Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
YUDDY Chrisnandi tiba-tiba saja membuat tamsil yang tak lazim. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi itu mengibaratkan rencana perombakan kabinet jilid kedua sebagai bajaj yang melaju di jalanan. Yang tahu kapan bajaj berbelok, kata dia, hanya sopirnya dan Tuhan. "Hanya Presiden dan Tuhan yang tahu kapan dan siapa yang akan dicopot atau digeser," ujar Yuddy di kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis pekan lalu.
Sembari bercanda, Yuddy menyebutkan penentu reshuffle kini sedang menunggu petunjuk Tuhan. "Jadi mesti melihat wahyu," kata Yuddy setelah menghadiri rapat Tim Penilai Akhir. Dibanding menteri lain, mantan politikus Golkar ini terbilang lebih lugas memberi pernyataan di tengah kembali menguatnya rencana bongkar-pasang Kabinet Kerja. Padahal Yuddy salah satu menteri yang disebut-sebut terancam tergeser lewat reshuffle jilid kedua.
Selain kinerjanya dianggap tak moncer, Yuddy beberapa kali membuat blunder. Situs Tim Evaluasi dan Pengawasan Realisasi Anggaran buatan sejumlah lembaga pemerintah, misalnya, menyebutkan serapan anggaran kementerian yang dipimpin Yuddy hingga akhir 2015 hanya 41 persen.
Orang-orang dekat Jokowi juga menyebutkan Yuddy membuat gaduh di kalangan internal kabinet karena merilis evaluasi 77 kementerian dan lembaga pada Januari lalu. Padahal dia sendiri dianggap belum mampu menangani 439 ribu guru honorer dengan baik. Ada juga kontroversi katebelece Yuddy minta fasilitas transportasi dan akomodasi untuk koleganya yang berpelesir ke Australia.
Di tengah kesibukan mudik dan arus balik, isu reshuffle yang pernah muncul Januari lalu kembali bertiup. Sejumlah tokoh partai mulai melakukan lobi sana-sini. Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh, misalnya, diam-diam datang ke Istana Kepresidenan Jakarta pada Selasa siang pekan lalu. Surya datang seorang diri, "menyelinap" melalui pintu khusus yang biasanya dilewati presiden dan tamu penting kenegaraan. Surya masuk ke ruang kerja presiden melalui lorong dekat Masjid An-Nur di kompleks Istana Kepresidenan. Akses ini terlarang bahkan bagi wartawan yang biasa meliput di Istana.
Sebagai penyokong pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla, Partai NasDem menempatkan tiga kadernya di kabinet: Menteri Agraria dan Tata Ruang Ferry Mursyidan Baldan, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, serta Jaksa Agung Muhammad Prasetyo. Sejumlah kalangan menilai, untuk ukuran partai baru seperti NasDem, jatah tiga kursi kabinet terbilang mewah.
Belum genap dua tahun umur Kabinet Kerja, menurut beberapa teman diskusi Jokowi, Presiden mulai menunjukkan tanda-tanda kurang puas terhadap kinerja Ferry. Setiap kali isu reshuffle bertiup, Ferry pun masuk zona rawan. Ia disebut-sebut masuk daftar menteri yang bakal dicopot. "Ferry dinilai tidak sigap menyiapkan lahan, misalnya untuk kepentingan proyek prioritas pemerintah Jokowi," kata orang dekat Jokowi.
Dalam pertemuan dengan Presiden pekan lalu, menurut orang dekat Jokowi, Surya Paloh menyatakan tidak keberatan Ferry diganti asalkan posisi yang ditinggalkan dia masih diisi kader NasDem. Ada dua nama yang diajukan NasDem. Seorang di antaranya Ketua Badan Pemenangan Pemilu Enggartiasto Lukita. Enggartiasto membantah kabar akan menggantikan Ferry. "Tidak ada itu," ujarnya.
Sehari setelah bertemu dengan Surya, Jokowi memanggil Ferry dan Siti ke Istana, bersama Menteri Pertanian Amran Sulaiman. Spekulasi bahwa Ferry akan diganti pun menguat. Namun, setelah bersua dengan Jokowi, Ferry menyatakan tidak ada pembicaraan tentang perombakan kabinet. "Kami berbicara soal ketersediaan lahan pertanian," ujarnya.
Reaksi Surya berbeda 180 derajat ketika Jokowi menyampaikan keinginannya mengganti Jaksa Agung Muhammad Prasetyo. "Surya Paloh marah besar jika Jaksa Agung diganti," kata orang yang mengetahui pertemuan Jokowi-Surya.
Berdasarkan hasil penilaian kinerja kementerian dan lembaga negara yang dirilis Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara, Kejaksaan Agung mendapat nilai C alias kurang bagus. Jaksa Agung juga mendapat "rapor merah" dari kalangan pegiat antikorupsi. Indonesia Corruption Watch, misalnya, menilai Prasetyo tak melakukan terobosan, antara lain karena lambat mengeksekusi aset terpidana korupsi. Kabar Prasetyo akan diganti sebenarnya telah beredar sejak akhir tahun lalu. Beberapa kali Prasetyo pun menyatakan jabatan menteri dan jaksa agung merupakan hak prerogatif presiden. "Jangan tanya saya," ujarnya.
Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai NasDem Johnny Gerard Plate membantah ada pembicaraan khusus reshuffle antara Jokowi dan Surya. Menurut dia, Surya bersilaturahmi setelah berlibur Lebaran di luar negeri. Pemanggilan Ferry dan Siti oleh Jokowi, menurut Johnny, juga tidak berkaitan dengan perombakan kabinet. "Dipanggil Presiden kan hal biasa," katanya.
Pada hari yang sama dengan kedatangan Surya ke Istana, Presiden mengutus Menteri Sekretaris Negara Pratikno ke rumah Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri di Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta. Pratikno juga menyebut kunjungan itu sebagai silaturahmi setelah Idul Fitri. "Ketemu saja, Syawalan. Mohon maaf lahir-batin," ucap Pratikno. Ia mengatakan hal itu sambil tersenyum, duduk di atas mobil golf, di kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis pekan lalu.
Dua hari sebelum mengutus Pratikno, pada Ahad malam pekan lalu, Jokowi mengunjungi Megawati bersama Ibu Negara Iriana, anak kedua Kahiyang Ayu, serta si bungsu Kaesang Pangarep. "Ini silaturahmi keluarga Pak Jokowi sebagai pribadi kepada orang yang beliau hormati," kata salah satu orang kepercayaan Jokowi.
Bila urusannya sekadar "berlebaran", menurut sumber lain di lingkaran Istana, Jokowi tak bakal mengutus lagi Pratikno menemui Megawati. Selama ini, Pratikno adalah orang kepercayaan Jokowi untuk membuka komunikasi dengan PDI Perjuangan, selain melalui Pramono Anung, yang merupakan kader partai banteng moncong putih itu.
PDI Perjuangan memang partai pendukung utama Jokowi pada pemilihan presiden 2014. Namun, sejak pembentukan Kabinet Kerja, hubungan antara Jokowi dan Megawati mengalami pasang-surut. Beberapa kali Megawati secara terbuka mengingatkan bahwa Jokowi sebagai petugas partai penting mengakomodasi kepentingan partai dalam pemerintahan. "Jokowi perlu orang seperti Pratikno untuk mendekati Megawati," ujar orang yang mengetahui pertemuan Pratikno dengan Megawati ini.
Yang masih mengganjal hubungan Jokowi dan Megawati antara lain bertahannya Rini Soemarno sebagai Menteri Badan Usaha Milik Negara. Sebagian pengurus teras PDI Perjuangan sudah lama resistan terhadap Rini, yang mereka anggap terlalu dekat dengan Jokowi. Sebelumnya, banyak elite PDI Perjuangan yang tidak sreg dengan Andi Widjajanto—ketika menjabat Sekretaris Kabinet. Andi dianggap kerap merintangi akses orang partai ke Istana. Dengan alasan yang kurang-lebih sama, PDI Perjuangan juga sempat tidak nyaman dengan posisi Luhut Binsar Pandjaitan di kursi Kepala Staf Kepresidenan.
Andi lebih dulu terpental digantikan kader PDI Perjuangan, Pramono Anung, pada perombakan kabinet yang pertama. Penentangan PDI Perjuangan juga mereda ketika Luhut dilambungkan ke luar Istana menjadi Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, menggantikan Tedjo Edhy Purdijatno.
Meski ada dorongan dari PDI Perjuangan, mencopot Rini Soemarno agaknya tidak masuk opsi Jokowi. Pilihan yang hampir pasti, menurut orang yang kerap berdiskusi tentang reshuffle dengan Presiden, adalah menggeser Rini ke pos lain, misalnya ke jabatan baru yang berkaitan dengan pajak, termasuk urusan amnesti pajak.
Menurut politikus PDI Perjuangan, Charles Honoris, di lingkup internal partai, pembicaraan tentang perombakan kabinet belakangan ini kembali mencuat. Termasuk yang jadi pergunjingan adalah pergeseran posisi menteri dari PDI Perjuangan. "Reshuffle dalam waktu dekat," ujar Charles. Namun Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengatakan hal berbeda. "Saya tidak tahu pertemuan-pertemuan itu," ujarnya.
Presiden Jokowi terus memanggil sejumlah menteri. Setelah meminta Ferry, Siti, dan Amran datang pada Rabu pagi pekan lalu, siang harinya Jokowi memanggil Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution ke Istana Kepresidenan. Kemudian Jokowi memanggil Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki. Sesudah berbicara empat mata dengan Teten, Jokowi meminta Sekretaris Kabinet Pramono Anung masuk ke ruang kerjanya. "Saya setiap hari dipanggil Presiden, tidak apa-apa," kata Pramono.
Jokowi tak hanya memanggil menteri ke Istana Kepresidenan di Jakarta. Presiden juga mengundang menteri dan sejumlah orang yang disebut-sebut berpotensi masuk kabinet ke Istana Bogor. Pemanggilan itu berlangsung sejak Senin malam pekan lalu.
Selain Yuddy dan Ferry, menurut beberapa politikus partai pendukung pemerintah, menteri yang santer dikabarkan bakal menjadi korban kocok ulang kabinet adalah Marwan Jafar, yang kini menjabat Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. Politikus PDI Perjuangan, Budiman Sudjatmiko, termasuk yang disodorkan kepada Jokowi sebagai calon pengganti Marwan.
Seorang petinggi PDI Perjuangan menuturkan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga termasuk yang rawan digeser. Info ini klop dengan kabar dari lingkaran Istana. Sejak sebelum Lebaran, menurut sumber itu, Jokowi sudah mengeluhkan kinerja Puspayoga. PDI Perjuangan tampaknya tidak akan ngotot mempertahankan Puspayoga. Hanya, pengurus partai banteng bulat ingin pengganti Puspayoga tetap dari kader mereka. Sekretaris Kabinet Pramono Anung berpeluang dipindahkan ke Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. Nama yang beredar untuk posisi Sekretaris Kabinet adalah politikus PDI Perjuangan, Aria Bima dan Ahmad Basarah.
Opsi geser-menggeser juga bisa mengenai Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution. Darmin, menurut orang Istana dan beberapa politikus di Senayan, berpeluang menempati posisi Menteri Keuangan. Selanjutnya, kursi kosong yang ditinggalkan Darmin berpeluang diisi Rizal Ramli, yang kini Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman. Ketika ditanya apakah ikut dipanggil Jokowi untuk urusan reshuffle, Rizal menjawab, "Biar saja, saya ada pekerjaan lain."
Isu kocok ulang kabinet tampaknya semakin liar setelah koalisi partai pendukung pemerintah Jokowi menjadi lebih gemuk. Semula, koalisi pemerintah meliputi PDI Perjuangan, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai NasDem, Partai Hanura, Partai Persatuan Pembangunan versi Romahurmuziy, serta partai tanpa kursi di parlemen, Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia. Belakangan, bergabung Partai Golkar dan Partai Amanat Nasional, yang semula beroposisi.
Tarik-menarik antarpartai pendukung membuat Jokowi berhitung ulang. Sumber yang kerap diajak Jokowi berdialog mengatakan Presiden semula berencana mengumumkan reshuffle jilid kedua pada awal-awal pekan ini. Namun, pada Kamis petang pekan lalu, Jokowi mendadak berubah pikiran.
Jokowi kemungkinan besar memundurkan perombakan kabinet hingga Oktober nanti, ketika pemerintahannya berusia dua tahun. "Pertimbangannya, dinamika politik terlalu gaduh untuk mengumumkan reshuffle dalam waktu dekat ini," katanya. Sinyal serupa dilontarkan Pramono Anung. "Tertutup dulu," ujar Pramono di kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat pekan lalu.
Sunudyantoro, Ananda Teresia, Aditya Budiman, Martha Warta, Hussein Abri, Mitra Tarigan
Yang Tereliminasi dan Pindah Posisi
SINYAL bahwa Presiden Joko Widodo akan kembali melakukan perombakan kabinet dalam waktu dekat kembali menguat. Selain sudah menjalin komunikasi dengan para petinggi partai politik pendukungnya, Jokowi mulai memanggil para menteri yang disebut-sebut bakal dia copot atau cuma digeser posisinya. Menteri dengan kinerja buruk, kerap membuat gaduh, dan tidak bisa bekerja sama masuk prioritas radar reshuffle. Partai Golkar dan Partai Amanat Nasional, yang menjadi anggota baru koalisi partai pendukung pemerintah, bakal mendapat kursi menteri. Berikut ini sejumlah menteri yang mungkin masuk gerbong reshuffle.
Terancam dicopot
1. MARWAN JAFAR
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
Partai Kebangkitan Bangsa
Rapor:
"Jangan berandai-andai, saya bekerja profesional saja."
— Marwan Jafar
2. YUDDY CHRISNANDI
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
Partai Hanura
Rapor:
"Reshuffle itu ibarat bajaj jalan. Hanya sopir dan Tuhan yang tahu dia mau belok ke mana."
— Yuddy Chrisnandi
3. FERRY MURSYIDAN BALDAN
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional
Partai NasDem
Rapor:
"Kalem saja. Itu urusan Presiden."
— Ferry Mursyidan Baldan
4. IGNASIUS JONAN
Menteri Perhubungan
Profesional
Rapor:
"Kalau soal reshuffle, tanya Presiden, jangan tanya saya. Semua tergantung Presiden."
— Ignasius Jonan
5. ANAK AGUNG GEDE NGURAH PUSPAYOGA
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
PDI Perjuangan
Rapor:
"Saya tidak khawatir. Kita hanya kerja, tidak ada urusannya dengan itu (reshuffle)."
— Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga
Berpotensi Digeser
- TETEN MASDUKI
Kepala Kantor Staf Kepresidenan
- Profesional
- Posisi baru: Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional - DARMIN NASUTION
Menteri Koordinator Perekonomian
- Profesional
- Posisi baru: Menteri Keuangan - RINI SOEMARNO
Menteri Badan Usaha Milik Negara
- Profesional
- Posisi baru: Menteri Perdagangan atau Kepala Tim Monitor Tax Amnesty - PRAMONO ANUNG
Menteri Sekretaris Kabinet
- PDI Perjuangan
- Posisi baru: Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah - RIZAL RAMLI
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman
- Profesional
- Posisi baru: Menteri Koordinator Perekonomian - BAMBANG BRODJONEGORO
Menteri Keuangan
- Profesional
- Posisi baru: Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas - SOFYAN DJALIL
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas
- Profesional
- Posisi baru: Menteri Badan Usaha Milik Negara
Nama baru
- SISWONO YUDO HUSODO
- Partai Golkar
- Posisi: Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman - DIDIK JUNAIDI RACHBINI
- Partai Amanat Nasional
- Posisi: Menteri bidang ekonomi atau Menteri Perhubungan
Naskah: Anton A.
Sumber: Wawancara, Pusat Data dan Analisa Tempo
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo