Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Mataram - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendorong sinergi antara pemerintah daerah, kementerian terkait, dan sektor swasta untuk menangani masalah pertambangan di Nusa Tenggara Barat (NTB). Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Wilayah V KPK, Dian Patria, menilai sinergi ini penting agar pengawasan terhadap proses tata kelola pertambangan dapat berjalan dengan maksimal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dian menyatakan Direktorat Korsup V KPK hadir di NTB untuk menjadi jembatan yang menghubungkan pemerintah daerah dengan berbagai pemangku kepentingan dalam sektor pertambangan. Menurut dia, tujuan dari sinergi itu pada akhirnya agar terciptanya kepatuhan terhadap kewajiban keuangan, ketentuan tata ruang dan lingkungan, serta izin usaha oleh para pelaku pertambangan di sana.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Jangan sampai ada pembiaran. Di sini, pemerintah harus hadir untuk memastikan para pemilik Izin Usaha Pertambangan (IUP) patuh terhadap berbagai peraturan, mulai dari soal lingkungan, tata ruang, hingga pajak. Termasuk permasalahan PETI (Pertambangan Tanpa Izin) yang dampaknya sudah sama-sama kita tahu,” ucap Dian dalam acara Rapat Koordinasi Tindak Lanjut Penataan Izin Usaha Pertambangan di Gedung Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPDSM), Kota Mataram, Jumat 4 Oktober 2024.
KPK menurut dia mendorong agar tidak terjadi berbagai pelanggaran seperti tindak pidana korupsi, manipulasi data, dan pelanggaran hukum lainnya yang kerap terjadi dalam pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA). Apalagi dikutip dari data Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) tahun 2023, NTB menjadi salah satu daerah penghasil emas terbesar di Indonesia. Seperti di Tambang Batu Hijau Sumbawa, yang memiliki cadangan emas sebanyak 2,7 juta ton.
Di sisi lain, Dinas ESDM NTB 2023 mencatat NTB memiliki lebih dari 222 IUP Batuan dan Bukan Logam Provinsi dengan IUP yang melaksanakan good mining practice. Untuk itu, kerja sama lintas sektor yang melibatkan KPK, Pemerintah Provinsi NTB, pemerintah kabupaten/kota, Kementerian ESDM, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), serta Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), menjadi penting untuk memastikan tata kelola pertambangan yang lebih transparan, akuntabel, dan berkelanjutan.
Dalam rapat tersebut, Dian juga turut memetakan sejumlah tantangan yang dihadapi di sektor pertambangan, seperti resentralisasi kewenangan, ketidakpatuhan pemegang izin, dampak lingkungan, isu tenaga kerja asing, dan maraknya pertambangan ilegal. KPK juga menyoroti pentingnya penyelesaian masalah ini untuk menyelamatkan keuangan negara dan mencegah kerusakan lingkungan yang lebih parah.
Perbaikan tata kelola pertambangan, khususnya di wilayah NTB, diharapkan mampu memberikan berbagai manfaat yang signifikan. Salah satunya adalah menyelamatkan keuangan negara dan daerah melalui optimalisasi pendapatan dari sektor pertambangan.
Selain itu, upaya perbaikan ini dapat mencegah terulangnya kesalahan dalam pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) yang sering kali terjadi di wilayah lain. Selain itu, dia juga mewanti-wanti agar pertambangan tak merusak potensi wisata di NTB yang dimotori oleh keindahan alamnya. Tujuannya tentu saja agar terciptanya pembangunan pariwisata yang berkelanjutan atau sustainable tourism yang bisa dinikmati oleh generasi-generasi berikutnya.
"Perbaikan tata kelola SDA bukan hanya tentang meningkatkan pendapatan, tapi juga memastikan sumber daya tersebut dapat dinikmati oleh generasi mendatang," kata Dian.
Dian juga menekankan pentingnya penegakan prinsip-prinsip tata kelola SDA yang baik dan berkelanjutan, serta menciptakan kepastian hukum bagi para pelaku usaha, serta mampu mengambil langkah-langkah konkret dalam menertibkan IUP.
Selain itu, KPK terus mendorong penertiban tambang ilegal melalui tindakan tegas seperti pencabutan, pembekuan, atau penghentian operasi tambang yang melanggar ketentuan, sebagaimana yang telah dilakukan terhadap tambang ilegal di Sekotong, Lombok Barat. Serta pentingnya penegakan sanksi yang tegas bagi pelaku usaha tambang yang tidak mematuhi kewajiban keuangan, lingkungan, dan tata ruang.
Penjabat Gubernur NTB, Hassanudin, sepakat dengan pernyataan Dian. Dia menilai sinergi antara Pemerintah Provinsi NTB, KPK, dan kementerian-kementerian terkait sangat penting dalam mengatasi masalah pertambangan di wilayahnya. Hassanudin mengatakan regulasi yang ada bukanlah penghambat proses, tetapi justru untuk mempercepat proses menuju tata kelola yang lebih baik.
Ia juga menekankan pentingnya memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai peraturan dan ketentuan soal usaha pertambangan. Hal ini bertujuan agar masyarakat lebih memahami pentingnya keberlanjutan usaha tambang yang diatur oleh regulasi yang ada, demi kesejahteraan jangka panjang.
“Dengan pengawasan yang lebih teratur, diharapkan sektor pertambangan dapat memberikan dampak positif yang signifikan bagi pembangunan daerah,” kata Hassanudin.
Sebelumnya, KPK menutup tambang ilegal di Kecamatan, Sekotong, Lombok Barat, NTB. Tambang ilegal yang ditutup KPK bersama Dinas LHK NTB itu disebut beromzet triliunan per tahun.