TENGAH malam, akhir Agustus lalu. Seluruh desa sunyi sepi. Angin sepoi-sepoi atau tidak, tak penting. Tapi tiba-tiba terdengar teriakan minta tolong dan seruan "Maling! Maling!". Pintu rumah-rumah segera terbuka, dan puluhan warga Desa Bojong itu (di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah) langsung mengepung rumah Kartaji. Darsim, seorang pamong, memutuskan mendobrak pintu. Gellobrak! Tidak ada maling. Tidak ada rampok. Yang ada: Kartaji sedang menaiki tubuh istrinya. Hus ! Benar. Si istri telungkup, Kartaji ada di punggung (tidak diceritakan ihwal pakaian mereka), dan tangan laki-laki itu menarik-narik rambut sang bini. Apa-apaan ini? Kejadian yang sebenarnya baru jelas kemudian, dari penuturan Kartaji. Ia, ceritanya, barusan menunggang kuda yang baru dia beli (Ia memang bercerita siang sebelumnya, "besok" akan membeli kuda untuk menarik andong). Nah, kuda yang dinaikinya itu ternyata bisa terbang, katanya. Lalu, karena takut jatuh, ia memegang erat-erat tali kendali sambil berteriak-teriak meminta tolong. Dan itulah yang terdengar orang-orang kampung. Tursinah, si istri, dalam pada itu menuturkan bahwa rumahnya dimasuki maling, yang mengobrak-abrik seluruh isi lemari. Tursinah mau lari ke luar -- tapi tangan-tangan tiga orang maling mencekal dan menjambak rambutnya. Ia berteriak, "Maling! . . . Maling!.." Dan itu pula yang terdengar orang-orang kampung. Bukan, mereka bukan mau bikin gara-gara atau ingin mendapat nama. Memang aneh dua peristiwa yang berbeda, yang dialami masing-masing, bisa terjadi serentak -- dan ternyata bertemu di ujungnya: teriakan-teriakan itu. Tutur Darsim, si pamong, "Meskipun sudah ribut sekali, Kartaji dan Tursinah itu baru sadar setelah saya bangunkan. Walah, tidurnya lelap benar!"
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini