PERGELARAN wayang kulit di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, biasa diselingi acara dermayonan -- Indramayuan. Para penonton diberi kesempatan menyerahkan amplop yang berisi nama-nama orang. Sinden membacakan nama-nama itu kemudian -- dengan alunan lagu. Yang punya nama, yang boleh bangga lantaran merasa dihormati atau populer, oleh sinden dipersilakan naik panggung. Sebagai tanda kebesaran, ehm, si bapak akan membalas dengan melemparkan amplop berisi uang (sudah berjaga-jaga dari rumah, agaknya) ke arah si sinden. Begitu. Sartini, 25, sinden beken dan cantik, ikut Ki Dalang Sangid yang juga populer di Indramayu. Pada pergelaran di Desa Kalianyar penonton membludak -- dan Sinden Sartini sudah ditimbuni banyak amplop di pangkuannya. Nama yang kesekian, pada acara selingan, kini dilagukannya. Begini: "Aduuuuuuuuuuuh, Bapak Rakiiiiiiiiiiila..laaaaaaah (sayang tidak bisa dikutipkan notnya, ya?), pulisi desa, sugeng raaaaaaawuuuuuuuuuuh ..." Ha? Polisi desa? Hebat benar! Langsung Bapak Rakilah yang sugeng rawuh (artinya: selamat datang) meloncat ke panggung. Bukan melempar amplop, tetapi mendekati tempat wayang kulit, mencabut empat wayang, langsung -- lho, lho -- melemparkannya ke tubuh si sinden. Ini bagaimana? Bapak Rakilah malah berkacak pinggang. Menantang: "Saya ini Kepala Urusan Pemerintah. Bukan polisi desa! Kenapa kamu memanggil saya pulisi desa? Ha?" Sinden gemetar. Penonton gemetar. Ada juga, sedikit, suara cekikik-cekikik. Karena suasana tegang, dan ada ancaman keadaan, Dalang Sangid langsung bersiap dan memukulkan gedog dan kerek-nya: "Toroktoktoktok ... crek-crek-crek .... Tutup lawang sigotakaaaaaaaaaa .... Tok !" Pergelaran dianggap selesai. Dan penonton langsung menyambut: "Huuuuuuuuuu !". Mereka berteriak-teriak, sangat kecewa, marah, nyaris terjadi huru-hara. Peristiwa itu sudah cukup lama -- April lalu. Tapi buntutnya sampai kini belum putus: ada perkara di pengadilan, akibat pengaduan Dalang Sangid. Bagi Ki Dalang, melempar wayang kulit kepada sinden adalah penghinaan serius -- walau Rakilah sudah mengajak damai, September lalu, dengan menawarkan ganti rugi Rp 200 ribu. Yang memberatkan Rakilah: ia kepala urusan pemerintahan Desa Krangkeng, bukan Desa Kalianyar, tempat acara wayang diadakan. "Waktu itu Pak Rakilah tamu di desa kami. Tak baik berbuat onar di rumah orang," kata Kepala Desa Kalianyar, Burhanudin, yang ikut mengadukan kasus ini. Burhanudin mengakui, "Polisi desa itu memang jabatan terendah di pemerintahan desa. Yah, karena pangkatnya diturunkan si sinden, Pak Rakilah marah." Aduh, Sartini, sinden anu geulis, siapa gerangan yang mengirimkan amplop-nama itu, yang begitu tega membikin kamu keringatan, dan dilempar orang? Mungkin yang cekikikan di tengah penonton itu?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini