Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KETUA Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi menyambangi ruang kerja Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama di Balai Kota, Jakarta, Selasa pekan lalu. Dia datang bersama Syahrial, koleganya sesama anggota DPRD dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Awalnya hanya berniat melakukan silaturahmi dan ngobrol santai tentang perayaan Lebaran, belakangan mereka bertiga terlibat pembicaraan mengenai pemilihan kepala daerah DKI Jakarta.
Orang yang mengetahui pertemuan tersebut bercerita, saat itu, Basuki mengutarakan keinginannya merangkul PDI Perjuangan untuk mendukung pencalonannya. Prasetyo dan Syahrial menyambut baik keinginan Basuki. Tapi, kata sumber itu, keduanya menegaskan, PDI Perjuangan bersedia menerima Basuki jika ia mendaftar sesuai dengan mekanisme partai. Atas jawaban tersebut, Basuki memilih tidak melanjutkan percakapan.
Prasetyo membenarkan, dia bersama Syahrial bertemu dengan Basuki di ruang kerjanya pada Selasa itu. "Hanya halalbihalal, karena belum sempat," ujar Prasetyo kepada Tempo seusai pelantikan Kepala Kepolisian RI di Istana Negara, Rabu pekan lalu. Dia menolak menjelaskan lebih jauh isi pembicaraan mereka saat itu. Basuki pun mengaku bertemu dengan Prasetyo dan Syahrial dan membahas soal pemilihan kepala daerah. Ia menilai itu wajar. "Kan, memang dekat dengan PDIP," katanya.
Setelah memutuskan maju melalui jalur independen dengan dukungan tiga partai, Hanura, NasDem, dan Golkar, Basuki terus berupaya menggandeng PDIP. Mantan Bupati Belitung Timur ini juga masih berkeinginan meminang Wakil Gubernur Djarot Saiful Hidayat dari PDIP sebagai pasangannya dalam pemilihan kepala daerah DKI Jakarta 2017. Upaya ini selalu buntu lantaran PDIP ngotot Basuki harus mendaftar melalui partai dan meninggalkan jalur independen.
Saat halalbihalal dengan semua pegawai Balai Kota pada Senin pekan lalu, Basuki dan Djarot menyempatkan diri membahas skenario seandainya keduanya maju dalam pemilihan kepala daerah. Djarot tak membantah pembicaraan tersebut. Dia mengatakan proses masih terus berjalan dan masih terbuka kemungkinan dia maju bersama Basuki dalam pemilihan gubernur 2017. "Masih berkembang terus," ujar Djarot, Kamis pekan lalu.
Upaya Basuki agar tetap bisa berduet dengan Djarot juga menjadi bahan pembicaraan ketika ia mengundang dua politikus Golkar, Yorrys Raweyai dan Fayakhun Andriadi, serta politikus NasDem, Victor Laiskodat, ke rumahnya di Pantai Mutiara. Kepada ketiganya, Basuki bercerita baru saja bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Istana. Menurut Basuki, Jokowi menyarankan dia tetap maju bersama Djarot dalam pemilihan kepala daerah tahun depan.
Perdebatan terjadi. Victor Laiskodat sempat menolak opsi itu. Alasannya, Basuki sudah telanjur mengumumkan diri ke publik sebagai calon independen dan bakal berpasangan dengan Heru Budi Hartono, anak buahnya di Balai Kota Jakarta. "NasDem khawatir bagaimana menjelaskan kepada publik. Golkar relatif menerima rencana itu," kata salah satu peserta pertemuan tersebut.
Setelah Basuki menjelaskan pentingnya merangkul PDIP untuk menjamin kemenangan, ketiganya melunak. Sejumlah opsi kemudian dibahas, terutama tentang mekanisme mengawinkan Basuki-Djarot demi menjamin suara dan menjaga keseimbangan dengan PDIP.
Yorrys mengaku hadir di kediaman Basuki bersama Victor dan Fayakhun. Tapi dia mengatakan tidak ada pembahasan tentang pencalonan Basuki dan Djarot dalam pertemuan tersebut. Sedangkan Basuki membantah ada intervensi Jokowi dalam rencana pencalonannya. Juru bicara Presiden, Johan Budi S.P., mengatakan Jokowi tidak pernah meminta Basuki maju melalui jalur partai atau independen.
Upaya Basuki memperbaiki hubungan dengan PDIP ini bakal tidak mudah. Musababnya, pengurus dewan pimpinan pusat dan dewan pimpinan daerah sudah resistan terhadap Basuki. Pelaksana tugas Ketua DPD PDIP Jakarta, Bambang D.H., mengatakan dalam rapat fraksi DPRD Jakarta pada 27 Juni lalu, hampir 80 persen anggota menolak mengajukan Basuki sebagai calon gubernur. "Intinya sudah tidak menghendaki Basuki sebagai calon gubernur," ujarnya.
Hasil rapat tersebut, menurut Bambang, sudah mereka sampaikan kepada pengurus DPP PDI Perjuangan dan Megawati Soekarnoputri selaku ketua umum. "Keputusan akhir pada Ketua Umum meski aspirasi di bawah kami sampaikan," katanya.
Dalam rapat koordinasi nasional DPD dan DPP PDIP untuk konsolidasi pemilihan kepala daerah DKI Jakarta pada 21 Juni lalu, Megawati sempat ngobrol santai saat berbuka puasa dengan sejumlah pengurus. Saat itu, salah satu pemimpin DPD DKI Jakarta menanyakan siapa calon yang diinginkan Megawati. "Ibu menjawab, 'Tidak usah buru-buru. Kan, kita bisa maju sendiri'," ujar salah satu peserta pertemuan kepada Tempo.
Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan proses seleksi untuk DKI-1 masih terus berjalan di partainya. Partai menyerahkan keputusan kepada Ketua Umum. "Tapi jelas, kalau mau dengan kami, harus lewat partai," ujarnya.
Menyadari ditolak di jajaran pengurus, Basuki kembali berupaya membuka komunikasi dengan Ketua Umum PDIP Megawati. Sejumlah sumber di partai berlambang banteng itu mengatakan Basuki, melalui Djarot, beberapa kali mencoba meminta bertemu dengan Megawati sejak sebelum bulan puasa.
Djarot mengakui sempat ada beberapa pertemuan antara dia, Basuki, dan Megawati. "Biasa, kami (dia dan Basuki) kan satu paket," ujarnya. Djarot mengatakan, sejauh ini, Megawati selalu menanggapi permintaan bertemu dari Basuki. "Bu Mega sifatnya terbuka. Siapa pun yang datang diterima dengan baik," ujarnya.
Salah satu orang dekat Jokowi mengatakan Basuki berusaha merangkul Djarot agar partai itu tidak mencalonkan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini. Sumber ini mengaku pernah diajak berbicara empat mata oleh Basuki ketika sedang ramai isu Risma bakal diusung PDI Perjuangan. Ketika itu, menurut dia, Basuki mengatakan, dari kalkulasi penasihat politiknya, ia bakal kalah jika Risma benar-benar maju di Jakarta.
Meski demikian, dalam beberapa kesempatan, Basuki menegaskan tidak gentar menghadapi Risma jika maju sebagai calon gubernur dari PDI Perjuangan. "Ya, tidak apa-apa. Justru warga Jakarta punya banyak pilihan," ujarnya.
SELAIN masuk bursa kandidat calon Gubernur DKI Jakarta dari PDI Perjuangan, nama Risma digadang-gadang sejumlah relawan Presiden Jokowi—kendati sebagian relawan Jokowi lainnya mendukung Basuki. Karena ada dua kubu di antara para pendukungnya, akhir Juni lalu, Jokowi mengundang mereka ke Istana Negara. "Presiden bilang jangan gaduh, harus kompak, jangan saling serang," ujar peserta pertemuan itu, Sihol Manullang, pentolan Barisan Relawan Jokowi Presiden (Bara JP).
Pertemuan selama 20 menit itu dipicu peristiwa dua hari sebelumnya di Hotel Alia, Jakarta. Kala itu, 23 kelompok besar relawan Jokowi melakukan konsolidasi. Panel Barus, penggagas pertemuan itu, mengatakan setiap kelompok relawan memaparkan pandangan tentang calon Gubernur Jakarta yang ideal.
Tiga kelompok relawan, Jasmev, Batman, dan Kebangkitan Indonesia Baru, masih mendukung Basuki. Sedangkan dua kelompok relawan lain, Rumah Kreasi Indonesia Hebat dan Almisbat, mendukung Djarot Saiful Hidayat. Kelompok relawan seperti Seknas Jokowi, Projo, Kornas Jokowi, Duta Jokowi, Sekber Jokowi, Gerak Indonesia, dan Bara JP cenderung menyokong Risma. Alasan munculnya dukungan kepada Risma sederhana. Basuki dianggap gagal melanjutkan program utama Jokowi. Gaya komunikasinya yang kurang mengedepankan dialog dan kompromi pun tidak disukai.
Ketua Umum Projo, Budi Arie Setiadi, mengatakan mereka tidak keberatan mendukung Risma seandainya warga Jakarta menginginkan dia menjadi calon alternatif DKI-1. "Projo yang penting sesuai dengan agenda rakyat," ujarnya kepada Tempo.
Sejumlah kelompok relawan yang menjadi mesin penggerak penggalangan suara untuk Jokowi dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2012 dan pemilihan presiden 2014, seperti Projo, Seknas, Duta Jokowi, dan Bara JP, kini kembali turun ke lapangan. Mereka bergerak ke kampung-kampung untuk mengumpulkan dukungan bagi Risma. Kampanye Risma untuk Jakarta juga mereka lakukan melalui media sosial. "Kami ini kan tidak berkata-kata saja. Kami bertindak," ujar pentolan Bara JP, Sihol Manullang. Budi Arie Setiadi pun tak membantah ikut bergerak.
Tri Rismaharini mengatakan tak terhubung dengan gerakan pendukungnya di Jakarta, khususnya para relawan Jokowi. "Saya tidak tahu apa-apa," ujarnya. Ia masih berkeras tidak akan maju dalam pemilihan kepala daerah DKI Jakarta, antara lain karena sudah kadung janji kepada warga Kota Surabaya. "Boleh percaya, boleh tidak," katanya.
Ananda Teresia, Anton Aprianto, Larissa Huda, Egi Adyatama (Jakarta), Mohammad Syarrafah (Surabaya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo