplikasikan pada wajah, rambut, aksesori rambut, dan bagian-bagian tubuhlain,” ujar Chenny.
Belakangan, menurut Shinta, perangkat airbrush sudah tersedia di Indonesia. Satu set terdiri atas alat semprot, cetakan dari bahan plastik tipis yang berfungsi sebagai pola yang akan digambarkan pada tubuh, serta kosmetik cair berbagai warna. Harganya bervariasi, mulai Rp 3 juta hingga Rp 12 juta. Jika ingin membuat gambar yang lebih kompleks, pada punggung misalnya, kita harus membeli cetakan tambahan. ”Peralatan itu bisa kita peroleh setelah ikut pelatihan,” Shinta menambahkan.
Mirip seniman lukis, bagi praktisi tata rias, penggunaan teknik airbrush hanya persoalan perubahan alat. Sementara semula mereka menggunakan spons, kuas, pensil, sikat kecil, dan tangan untuk menempelkan berbagai jenis kosmetik pada wajah atau tubuh, dengan airbrush mereka tinggal menyemprot sesuai dengan pola yang diinginkan.
Chenny mencontohkannya. Dia memberi aksen bergaya oriental pada mata sekaligus rambut seorang model. Dia ingin menunjukkan airbrush bisa digunakan untukmata dan rambut sekaligus. Kemudian dia memperagakan gaya butterfly, yakni teknik airbrush ke sekitar mata, aksesori rambut, bahu, bahkan ke stocking yang dikenakan model.
Lalu Chenny menunjukkan penggunaan airbrush pada kening untuk membentuk paes—lengkungan warna hitam—yang biasa dibuat pada pengantin perempuan adat Jawa. Dengan cara manual, lengkungan itu dibentuk dan diarsir menggunakan pensil alis. Ini memakan waktu jauh lebih lama dibanding dengan teknik airbrush.
Sebagai perbandingan, menurut Shinta, untuk makeup wajah model yang tampil di catwalk—yang harus memperhitungkan sorot lampu berlimpah—bila menggunakan cara manual, butuh waktu sekitar satu jam. ”Dengan airbrush, 15 menit saja.”
Selain itu, airbrush bisa menjadi penyelamat bila sang model berkeringat, berjerawat, atau wajahnya agak berlubang bekas cacar air. Lapisan tipis airbrush mampu menahan kucuran keringat, dan membuat lapisan tipis, sehingga kulit tampak mulus dan halus. ”Kalau keringatan, biasanya warna bedak jadi belang. Dengan airbrush, belang-belangnya itu bisa ditutupi,” Chenny menjelaskan.
Riasan airbrush, menurut perancang dan penata rias Amy Atmanto, telah lama dikenal di mancanegara. Di Indonesia, teknik merias ini baru hanya karena kendala ketersediaan peralatan. Padahal, menurut dia, kreativitas penata rias di sini tak kalah karena memiliki referensi kuat tata rias tradisional dan budaya. ”Nilainya lebih tinggi karena memiliki nilai lebih, yaitu menghidupkan cerita budaya kita melalui bentuk yang kreatif,” kata Amy.
Referensi seperti berbagai jenis batik, dengan warna-warni eksotis, dapat dilukiskan pada bagian-bagian tubuh, bergantung pada keberanian si model dalam berekspresi. Kreativitas bisa dikembangkan dengan melukis motif-motif etnik pada tubuh, seperti mimpi Sholahuddien alias Pay, yang ingin menggambar dengan airbrush pada pesawat terbang dan kapal pesiar.
Teknik airbrush untuk gambar tubuh ini sudah sangat populer digunakan pada film dan pertunjukan teater. Sentuhan teknik ini dalam tata rias film pertama kali digunakan untuk film Ben Hur pada 1925. Kreasi airbrush dalam film Avatar jelas sudah menggunakan teknik yang lebih canggih.
Ya, body painting dan tata rias dengan menggunakan airbrush memang mampu menampilkan kesan imajinatif, lebih dari sekadar cantik. Bisa tergambar lebih misterius, menakutkan, atau malah sensual. Amy pun mengingatkan pada buku edisi luks Madame Syuga. Buku yang diterbitkan pada 1993 itu sebagian berisi foto-foto telanjang Dewi Sukarno—perempuan Jepang, istri Bung Karno—dengan tubuh dilapisi lukisan menggunakan teknik airbrush. Karya yang merupakan ekspresi pribadi Dewi itu sempat membuat gempar di Indonesia. Dia dianggap melanggar ”nilai-nilai ketimuran dan harga diri bangsa Indonesia”. Kejaksaan Agung pun membredel Madame Syuga.
BB, Hadriani Pudjiarti
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo