Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

U.U. Cek Kosong Setelah Terkubur

Pendapat yang pro dan kontra agar undang-undang cek kosong diberlakukan kembali. (hk)

5 September 1981 | 00.00 WIB

U.U. Cek Kosong Setelah Terkubur
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
UNDANG-undang cek kosong, yang sudah dikubur lebih sepuluh tahun yang lalu, tiba-tiba diminta agar diberlakukan kembali. Hakim Tinggi di Pengadilan Tinggi Ja-Bar, Bismar Siregar SH, menilai saat ini kepercayaan masyarakat terhadap uang giral itu memudar. "Si penerima pasti minta waktu untuk mengecek dulu di bank, apakah cek yang diberikan orang kepadanya benar-benar ada dananya," ujar Bismar Siregar. Pengalaman pahit pernah dialami Bismar, dua tahun lalu di sebuah rumah sakit pemerintah. Bekas Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara ini, ditolak pembayaran rekening pengobatan istrinya oleh rumah sakit, karena memakai cek. "Saya betul-betul tidak mengerti, karena yang menolak itu rumah sakit pemerintah, padahal saya sudah menunjukkan bukti sebagai hakim," ujarnya. Hilangnya kepercayaan masyarakat itu menurut Bismar, karena meningkatnya penipuan dengan cek kosong setelah terjadinya Kenop 15. Sebab setelah Keputusan Pemerintah 15 November 1978itu, beban pengusaha terasa berat, sehingga mereka terpaksa menggunakan cek-cek mundur, yang akhirnya menjadi alat penipuan dalam bentuk cek kosong. Semula kata Bismar, di awal tahun 1970-an, gejala cek kosong ini sudah mulai habis akibat undang-undang cek kosong yang memberikan hukuman berat bagi pelakunya. Sampai akhirnya dirasakan secara nasional undang-undang itu tidak diperlukan lagi. Tambahan ketika itu keadaan perekonomian cukup stabil sehingga perdagangan dan pembayaran berjalan lancar. Maka pada tahun 1970 undang-undang itu dicabut, dinyatakan tak berlaku lagi. Semrawut Timbulnya kejahatan cek kosong tutur Bismar, ditentukan oleh keadaan ekonomi. Dalam situasi ekonomi yang "menjepit" kehidupan, orang mulai mencari celah-celah hukum untuk melakukan kejahatan. Salah satu celah yang sangat memungkinkan adalah mempergunakan cek kosong. Lalu timbul sikap di kalangan pedagang, daripada rugi karena dapat cek kosong, lebih baik melemparkan kembali cek itu kepada orang lain. Dan peredaran cek kosong pun meluas. Sebaliknya diakui Bismar, ada juga orang yang lalai ketika membuka cek. Orang itu lupa dananya di bank tidak mencukupi, dibandingkan jumlah uang yang tertera di cek yang dibukanya. Selain itu ada pula, penerima cek yang memaksa orang lain mengeluarkan cek kosong. Semula dikatakan untuk pegangan saja, tetapi kemudian cek itu dijadikan alat pemaksa agar yang membuka cek membayar. "Dalam hal ini, yang salah adalah si penerima, kalau yang membuka cek bisa membuktikannya," kata Bismar. Undang-undang cek kosong yang dibuat pada tahun 1960-an, diakui Albert Hasibuan SH, dari Komisi III/DPR, telah mengurangi beredarnya cek kosong. Tetapi ketika itu, "akibat hukumnya jadi semrawut," ujar Albert. Maksudnya, "yang tidak perlu kena hukum, misalnya karena lalai, juga jadi korban terkena sanksi undang-undang itu." Black List Antara 1960 sampai dengan 1970, pengadilan-pengadilan selalu ramai menyidangkan berbagai perkara cek kosong. Beberapa orang hakim di Jakarta, membenarkan adanya penyelewenganpenyelewengan penegak hukum saat itu. Misalnya sidang yang dilakukan pukul 7.00 pagi atau pukul 17.00 sore, agar tidak ada yang menyaksikan sehingga leluasa jika hendak melakukan "permainan". "Bagaimana tidak timbul ekses, kalau undang-undang itu menyebutkan premi 75% dari denda diperuntukkan bagi hakim dan jaksa yang menyidangkan perkara itu," ujar Bismar Siregar mengakui. Namun Bismar tetap berpendapat, saat ini undang-undang itu sudah saatnya diberlakukan kembali. Berbeda dengan pendapat Bismar, Albert Hasibuan SH merasa undang-undang cek kosong saat ini belum dibutuhkan. Apalagi kalau yang menyarankan adanya undang-undang itu, bukan dari kalangan bank atau pedagang yang terlibat langsung dengan masalah cek kosong itu. "Kalau memang mendesak, tentu pihak-pihak yang terlibat dalam masalah itu yang ngomong lebih dulu," kata Albert. Ternyata pihak bank memang tidak membutuhkan. "Kalau undang-undang cek kosong dihidupkan, sama saja dengan menghalangi policy pemerintah agar uang giral lebih memasyarakat," kata seorang manajer bank di Jakarta. Ia membenarkan, ada peredaran cek kosong di masyarakat, namun belum merupakan gejala yang mengkhawatirkan. "Biasa saja," ujarnya. Keterangannya ini dikuatkan seorang pejabat Bank Dagang Negara. "Si pembuka cek kosong yang sampai di-black list masih sedikit, dan hanya melibatkan ratusan ribu rupiah di BDN," ujar pejabat itu. Sekarang Bank Indonesia memberi sanksi black list kepada orang atau perusahaan yang sampai tiga kali membuka cek kosong. Karena itu, menurut seorang bankir, "ada pembuat cek yang sampai menangis, hanya karena lupa jumlah saldonya saja." Terhadap kejadian seperti ini, bankir tadi merasa adalah tidak adil kalau orang semacam itu, harus dihukum berdasarkan undang-undang. Sebab menurutnya serah terima satu cek tentulah berlandaskan saling mempercayai pada kedua pihak. "Sebab kalau kedua pihak tak saling mempercayai, tentulah si penerima minta agar dibayar dengan uang kontan," tambah bankir tadi. Sehingga, menurut bankir ini, usul agar UU cek kosong diberlakukan kembali, "adalah pikiran yang mengada-ada saja."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus