Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Main voli gaya pati

Kapolres pati, letkol pudjianto dibantu anggotanya menghentikan perjudian lewat pertandingan voli. para bandar membagikan sebagian hasil taruhan pada pemain yang terdiri 3 orang, tiap tim.

9 Juli 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DALAM olah raga normal, bermain voli dilakukan oleh 12 atlet. Enam lawan enam. Dalam olah raga tidak normal, berapa pun jadi. Asal tidak sendirian atau tidak lebih dari 50 orang, tak muat lapangannya. Lalu di Pati, Jawa Tengah, pertandingan voli yang normal -- karena dinilai dan ditonton ramai-ramai -- dimainkan oleh enam orang, tiga lawan tiga. Cuma, normal itu bukan bahasa olah raga, ini bahasa judi. Para petaruh itulah yang menghitung nilainya. Babak pertama bahkan satu lawan satu. Babak kedua dua lawan dua. Babak ketiga, yang merupakan penentuan, tiga lawan tiga. Setiap babak berlangsung dua kali, artinya pakai pindah lapangan. Nilai tertinggi bukan 15, tapi 20. Tak jelas, sejak kapan judi model begini berlangsung di Pati. Yang pasti, awal Mei lalu, pertandingan yang aneh itu berlangsung di Dukuh Gelis, Desa Sugiharjo. Penontonnya, selain para penjudi, juga anak-anak dan beberapa polisi berpakaian preman. Pertandingan itu seru. Sorak-sorai para botoh membuat atlet voli judi itu bersemangat. Saat itu bertarung empat penjudi besar. Itu berarti ada empat tim atlet, karena bandar judi itu membawa atlet sendiri-sendiri. Yang bertaruh tak hanya bandar, juga pemain-pemain dan masyarakat yang menonton. Polisi yang preman tidak ikut, mereka murni menonton. Pertandingan berlangsung seru dan panas. Akhirnya, setelah melalui serangkaian pertandingan yang alot, klub Garuda dinyatakan menang. Bandarnya memenangkan taruhan Rp 125 ribu. Petaruh di luar bandar, menang dan kalah sulit dilacak. "Kami kalah kuat," kata Kasturi dari klub Kalijaga, yang kalah. Sebagai penganggur, ia mengaku menggantungkan penghasilannya dari bermain voli judi itu. Biasanya, Kasturi dibayar Rp 2.000 sampai Rp 3.000. "Kalau klubnya menang, dia dapat bonus. Nggak tentu, bisa Rp 10 ribu," katanya. Hari itu ia lagi apes, dan tak serupiah pun dibawanya pulang. Lho? Ternyata, uang lelahnya ikut dipertaruhkan di antara pemain. Bandar judi manakah yang menang? Tak ada. Semua bandar kalah. Semua petaruh kalah. Yang menang adalah polisi yang berpakaian preman dan tadinya cuma penonton murni. Karena, begitu pertandingan ini usai dan ditemukan bukti-bukti perjudian, polisi itu bertindak. Selain menyita uang taruhan sekitar Rp 200 ribu, polisi juga menahan beberapa petaruh. "Ini untuk kepentingan pemeriksaan," kata letkol. Pudjianto, Kapolres Pati. Yusroni Henridewanto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus