UNDANG-undang cek kosong, yang sudah dikubur lebih sepuluh tahun
yang lalu, tiba-tiba diminta agar diberlakukan kembali. Hakim
Tinggi di Pengadilan Tinggi Ja-Bar, Bismar Siregar SH, menilai
saat ini kepercayaan masyarakat terhadap uang giral itu memudar.
"Si penerima pasti minta waktu untuk mengecek dulu di bank,
apakah cek yang diberikan orang kepadanya benar-benar ada
dananya," ujar Bismar Siregar.
Pengalaman pahit pernah dialami Bismar, dua tahun lalu di sebuah
rumah sakit pemerintah. Bekas Ketua Pengadilan Negeri Jakarta
Utara ini, ditolak pembayaran rekening pengobatan istrinya oleh
rumah sakit, karena memakai cek. "Saya betul-betul tidak
mengerti, karena yang menolak itu rumah sakit pemerintah,
padahal saya sudah menunjukkan bukti sebagai hakim," ujarnya.
Hilangnya kepercayaan masyarakat itu menurut Bismar, karena
meningkatnya penipuan dengan cek kosong setelah terjadinya Kenop
15. Sebab setelah Keputusan Pemerintah 15 November 1978itu,
beban pengusaha terasa berat, sehingga mereka terpaksa
menggunakan cek-cek mundur, yang akhirnya menjadi alat penipuan
dalam bentuk cek kosong. Semula kata Bismar, di awal tahun
1970-an, gejala cek kosong ini sudah mulai habis akibat
undang-undang cek kosong yang memberikan hukuman berat bagi
pelakunya. Sampai akhirnya dirasakan secara nasional
undang-undang itu tidak diperlukan lagi. Tambahan ketika itu
keadaan perekonomian cukup stabil sehingga perdagangan dan
pembayaran berjalan lancar. Maka pada tahun 1970 undang-undang
itu dicabut, dinyatakan tak berlaku lagi.
Semrawut
Timbulnya kejahatan cek kosong tutur Bismar, ditentukan oleh
keadaan ekonomi. Dalam situasi ekonomi yang "menjepit"
kehidupan, orang mulai mencari celah-celah hukum untuk melakukan
kejahatan. Salah satu celah yang sangat memungkinkan adalah
mempergunakan cek kosong. Lalu timbul sikap di kalangan
pedagang, daripada rugi karena dapat cek kosong, lebih baik
melemparkan kembali cek itu kepada orang lain. Dan peredaran cek
kosong pun meluas.
Sebaliknya diakui Bismar, ada juga orang yang lalai ketika
membuka cek. Orang itu lupa dananya di bank tidak mencukupi,
dibandingkan jumlah uang yang tertera di cek yang dibukanya.
Selain itu ada pula, penerima cek yang memaksa orang lain
mengeluarkan cek kosong. Semula dikatakan untuk pegangan saja,
tetapi kemudian cek itu dijadikan alat pemaksa agar yang membuka
cek membayar. "Dalam hal ini, yang salah adalah si penerima,
kalau yang membuka cek bisa membuktikannya," kata Bismar.
Undang-undang cek kosong yang dibuat pada tahun 1960-an, diakui
Albert Hasibuan SH, dari Komisi III/DPR, telah mengurangi
beredarnya cek kosong. Tetapi ketika itu, "akibat hukumnya jadi
semrawut," ujar Albert. Maksudnya, "yang tidak perlu kena hukum,
misalnya karena lalai, juga jadi korban terkena sanksi
undang-undang itu."
Black List
Antara 1960 sampai dengan 1970, pengadilan-pengadilan selalu
ramai menyidangkan berbagai perkara cek kosong. Beberapa orang
hakim di Jakarta, membenarkan adanya penyelewenganpenyelewengan
penegak hukum saat itu. Misalnya sidang yang dilakukan pukul
7.00 pagi atau pukul 17.00 sore, agar tidak ada yang menyaksikan
sehingga leluasa jika hendak melakukan "permainan". "Bagaimana
tidak timbul ekses, kalau undang-undang itu menyebutkan premi
75% dari denda diperuntukkan bagi hakim dan jaksa yang
menyidangkan perkara itu," ujar Bismar Siregar mengakui. Namun
Bismar tetap berpendapat, saat ini undang-undang itu sudah
saatnya diberlakukan kembali.
Berbeda dengan pendapat Bismar, Albert Hasibuan SH merasa
undang-undang cek kosong saat ini belum dibutuhkan. Apalagi
kalau yang menyarankan adanya undang-undang itu, bukan dari
kalangan bank atau pedagang yang terlibat langsung dengan
masalah cek kosong itu. "Kalau memang mendesak, tentu
pihak-pihak yang terlibat dalam masalah itu yang ngomong lebih
dulu," kata Albert.
Ternyata pihak bank memang tidak membutuhkan. "Kalau
undang-undang cek kosong dihidupkan, sama saja dengan
menghalangi policy pemerintah agar uang giral lebih
memasyarakat," kata seorang manajer bank di Jakarta. Ia
membenarkan, ada peredaran cek kosong di masyarakat, namun belum
merupakan gejala yang mengkhawatirkan. "Biasa saja," ujarnya.
Keterangannya ini dikuatkan seorang pejabat Bank Dagang Negara.
"Si pembuka cek kosong yang sampai di-black list masih sedikit,
dan hanya melibatkan ratusan ribu rupiah di BDN," ujar pejabat
itu.
Sekarang Bank Indonesia memberi sanksi black list kepada orang
atau perusahaan yang sampai tiga kali membuka cek kosong. Karena
itu, menurut seorang bankir, "ada pembuat cek yang sampai
menangis, hanya karena lupa jumlah saldonya saja." Terhadap
kejadian seperti ini, bankir tadi merasa adalah tidak adil kalau
orang semacam itu, harus dihukum berdasarkan undang-undang.
Sebab menurutnya serah terima satu cek tentulah berlandaskan
saling mempercayai pada kedua pihak. "Sebab kalau kedua pihak
tak saling mempercayai, tentulah si penerima minta agar dibayar
dengan uang kontan," tambah bankir tadi. Sehingga, menurut
bankir ini, usul agar UU cek kosong diberlakukan kembali,
"adalah pikiran yang mengada-ada saja."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini