Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DI KAWASAN sepanjang jalan poros Barru-Parepare menghampar lahan kosong. Tak ada pepohonan besar tumbuh di atas tanah gampingnya. Tapi tak lama lagi sisa-sisa area tambak udang di Desa Madello, Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan, itu akan berubah.
Pembangunan pabrik semen berkapasitas 2,5 juta ton sudah dimulai di sana. Kolam-kolam udang yang mengering mulai ditimbun. Jalanan selebar 10 meter sepanjang 2 kilometer pun sudah disiapkan. "Truk yang membawa material urukan sudah bisa keluar-masuk," kata Hamzah Usman, Senin pekan lalu.
Hamzah, Kepala Operasi Lagaligo Logistik Cabang Barru, anak perusahaan Grup Bosowa, adalah petugas yang menangani bongkar-muat semen. Tim dan pekerja mereka saat ini masih menggarap proyek pengembangan pabrik lain yang lebih dulu beroperasi di Kabupaten Maros. "Beberapa bulan lagi mungkin selesai di sana, dan akan langsung kerja di Barru," ujarnya.
Bukan hanya Bosowa yang tertarik melihat besarnya potensi gunung gamping yang mengelilingi Barru. Tersebar di Kecamatan Pujananting, Tanete Riaja, dan Barru, cadangan bahan baku semen diperkirakan 1.550 juta meter kubik atau lebih dari 2,1 miliar ton. Semua hamparan tanah kapur dan gunung gamping itu berada di luar kawasan konservasi karst di Maros dan Pangkajene Kepulauan. "Karena itu, bisa digali dan akan cukup untuk produksi sampai ratusan tahun kemudian," kata Bupati Barru, Andi Idris Syukur.
Gamping yang melimpah, ditambah pasokan bahan baku lain, seperti pasir kuarsa, yang tak kalah banyak di Barru, membuat Grup Fajar tak ragu memilih daerah ini sebagai basis produksi semen. "Kami sudah mengeluarkan izin untuk Semen Fajar dengan kapasitas sama dengan Bosowa. Investasi keduanya masing-masing sekitar Rp 7 triliun," kata Syamsir, Kepala Dinas Pelayanan Perizinan dan Investasi Kabupaten Barru. "Tahun ini proyek sudah akan dimulai."
Yang agak membedakan Grup Bosowa dengan investor lain, Syamsir melanjutkan, ialah adanya pertimbangan non-ekonomis yang ia sebut sebagai "faktor X". "Karena pemilik Bosowa berasal dari Barru, memang boleh jadi ada faktor lain yang membuat mereka cenderung memilih investasi di sini," ujarnya. Ia merujuk pada pendiri dan pemilik grup ini, Aksa Mahmud, yang memang lahir di Barru pada 16 Juli 1945. "Tapi, namanya investor, hal utama yang jadi perhitungan pastilah peluang pengembangan modal dan kepastian usaha mereka. Di situlah kami bekerja."
Pada pekan terakhir Desember tahun lalu, bertempat di Pelabuhan Garongkong di Kabupaten Barru, Aksa Mahmud dan anaknya yang menjadi Direktur Utama Bosowa Corporindo, Erwin Aksa, melakukan peletakan batu pertama megaproyek kelompok bisnis mereka. Hadir pula di sana Menteri Koordinator Perekonomian saat itu, Hatta Rajasa, juga Wakil Menteri Perhubungan Bambang Susantono dan Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo.
Hatta dan Syahrul menyatakan pelabuhan di Barru akan diarahkan sebagai kawasan ekonomi khusus dan dermaga logistik internasional, yang akan terkoneksi dengan jaringan kereta api Trans-Sulawesi. Investasi direncanakan tak kurang dari Rp 3 triliun, Rp 700 miliar di antaranya merupakan modal yang ditanam Bosowa dalam bentuk terminal dan fasilitas pengepakan semen.
"Fasilitas ini juga menjadi hub untuk menghindari antrean kapal di Pelabuhan Makassar untuk ekspor dan distribusi ke pabrik kami di pulau-pulau lain," kata Erwin. Rencananya, di pelabuhan ini Bosowa akan membangun empat silo penampung semen dan klinker berkapasitas masing-masing 20 ribu ton.
Kenapa Barru mereka pilih? Hamzah Usman mengakui adanya "faktor X" seperti diungkapkan Syamsir. Namun, kata dia, faktor non-ekonomis itu tak akan banyak pengaruhnya jika kondisi obyektif di wilayah ini tak mendukung. Ia menyebutkan setidaknya ada empat proyek besar yang sedang digarap Grup Bosowa di Barru. Selain membangun pelabuhan dan pabrik semen, mereka sedang merancang pembangunan galangan kapal, dan saat ini mulai mengerjakan konstruksi hotel. "Bisa dikatakan basis Bosowa akan pindah ke Barru."
Hamzah menyebutkan pelabuhan alam Barru yang memiliki kedalaman 15-25 meter merupakan faktor penting. Tanpa perlu dikeruk, dermaga mereka bisa menampung kapal di atas 45 ribu ton. "Tahap pertama, Juni tahun depan, target kami kapal batu bara dari Kalimantan ukuran 7.500-10.000 ton sudah masuk," ia menjelaskan. "Faktor lain adalah dukungan pemerintah daerah. Kami sama sekali tak menemui hambatan soal perizinan."
Tentu saja dukungan dan proses perizinan yang bebas hambatan itu tak datang tiba-tiba dan jauh dari urusan "faktor x". Idris Syukur bercerita, ketika empat tahun lalu ia terpilih jadi bupati, kondisi birokrasinya masih jauh dari harapan investor. Tak mengherankan bila jumlah investasi yang masuk ke daerah ini hanya berkisar di angka puluhan miliar rupiah saban tahun. "Bayangkan, untuk mulai usaha saja, diperlukan izin sampai seratus lebih. Belum lagi yang tumpang-tindih dan sebenarnya tak perlu," katanya. "Yang paling diperlukan investor itu kepastian, terutama hukum dan kebijakan."
Setelah lobi kanan-kiri dan meyakinkan anak buah serta para wakil rakyat, pada 2012 Idris berhasil membuat peraturan daerah yang menyederhanakan keruwetan perizinan itu. "Dari semula 129 izin di level kabupaten, sekarang tinggal 22 izin. Itu pun tak perlu ke banyak meja, cukup lewat satu pintu. Jika bukan urusan prinsip dan strategis, bupati tak perlu ikut campur."
Pelayanan istimewa tak hanya ditujukan kepada investor besar, seperti Bosowa dan Fajar. "Kami dorong industrialisasi secara umum," kata Idris. Untuk perikanan dan tambak, peternakan, serta pertanian, mereka punya program yang disebut "supra-intensif". "Salah satu contoh suksesnya, petambak kami mampu memproduksi udang sampai 153 ton per hektare. Itu jauh lebih tinggi dari produksi Meksiko, yang rata-rata 80 ton per hektare."
Sistem ini juga memberi ruang bagi pelaku usaha mikro atau pemula dengan fasilitas perizinan yang bebas bea alias gratis sejak 2013. "Masalah utama usaha mikro adalah ketiadaan akses ke bank dan dukungan modal karena kendala legalitas," kata Syamsir.
Karena itulah mereka bahkan merasa perlu menjemput bola dengan mendatangi warung-warung, bengkel kecil, dan sebagainya. "Kami beri mereka surat keterangan dan izin yang diperlukan, seperti IMB dan SIT, tanpa bayar, agar bisa ke bank dan mendapat kredit," ujar Syamsir. "Jadi jangan selalu bilang dan menuding hambatan investasi ada di daerah. Kami sudah lama berubah, pemerintah pusat juga berubah, dong...."
Potensi Daerah
Berdiri: 20 Februari 1960
Luas wilayah
- 1.174,72 km2 Ý 7 kecamatan, 14 kelurahan, dan 40 desa.
Jumlah Penduduk
- 162.985 jiwa (Sensus Penduduk 2009) Ý kepadatan rata-rata 138,74 jiwa per km2.
APBD
- 2010: Rp 460 miliar
- 2011: Rp 850 miliar
Rencana Proyek Besar
- Pabrik semen Grup Fajar: Rp 7 triliun
- Pabrik semen Bosowa: Rp 7 triliun
- Kilang minyak PT Multi Trading Pratama: Rp 10 triliun
- Pelabuhan curah dan kargo (Bosowa): realisasi tahap pertama Rp 200 miliar, dari rencana Rp 700 miliar
- Galangan kapal (Grup Bosowa)
- Hotel (Grup Bosowa)
- Kawasan Ekonomi Khusus di Pelabuhan Garongkong
Potensi Andalan
- Cadangan gamping dan bahan baku semen (di luar area konservasi karst): 2,1 miliar ton).
- Pelabuhan alam terdalam di koridor pesisir barat Sulawesi Selatan (15-25 meter) atau terdalam kedua di Indonesia setelah pelabuhan Cilegon di Banten.
- Pemasok utama kebutuhan daging (sapi Bali), unggas, dan telur untuk Sulawesi Selatan.
Andi Idris Syukur, Bupati Barru:
Pemerintah yang Baik Adalah Pelayan
Andi Idris Syukur tahu ketakutan terbesar setiap investor adalah perubahan kebijakan yang tak terduga dan tak berpola. Itu sebabnya, hal pertama yang dia lakukan ketika terpilih menjadi Bupati Barru empat tahun lalu adalah memastikan sistem berjalan. "Tak boleh loncat-loncat," katanya kepada Tempo, yang menemuinya di rumah dinas pada 4 November lalu.
Ada lonjakan investasi signifikan di Barru. Apa rahasianya?
Dalam beberapa tahun belakangan, banyak yang mulai melirik kami. Tentu saja hal pertama yang mereka lihat adalah potensi yang ada di wilayah Barru. Berikutnya adalah adanya kepastian, terutama menyangkut hukum dan kebijakan. Ketika empat tahun lalu saya jadi bupati, keadaannya masih jauh dari yang diharapkan.
Kepastian seperti apa yang Anda berikan?
Setiap investor tentu tak mau kalau dia telanjur masuk ke satu wilayah, misalnya, tiba-tiba ada aturan yang mengubah peruntukan daerah itu. Karena itu, rencana tata ruang dan wilayah adalah mutlak sebagai jaminannya. Berikutnya adalah soal perizinan. Kami bekerja sama dan dibantu lembaga donor, seperti USAID, dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dalam membangun sistem pelayanan yang lebih terstandardisasi. Waktu dan biayanya pasti. Prosesnya disederhanakan.
Sejauh mana proses itu lebih sederhana?
Selama ini orang merasa bahwa berinvestasi itu sulitnya bukan main. Izinnya luar biasa banyak dan aneh-aneh, dan sebenarnya tidak semua diperlukan. Kami pangkas itu, dari semula 129 izin di 19 satuan kerja perangkat daerah menjadi tinggal 22 izin. Semuanya cukup di satu kantor pelayanan terpadu.
Bagaimana Anda bisa memangkas begitu banyak izin?
Banyak izin yang tadinya harus lewat bupati, termasuk untuk urusan teknis, saya lepas dan cukup lewat Pak Syamsir (Kepala Dinas Pelayanan Perizinan dan Investasi). Di tempat lain, kewenangan memberi izin ini yang biasanya jadi rebutan. Saya tidak mau begitu. Bupati cukup pada izin prinsip dan urusan strategis.
Seperti apa bayangan Anda tentang Barru dalam 5-10 tahun mendatang?
Ekonomi akan jauh lebih maju dan investasi luar biasa. Dibanding empat tahun lalu, yang hanya Rp 42 miliar lebih, nilai investasi tahun ini di angka Rp 1,5 triliun, artinya sudah naik ribuan persen. Tapi nilai itu sebenarnya terlalu kecil. Masih akan loncat lagi dalam beberapa tahun ke depan. Bukan mustahil sampai Rp 50 triliun.
Apa yang membuat Anda begitu yakin?
Karena kami punya semua yang diinginkan investor. Lihatlah peta Indonesia. Barru ini posisinya persis di tengah Nusantara. Artinya, ke mana dan dari mana pun kami lebih dekat. Pelabuhan alam kami yang terdalam kedua di Indonesia dan aman sepanjang tahun.
Barru juga dilalui jalur Trans-Sulawesi, sehingga jarak ke Bandara Hasanuddin hanya perlu satu setengah jam. Plus jalur kereta api yang akan segera dibangun, interkonektivitas wilayah ini sangat bagus. Gunung gamping kami, kalaupun per tahun digali 15 juta ton, baru akan habis 300 tahun kemudian.
Tahun depan masa jabatan pertama Anda habis. Anda yakin apa yang sudah dibangun itu akan berlanjut jika bupati berganti?
Bapak saya adalah bupati di sini pada 1980-1985. Saya belajar banyak dari beliau. Seluruh karier saya habis sebagai birokrat, dan saat ini saya bukan orang partai. Pemerintah yang baik adalah pelayan yang baik. Semua potensi yang saya sebut tadi sudah ada di sini jauh sebelum saya jadi bupati. Yang saya lakukan adalah melihat yang mungkin sebelumnya tak tampak atau kurang diperhatikan, lalu merangkainya dalam sebuah sistem. Siapa pun bupatinya, rencana sudah kami buat sampai 20 tahun mendatang.
Andi Idris Syukur Pendidikan: Karier:
Tempat dan tanggal lahir: Parepare, 17 Agustus 1955
- Pascasarjana Universitas Hasanuddin (1992)
- Wakil Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Selatan (2002)
- Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Selatan (2002-2010)
- Pejabat Bupati Wajo (2008-2009)
- Bupati Barru periode 2010-2015
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo