Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Magnet di Selatan Celebes

Pemerintah Kabupaten Bantaeng mengubah lahan tandus menjadi kawasan industri yang memikat investor asing. Memangkas perizinan dan memudahkan pembebasan lahan.

24 November 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RUANG rapat Bupati Bantaeng, Sulawesi Selatan, mendadak ramai siang itu, Selasa pada awal November ini. Bupati Muhammad Nurdin Abdullah tengah menerima empat tamu dari perusahaan produsen baja, PT Jakarta Central Asia Steel. Ditemani Sekretaris Daerah Abdul Gani dan belasan pegawai negeri Bantaeng, Nurdin menjawab beragam pertanyaan dari tamu-tamu yang sudah menunggu sejak pagi itu.

Chen Zhi Heng, Wakil Direktur Jakarta Central, misalnya bertanya soal daya tampung pelabuhan di Bantaeng. Nurdin menjawab, Pelabuhan Mattoanging hanya bisa menampung kapal berbobot 10 ribu ton. Namun ia meminta Chen tidak khawatir karena pelabuhan baru sedang dibangun. "Kapasitasnya 50 ribu ton," kata Nurdin.

Ketika pertemuan dengan Chen dan kawan-kawan baru berjalan 15 menit, rombongan tamu lain datang. Mereka antara lain Jakin Djanuar Widjaja dari PT Global Arta Borneo, Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Nurdin mempersilakan tamu barunya masuk ke ruang kerja dia.

Jakin dan kawan-kawan mengorek informasi seputar kawasan industri pemurnian nikel di Bantaeng. Dia mencari tahu kapan kawasan itu akan beroperasi. Ia pun bertanya soal kebutuhan pasokan energi untuk kawasan itu. "Kami berencana menjajaki pembangkit listrik dan suplai solar," ujar Jakin.

Nurdin tak hanya menjawab pertanyaan para tamunya. Dia pun menawari mereka meninjau lokasi kawasan industri Bantaeng. Ketika jam makan siang tiba, Nurdin mengundang tamunya ke perjamuan bersama di rumah dinasnya di Jalan Andi Manappiang, sekitar 700 meter dari kantor bupati.

Sambil makan siang, Nurdin bercerita seputar pelayanan publik di daerahnya. Suatu ketika, kata Nurdin, ada seorang pengusaha kecil terkena pungutan liar ketika membuat kartu tanda penduduk. Saat itu, dia mengurus KTP di satu kelurahan untuk pengajuan kredit usaha rakyat.

Tak sudi membayar "pungli", si pengusaha melapor kepada Nurdin. Sang Bupati pun menegur lurah tadi. Ki lurah, menurut Nurdin, mengakui kesalahannya. Masalahnya, gara-gara KTP si pengusaha tak diurus, batas waktu pengajuan kredit terlewati. Di depan lurah, Nurdin meminjamkan Rp 5 juta kepada si pemohon KTP. "Gara-gara Pak Lurah menarik pungli," ucap Nurdin mengenang kejadian lima tahun lalu.

Cerita itu menjalar cepat ke telinga para pegawai di 21 kelurahan dan 46 desa di Kabupaten Bantaeng. Sejak itu, hampir tak ada lagi keluhan mengurus KTP. Lewat cerita itu pula Nurdin menyampaikan pesan khusus kepada tamunya, yakni, "Semua izin bisa diurus cepat tanpa pungli."

BAGI pegawai Pemerintah Kabupaten Bantaeng, rumah dinas bupati kini tak lagi "angker". Saban hari kerja, mereka terbiasa wira-wiri di rumah bergaya arsitektur Belanda itu. Bupati Nurdin selalu meminta stafnya membawa tetamu, terutama kalangan investor, ke rumah itu. Nurdin dan keluarga memilih tinggal di rumah pribadi. "Rumah jabatan bupati seperti kantor kedua kami," kata Kepala Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Syahrul Bayan.

Sejak periode pertama memimpin Bantaeng (2008-2013), Nurdin menyederhanakan perizinan investasi pelayanan terpadu satu pintu. Prosesnya ditargetkan kelar satu hari. Upaya itu nyaris bertepuk sebelah tangan. Soalnya, pegawai negeri di Bantaeng kewalahan mengimbangi Nurdin, yang terbiasa memutuskan urusan dengan cepat.

Seorang pejabat eselon I di Bantaeng menuturkan, kelambanan birokrat membuat Nurdin hampir frustrasi pada awal kepemimpinannya. Apalagi para politikus lokal waktu itu kencang mengkritik bupati yang maju dari jalur independen tersebut. "Bupati sampai terpikir mengundurkan diri," katanya. Belakangan, Nurdin mengurungkan niat itu. Salah satu upaya Nurdin adalah berusaha mencairkan kekakuan hubungan antar-satuan kerja pemerintah daerah. Anggaran belanja daerah, misalnya, direncanakan berdasarkan program, bukan proyek. Contohnya pembangunan kawasan Pantai Seruni dan Pantai Marina, yang dibiayai anggaran lintas satuan kerja.

Pada 2013, Nurdin terpilih menjadi bupati periode kedua dengan suara 84 persen. Pada periode ini, pemerintah Bantaeng berfokus menggenjot investasi. Nurdin menetapkan Kecamatan Pajukukang sebagai kawasan industri. Sebelumnya, sebagian besar lahan ini tergolong tandus dan tak cocok untuk pertanian.

Sejak awal, Nurdin memperkirakan bakal menemukan banyak kendala pembebasan lahan. Karena itu, dia memilih "blusukan" untuk memetakan problem dan mencari solusi. Untuk meringankan beban investor, dia ikut bernegosiasi dengan warga. Dan, agar penduduk tertarik, Nurdin menyarankan mereka mengajukan harga lebih tinggi kepada investor. Sebelumnya, harga lahan di Kecamatan Pajukukang hanya Rp 100 juta per hektare. Bupati menyarankan warga melepasnya dengan harga Rp 300 juta per hektare. Bila rundingan sudah putus, dia memanggil investor dan meminta mereka membayar langsung kepada pemilik lahan. Dengan cara itu, sekitar 3.000 hektare lahan bisa dibebaskan.

CHEN Zhi Heng termasuk investor yang merasakan kemudahan perizinan di Bantaeng, setelah membandingkannya dengan kabupaten lain. "Bantaeng paling gampang," ucapnya kepada Tempo. Hal serupa dirasakan Jakin Djanuar Widjaja. Direktur Keuangan dan Marketing PT Global Arta Borneo ini merasakan baru pertama kali dijamu pemerintah kendati statusnya masih penjajakan. "Biasanya pengusaha yang menjamu bupati," ujarnya. "Ini yang diperlukan investor," Jakin menambahkan.

Ramahnya perizinan dan pelayanan birokrasi Bantaeng tersiar hingga Negeri Tirai Bambu. Mei lalu, Wali Kota Ning Xia, Cina, Pan Min Sung, mengundang Nurdin menjalin kerja sama ekonomi. Setelah pertemuan itu, badan usaha milik daerah Ning Xia berencana membangun smelter di Bantaeng.

Cara Nurdin menyelesaikan pembebasan lahan pernah diganjar penghargaan oleh pemerintah dan investor dari Malaysia: mereka membangun pembangkit listrik di kabupaten paling selatan di bumi Celebes ini.

Kini ada delapan investor yang memulai pembangunan di Bantaeng Industrial Park. Smelter nikel PT Bakti Bumi Sulawesi (Huadi Nickel Alloy Indonesia), misalnya, menargetkan beroperasi pada kuartal kedua tahun depan. Investasi yang terealisasi mencapai Rp 10 triliun. Aliran dana itu mendorong pertumbuhan ekonomi Bantaeng melejit dari 5,7 persen pada 2008 menjadi 8,7 persen tahun lalu.

Berkat kemudahan investasi dan lobi makan siang di rumah dinas bupati, lahan tandus di Bantaeng kini jadi magnet penyedot investasi.


Potensi Daerah
Luas: 539,93 km2
Penduduk: 179.505 jiwa
Jumlah distrik: 8 kecamatan, terdiri atas 21 kelurahan dan 46 desa

Potensi Daerah
- Pertanian: Jagung, padi, dan talas
- Hortikultura: Bawang merah, kentang, kubis, dan wortel
- Perkebunan: Kakao, cengkeh, kopi, dan kapas
- Peternakan: Sapi, kambing, dan kuda
- Kelautan: Budi daya rumput laut dan ikan

Wisata

Agrowisata:
Petik apel dan stroberi, Loka Camp (penginapan di gunung), air terjun di lima lokasi, Pantai Seruni, Pantai Marina, Pantai Lamalaka

Industri
- Air mineral
- Pengolahan rumput laut
- Pembekuan biota perairan
- Kultur jaringan hortikultura, benih padi dan jagung
- Smelter (pemurnian nikel)
- Listrik


Muhammad Nurdin Abdullah, Bupati Bantaeng:
Kami Pelayan, Bukan Pejabat

DUA periode memimpin Kabupaten Bantaeng, Muhammad Nurdin Abdullah mencetak wajah birokrasi yang ramah terhadap investor. Izin usaha bisa terbit dalam satu hari. Jika investor terganjal pembebasan lahan, Nurdin tak risi berunding dengan warganya. Hasilnya, investor menanamkan modal hingga Rp 10 triliun di kabupaten terkecil di Sulawesi Selatan itu.

Mengapa Anda terkesan amat memanjakan calon investor?

Luas Bantaeng kecil, jumlah penduduk sedikit, nilai pembangunannya kecil. Rata-rata APBD kami habis dikonsumsi. Tidak ada daerah kecil yang bangkit tanpa investasi swasta. Tapi pengusaha ketika mau berinvestasi pasti bertanya suplai listrik, jalan, pelabuhan, jarak dari bandar udara, ketersediaan lahan, dan perizinan. Investor harus diberi kepastian dan keamanan. Perizinan harus dipermudah dengan cara mengubah gaya birokrasi.

Apa strategi Anda menciptakan birokrasi yang ramah?

Kesejahteraan pegawai harus diperbaiki. Untuk itu, kuncinya menaikkan pendapatan asli daerah. Caranya, lewat masuknya investasi. Agar investor berdatangan, berikan kemudahan kepada mereka. Birokrat jangan berpikir apa yang kita dapat, tapi apa yang bisa kita berikan kepada investor. Hasilnya mujarab. Investor yang pertama kali masuk sudah merasakan keramahan kami. Kami jemput dari Bandara Hasanuddin, menemani mereka ke lapangan, menjamu makan siang dan malam. Investor melihat kami sebagai pelayan, bukan pejabat.

Seberapa cepat pelayanan izin investasi?

Investor pertama dari Beijing kaget terhadap pelayanan kami. Pagi harinya, dia menanyakan harga izin prinsip. Saya katakan gratis. Lalu kami menemani mereka survei lahan dan jalan. Pulang survei, izin prinsip sudah siap. Saya tidak pernah membuat disposisi, ada masalah saya turun ke lapangan. Camat dan lurah juga saya minta turun.

Bagaimana mengatasi kendala pembebasan lahan?

Kami tidak biarkan investor bersentuhan dengan masyarakat. Pemerintah bertemu dulu dengan warga. Kalau harga sudah ketemu, dibuatkan kesepakatan antara warga dan investor. Pemerintah ikut menyaksikan. Setelah itu, kami mengundang perbankan: warga membuka rekening, langsung ditransfer oleh investor. Tidak ada yang masuk ke pemerintah.

Bila ada warga menolak menjual lahan, apa solusinya?

Saya undang mereka makan malam di rumah jabatan bupati. Saya jemput pakai bus. Saya jelaskan, kalau industri terbangun, akan muncul banyak peluang usaha, ada tempat kos, perdagangan naik, permintaan sayuran akan meningkat. Kami berikan mimpi.

Anda seperti menganakemaskan industri ketimbang pertanian atau perikanan.

Bantaeng hendak saya jadikan pusat benih. Wilayah kami sangat kecil tapi komplet. Ada pantai, dataran rendah dan tinggi. Benih yang dihasilkan akan beragam. Tapi harga benih terlalu murah, investor kurang berminat. Perlu intervensi pemerintah pusat.

Muhammad Nurdin Abdullah
Tempatdan tanggal lahir: Parepare, 7 Februari 1963
Masa bakti: 2008-2013 dan 2013-2018

Pendidikan:
- S-1 Fakultas Pertanian dan Kehutanan Universitas Hasanuddin, Makassar (1986)
- S-2 Master of Agriculture Universitas Kyushu, Jepang (1991)
- S-3 Doctor of Agriculture Universitas Kyushu, Jepang (1994)
- Guru besar Universitas Hasanuddin sejak 2010

Karier:
- Dosen Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin
- Direktur Utama PT Maruki Internasional Indonesia
- Direktur Utama Global Seafood Japan
- Direktur Kyushu Medical Co Ltd Japan
- Pemilik Hakata Tour & Travel

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus