Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Malioboro, Bukan Sekedar Nama

Gagasan perombakan Malioboro, dicetuskan oleh Menteri Pekerjaan Umum Purnomosidi. (kt)

5 September 1981 | 00.00 WIB

Malioboro, Bukan Sekedar Nama
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
MENGENAKAN saari kuning susu, di kantornya, Kamis pekan lalu, Menteri PU Purnomosidi dengan senang hati mengulang cerita tentang gagasannya merombak Malioboro. "Dilarang parkir di Malioboro adalah prinsip perombakan itu," kata ahli pengembangan wilayah tersebut. Insinyur ITB kelahiran Klaten ini melanjutkan uraiannya: "Di tempat parkir yang sekarang, dibua trotoar lebar, sehingga orang akan enahenak berjalan di situ." Adapun gagasan perombakan Malioboro dicetuskan Menteri PU 24 Agustus silam di Yogya, di hadapan Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Rembugan ini juga dihadiri oleh Paku Alam VIII, Pimpinan Proyek Waduk Wonogiri Ir. Suminto dan Ketua Kwarnas Pramuka Mashudi. Menurut Purnomosidi, jalur pemisah yang membujur di tengah Jalan Malioboro akan dirombak untuk ditata lebih baik. Di kedua sisi jalan akan dibuat trotoar, yang satu untuk pejalan kaki, satunya lagi untuk becak. "Jadi becak lewat di atas trotoar," lanjut Menteri yang rupanya bukan hanya akan mempertahankan becak, tapi juga pedagang kaki lima. Bungkam & Cemas Di antara toko dan trotoar akan disediakan tempat khusus untuk pedagang kaki lima. "Ini penting, sebab umumnya pribumi," dia menambahkan. Lalu, di mana tempat parkir? Menurut Purnomosidi, lapangan parkir akan dibangun di 2 atau 3 tempat di belakang pertokoan di sana. Ini berarti penduduk akan tergusur. "Mereka akan dibuatkan rumah flat yang lebih baik," tambah Purnomosidi pasti. Yang tidak kurang penting, air mancur di depan kantor pos juga akan ikut tergusur. Sebab air mancur tersebut selama ini dirasakan menghalangi pemandangan lurus dari kraton ke arah utara. Konon jika dulu Sultan lenggah (duduk) di Sitihinggil, beliau bisa memandang Gunung Merapi dengan aman tanpa halangan. (lihat juga box). Alun-alun utara akan dijadikan taman. Di mana tempat perayaan Sekaten "Bisa dibuatkan dengan membangun semacam lokasi untuk Pekan Raya Jakarta," kata Menteri yang berjanji akan membantu menyediakan dana perombakan, paling sedikit Rp 600 juta. Mendengar adanya gagasan perombakan, warga Kota Yogya umumnya gembira, sementara kalangan pejabat Pemda Kodya Yogya menjadi sibuk -tapi juga bungkem. Masalahnya di samping biaya, ada juga kecemasan: apakah mungkin perombakan seperti itu akan terlaksana seluruhnya sehingga berhasil mengembalikan Malioboro ke warna aslinya? Walikota Yogya, Soegiarto, yang bertugas sejak tiga bulan lalu, segera mengadakan rapat staf membahas perubahan jalan di jantung kota itu. Namun Drs. Soempono, Wakil Ketua DPlD Kodya Yogya, mengaku belum paham benar akan gagasan Menteri PU. "Menggusur kampung untuk tempat parkir? Kampung yang mana?" tanyanya terheranheran. Tapi buru-buru ia menambahkan, "saya senang, seorang Menteri menaruh perhatian besar pada sebuah jalan di ibukota provinsi, walau nantinya gagasan itu perlu dibicarakan." Malioboro, memang bukan sekedar nama jalan. Ia menyandang beban yang terlalu berat, atau meminjam kata-kata Purnomosidi, Malioboro sekaligus menampung fungsi primer dan sekunder dari Kota Yogya. Jalan ini adalah juga jalan protokol, di kedua sisinya terdapat kantor puat pemerintahan DIY, markas Ko,vilhan, markas kepolisian dan kantor pemerintah lainnya. Juga menjadi pusat perdagangan, sekaligus jalan penghubung ke kraton Dulu jalan ini juga menjadi ajang pertemuan warga kota, siang maupun malam, dengan penjual gudeg lesehan (duduk di atas tikar) yang menjajakan gudeg tersohor itu semalam suntuk. Dirombak pertama kali tahun 1973, di bawah Walikota Soedjono A.J. (kini kepala Direktorat Sospol Pemda KalTim), Malioboro diperlebar dengan menggusur bagian depan toko agar pedagang kaki lima aman dan kebagian tempat. Di tengah dibuatkan pula jalur pemisah dengan ditanami pohon palm. Menyusul pula sebuah air mancur di pangkal (selatan) jalan itu. Tapi pelaksanaannya banyak dianggap agak terburu-buru. Karena menurut Kep. Dinas Tata Kota Yogya, Ir. Wisnukoro, semua itu dilakukan "dalam rangka menyongsong Konperensi Pata '74." Tampang Malioboro hasil polesan itu mengingatkan orang pada perawan kelebihan gincu. Jalur pemisah justru menyebabkan lalulintas semrawut. Apalagi karena jalur lambat di sisi timur dikhususkan hanya untuk parkir, sedangkan jalur lambat di sisi barat tidak sanggup menampung sekaligus kendaraan khas Yogya: andong, becak, sepeda. Tahun 1976 Walikota Achmad menggantikan Soedjono. Segera ia merasa tidak betah melihat kesemrawutan Malioboro. Pada 1977 dengan menghadang banyak protes, ia mempersempit jalur pemisah yang lebar itu dan mencabut semua palm raja yang sudah mulai rindang. Keadaan seperti itulah yang agaknya membuat Sri Sultan kecewa dan karena itu akan ditata kembali oleh Purnomosidi. Ir. Wisnukoro dalam nada sedikit membela Achmad berkata, "perombakan versi Walikota Achmad itu melihat kepentingan lalulintas." Nyatanya lalulintas tetap saja semrawut, meskipun semua perombakan itu berdasarkan saran tim ahli UGM juga. Ini diakui oleh Ir. Bondan Hermani Slamet MSc, Kepala Pusat Riset Masalah Perencanaan dan Pengembangan Arsitektur FT UGM. Tapi ia mengingatkan konsep tim mereka tidak tertuang sebagaimana mestinya. Pokoknya, katanya, ada kekeliruarl strategi, serta tidak disertai tindak lanjut pengamanan lingkungan. Contohnya, gagasan memasukkan pedagang kaki lima ke emper toko telah menyebabkan toko sempit. Akibatnya pemilik toko membangun ke atas dan ini berarti sama sekali merusak arsitektur sepanjang Malioboro yang khas itu. "Citra Malioboro bukanlah gedung bertingkat," kata Bondan akhirnya. Citra Malioboro? Bagaimana itu? Pertanyaan ini agaknya kelak akan terjawab melalui studi yang akan dibuat UGM, dan juga melalui sayembara design yang hasilnya akan dipamerkan pada hari kebaktian PU Desember mendatang di Yogya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus