LAIN lagi model maling di Klaten, Jawa Tengah. Bocah berusia 10 sampai 17 tahun, tiga bulan belakangan ini, menjarah kawat listrik dan kawat telepon. Akibatnya, hubungan telepon Yogyakarta-Klaten-Solo sempat sepuluh jam terputus. Memang, Wakapolres Klaten, Mayor Djoko D. Taihitu, telah meringkus para penjarah benda vital tersebut. Ada beberapa pencuri kawakan tertangkap, namun pencuri yang ingusan baru terungkap pertengahan Maret lalu. Dalam dua gebrakan, polisi membekuk 21 pencuri, 3 lainnya masih buron. Di antara bocah itu ada yang punya pengalaman sembilan kali mencuri. Mereka ditempatkan di sebuah ruangan luas, jadi satu dengan sepeda motor sitaan. "Biar mereka lebih bebas dan bisa main-main," kata Kasatserse, Letda. Pol. Wardiyanto. Para bocah tetap apa adanya: berlari ke sana kemari. Atau cuma tiduran, ngobrol, dan mencorat-coret kursi. Mereka tak ada yang diborgol. Salah seorang bernama Imung, siswa kelas 2 SMP. Kepada polisi ia menyebut empat kawan lainnya, yang segera diciduk di rumah orangtua masing-masing. Tanpa banyak kesulitan, mereka segera dibawa ke Polres. Total jenderal dapat ditangguk 21 anak dan 3 lainnya masih buron. Dari jumlah itu, 16 anak masih duduk di bangku SLTP, 3 pelajar STN, seorang pelajar madrasah tsanawiyah, dan 4 masih SD. Bersama mereka juga ditangkap Nyonya Sri, sang penadah. Dalam operasi yang dilakukan pagi buta, mereka berkelompok 4 sampai 6 orang. Dihitung-hitung, sejak Januari silam, di daerah Tonggalan, Jalan Kenari, Melati, dan Kemangi, sudah 80 kg kabel telepon dan 15 kg kabel listrik yang dimangsa. Semuanya dilego kepada Sri seharga Rp 2.000 sampai Rp 3.000 per kilo. "Mulanya diajak teman, tapi lama-lama saya senang juga," kata Budi, 13 tahun, kepada Ajie Surya dari TEMPO. Pelajar SLTP kelas 2 yang berkepala gundul ini mengaku tujuh kali ikut mencuri. "Selama nyolong, paling banyak saya dapat Rp 4 ribu. Hasil itu buat jajan," tuturnya. Pengusutan terhadap bocah-bocah ini masih terus dilakukan. Dan umumnya mereka menjawab sederhana: mencuri untuk dapat uang jajan. Tampaknya bocah ini sudah punya "jam terbang" -- rata-rata pernah mencuri itik, burung poksai, jalak, sampai onderdil sepeda motor dan aki mobil. Walhasil, pertengahan Maret lalu Kapolres mengadakan tatap muka dengan orangtua para bocah itu serta kepala sekolah, dengan catatan proses pidana tetap dijalankan. "Dan kalau mereka akhirnya dikembalikan kepada orangtuanya masing-masing, itu artinya ada kebijaksanaan baru," kata Kapolres. Ed Zoelverdi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini