1 APRIL baru lalu Kotamadya Ujung Pandang memperingati ulang
tahunnya ke-70. Walikota Daeng Patompo kerap dipercakapkan telah
berhasil membenahi kota ini. Tidak berarti semua pujian
kepadanya adalah pujian ikhlas -- sebab mengritik sekarang 'kan
susah, dan para pemuji bisa juga dibayar untuk tepuktangan
palsu. Tapi ada henarnya, bahwa ada peningkatan kemampuan Ujung
Pandang melayani berbagai hajat warga kota dalam 10 tahun
belakangan ini. Lebih dari itu anugrah berupa Prasamya Purna
Karya Nugraha yang pernah diterima kota ini agaknya memperkuat
dugaan tadi. Sehingga sekaligus Ujung Pandang ditetapkan
pemerintah pusat sebagai kota pusat pengembangan daerah D, yaitu
Indonesia bagian timur. Tapi semua ini tak berarti bahwa kota
yang dulu bernama Makassar ini sudah terlepas dari berbagai
keruwetan.
Sungai Jeneberang sendiri misalnya masih mengalir tenang. Airnya
tak ganas. Namun bukan berarti sungai yang membingkai bagian
utara dan selatan kota Ujung Pandang ini tak merisaukan. Awal
tahun ini, ibukota Propinsi Sulawesi Selatan yang terkenal
bersih itu bagaikan mengapung selama beberapa jam dibuatnya.
Bukan hanya tersebab hujan terlampau deras. Erosi di bagian hulu
sudah sejak beberapa waktu berselang mengirimkan berjuta M3
pasir sekaligus meninggikan dasar sungai ini menjadi rata-rata
11 meter tiap tahun. Sehingga meskipun Tanggul Patompo --
demikian namanya -- membenteng hampir sepanjang kota yang
dilaluinya, tak kuasa menahan limpahan air. Lalu merayapi kota
yang tingginya memang sudah sejajar dengan dasar sang sungai.
Namun rupanya tak hanya sekedar itu. Berdiri di Pantai Losari,
bagian barat kota yang menghadap ke Selat Makassar, pemandangan
akan terganggu oleh sekelumit tanah yang menjorok ke laut,
beberapa ratus meter panjangnya. Tanjung baru ini tentu belum
tertera dalam peta. Sebab ia muncul hampir secara tak disadari
akibat endapan berbagai tanah dan kotoran yang dikirimkan sungai
Jeneberang.
Agaknya berhadapan dengan "air yang tenang tapi bisa meluap" ini
termasuk salah satu masalah pelik yang dihadapi kota Ujung
Pandang akhir-akhir ini -- meskipun punya makna lain bagi para
penambang pasir buat bahan bangunan. Sebab genangan air -- yang
biasa disebut banjir itu -- bukan saja menampilkan tampang
sebaliknya sebagai kota bersih dan rapi, namun juga sempat
membopengkan beberapa jalur jalan. Hanya untuk melicinkan
jalan-jalan yang rusak akibat malapetaka bulan Januari itu,
pemerintah kota dipaksa mengeluarkan biaya tak kurang dari Rp
400 juta. Anggaran demikian tentu cukup besar artinya bagi
sebuah kota yang berpenduduk hampir 600 ribu jiwa ini. Karenanya
berhadapan dengan bencana serupa itu, Walikota Daeng Patompo
hampir mengangkat tangan. "Tak bisa dihindari selama sungai
Jeneberang belum dikeruk" tuturnya kepada Sinansari Ecip dan
Bastari Asnin dari TEMPO 1 pekan lalu di Ujung Pandang. Bukan
saja lantaran urusan keruk-mengeruk itu sudah disepakati
termasuk pekerjaan pemerintah pusat, tapi juga karena Patompo
menyadari keterbatasan koceknya.
Salah satu usaha untuk melawan kiriman air sungai Jeneberang,
pemerintah tamadya Ujung Pandang akhir-akhir ini sibuk
meninggikan berbagai jalur jalan. Di jalan-jalan protokol
ketinggian itu bahkan mencapai 50 cm. Tetapi apabila suatu waktu
kelak pengerukan sungai Jeneberang dan peninggian jalan-jalan
sudah dilakukan, akan selesaikah masalah ini seluruhnya? Agaknya
belum. "Satu hal yang kurang mendapat perhatian yaitu parit atau
selokan" kata seorang insinyur yang biasa memborong jalan. Sebab
menurutnya, hujan deras maupun luapan sungai Jeneberang akan
cepat tersedot apahila parit-parit yang ada diperlebar dan
diperdalam. Yang masih tampak sekarang ini adalah pembangunan
berlangsung terus, volume bangunan bertambah terus, tapi daya
tampung seJokan seperti dulu-dulu juga. Kalaupun ada pertambahan
tak banyak jumlahnya. Bahkan ada di antaranya yang tenggelam
ditelan pelebaran jalan.
Wajah kota Ujung Pandang yang dulu bernama Makassar itu mungkin
akan tampak jelas apabila pemulusan jalan-jalan dalam kota sudah
rampung di akhir bulan April ini, seperti diancer-ancerkan pihak
Kotamadya. Sekurang-kurangnya makin jelas, bahwa langkah-langkah
untuk menjadikannya sebagai kota 5 dimensi -- yaitu kota
akademi, kota budaya, kota dagang, kota industri dan kota
pariwisata, seperti dalam rancangan pembangunannya -- telah
disiapkan. Sekarang saja Ujung Pandang barangkali adalah kota
yang paling rapi di kawasan Indonesia sebelah timur. Untuk
sebagian besar Gerakan Masuk Kampung (semacam proyek Husni
Thamrin di Jakarta) berhasil membuka perkampungan yang suram
sebelumnya.
Demikian pula, setelah hampir menyedot lebih dari separo
anggaran per tahun selama 10 tahun terakhir, kebutuhan-kebutuhan
pokok warga kota seperti listrik, air minum, sarana pendidikan
dan kesehatan -- secara maksimal telah dinikmati penghuninya.
Walikota Patompo selalu dengan bangga menyebut beberapa SD
Teladan dan sebuah SD Pembangunan (12 tahun) yang dibuatnya.
"Yang masih sering merisaukan saya adalah mutu" ucapnya. "yaitu
mutu para guru dan tenaga kesehatan". Patompo memang mengakui
masih kekurangan sekitar 10 buah gedung SD guru-guru serta
sarana dan tenaga kesehatan. "Sebab yang saya cari selama ini
mutu mereka, bukan jumlah" katanya. Mudah-mudahan ia juga setuju
bahwa di bidang lain pun -- bahkan seluruh persoalan
pembangunan -- demikian: mutu, bukan gedung-gedung.
UJUNG Pandang termasuk salah satu dari kota-kota besar Indonesia
yang tumbuh dengan sendirinya. Artinya bangunan-bangunan berdiri
semata-mata menurut selera pemiliknya, tanpa perencanaan.
Rumah-rumah tinggal saling berhimpit bahkan di sana-sini
bergumul dengan toko dan kantor-kantor sementara di bagian lain
terlena bagai hutan larangan. Dari jurusan lain arus pendatang
dari pedalaman bagai hendak membuat kota semakin kusut.
Beruntung bagi kota Makassar bahwa arus perpindahan penduduk
dari desa ke kota ini tak begitu deras -- mungkin karena tingkat
kemakmuran yang memadai di pedalaman atau barangkali juga karena
orang-orang Bugis dan Makassar lebih senang memacu perahu mereka
ke tanah seberang. Tapi toh menurut angka-angka sekitar tahun
1970 kota UjungPandang sudah cukup padat, malahan terlampau
padat bagi sebuah kota untuk ukuran luar pulau Jawa -- ada
bagian kota yang berpenduduk 412 jiwa per hektar.
Hampir bersamaan dengan perubahan nama dari Makassar menjadi
Ujung Pandang di tahun 1971 pemekaran kota dilakukan. Sebanyak
18 buah desa yang sebelumnya termasuk wilayah Kabupaten Gowa,
Kabupaten Maros dan Kabupaten Pangkajene Kepulauan disedot ke
dalam kawasan Kotamadya Ujung Pandang. Luas kota pun membengkak
dari 21 km2 menjadi 115 km2 lebih. Usaha pertama yang dilakukan
adalah memindahkan penduduk dari sebuah kampung padat yang
kemudian dikenal dengan nama Kampung Patompo sebuah nama yang
dilekatkan penghuninya walaupun si pemilik nama merasa kikuk
disebut demikian. Tetapi dengan ini langkah ke arah penataan
kembali kota Ujung Pandang telah dimulai. Dengan usaha ini
hendak ditandai bahwa warga kota yang modern mestilah hidup
dalam tata letak yang dirancangkan. Artinya yang lain tentulah
penghuni kota yang menumpuk selama ini perlu disebarkan pada
tempat-tempat yang masih lapang.
DALAM rencana garis besar (lay out plan) pengembangan kota,
maka Ujung Pandang mulai dibagi-bagi. Bagian timur laut
ditentukan sebagai wilayah industri, terutama karena beberapa
pabrik sudah berada di sini. Daerah kota sebelah selatan untuk
pusat rekreasi. Sebelah timur untuk tempat perumahan (tempat
tinggal) utama. Sedang kota (lama) Ujung Pandang secara garis
besar diperuntukkan sebagai kota dagang. Karena penduduk masih
berdesakan, maka menjuruskan mereka ke tempat pemukiman baru,
tampaknya adalah kebutuhan yang cukup mendesak dalam menuju
pengembangan kota Ujung Pandang sekarang.
Adalah sebuah wilayah kota, Panakukang namanya. Terletak di
belahan timur kota Ujung Pandang dengan luas 4.000 hektar,
kawasan ini seluruhnya terdiri dari tanah sawah tadah hujan.
Dalam sebuah keputusannya di tahun 1974 DPRD Kotamadya Ujung
Pandang telah menetapkan wilayah ini sebagai pusat pemukiman
(areal real estate) yang memenuhi persyaratan hidup sehat dan
layak, lengkap dengan berbagai sarananya -- ibarat Kebayoran
Baru di Jakarta. Di sini akan tinggal mereka yang terkena
penertiban di kota lama (golongan berpenghasilan rendah) maupun
untuk mereka yang ingin mencoba tempat tinggal mewah. Dalam
perkiraan dalam waktu 20 tahun sebuah kota baru telah terbentuk
di wilayah ini. meskipun untuk tahap 5 tahun pertama ini baru
akan tergarap sekitar 300 hektar.
Menurut Adjid Hutomo, direktur Tehnik PT Timurama, sebuah
perusahaan yang ditugaskan Kotamadya Ujung Pandang untuk
merancang dan melaksanakan pengembangan wilayah baru ini.
Panakukang memang memungkinkan untuk dijadikan daerah pemukiman.
Di sini menurutnya, akan dilalui jalur air minum dan listrik
yang sekarang sedang dikerjakan Kotamadya. Begitu pula sebuah
jalan baru sedang dibuat untuk menghubungkannya dengan Kabupaten
Sungguminasa. PT Timurama sendiri telah mencoba membuat
rumah-rumah contoh di kawasan ini, satu hal yang tampaknya
mendorong keyakinan warga kota untuk mulai bersiap-siap
menempati daerah baru ini. Di samping pihak Kotamadya -- yang
akan memindahkan Balai Kota ke Panakukang ini berbagai instansi
pemerintah juga mulai -- mengincer daerah ini baik sebagai
perumahan karyawan maupun kantornya.
NAMUN demikian, kota lama tetap harus ditata kembali. Ir.
Hendarto dari Badan Pelaksana Pembangunan Proyek Otorita
Panakukang, misalnya melihat jalur-jalur jalan dalam kota
Ujung Pandang sekarang sebagai terlalu banyak memakai sistim
kotak-kotak. Artinya setiap saat akan ditemui persimpangan-
persimpangan. Untuk jumlah kendaraan yang ada dalam kota
sekarang sistim jalan demikian mungkin belum mengganggu benar.
Tapi akan jauh berbeda halnya apabila jumlah kendaraan sudah
berlipat kali di masa datang. Lebih-lebih bila kendaraan roga
(beca) yang mendominasi jumlah kendaraan dan kota sekarang
tidak ditertibkan dari jauh hari. Karena itu agaknya pemerintah
kotamadya perlu menyelaraskan pembenahan kota sekarang dengan
kemungkinan Ujung Pandang sebagai pusat perdagangan di kemudian
hari. Sehingga kota lama itu sendiri kelak hanya akan menjadi
pusat kesibukan perdagangan setempat, tempat penampungan
produk-produk (pertanian maupun industri) di lingkungan Sulawesi
Selatan maupun untuk lalu-lintas niaga Indonesia bagian timur.
Lebih-lebih bila dilihat bahwa kota ini memang mempunyai
berbagai kemungkinan untuk memiliki dimensi-dimensi yang
direncanakan baginya. Satu hal yang akan segera tampak misalnya
bakal munculnya Ujung Pandang sebagai pusat industri (ringan)
untuk menampung dan mengolah bermacam hasil pertanian yang belum
sempat digarap selama ini. Beberapa orang pengusaha bahkan
melihat masa depan Ujung Pandang sebagai pusat penumpukan dan
penyebaran barang-barang dagangan untuk seluruh Indonesia
sebelah timur. Mungkin karena letaknya, mungkin juga karena
pelabuhan dan potensi alam Sulawesi Selatan. Dari pihak lain
kelincahan pemerintah kota menggali sumber-sumber keuangan
agaknya cukup melapangkan usaha membangun Ujung Pandang secepat
yang dirancangkan. Tentang sumber keuangan ini misalnya untuk
tahun anggaran 1976/1977 ini pihak Kotamadya sudah berani
memasang angka Rp 7 milyar, sebuah jumlah yang banyak tak
tersamai oleh beberapa propinsi. Sebagai perbandingan, ketika
Kotamadya Medan mempunyai pemasukan (income) sebanyak Rp 1
milyar di tahun 1973/1974, untuk waktu yang sama Ujung Pandang
mempunyai pendapatan Rp 3 milyar.
Barangkali dengan alasan begitu, Haji luhammad Daeng Patompo
banyak berjanji. "Dari 600 km jalan dalam kota sekarang, tahun
1978 akan bertambah menjadi ]000 km" ucap Patompo suatu ketika.
Pada saat yang lain dia pun berjanji: "Di akhir masa jabatan
saya pada tahun 1978, setidak-tidaknya saya meninggalkan kota
ini setelah mempunyai ciri-ciri metropolitan". Artinya sebuah
kota yang telah mampu meyuguhkan kebutuhan-kebutuhan pokok warga
kota yang modern. Tapi bagi Patompo yang telah dua kali
menduduki masa jabatan sebagai walikota dan akan berakhir tahun
1978 nanti -- membuat janji dan menghitung waktu hampir sama
dengan menghitung kapan waktunya harus makan. Sebab kebersihan
kota Ujung Pandang yang dikenal sekarang hanya dilakukannya
dalam satu hari. Dan dia berhasil.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini