Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kasus bullying atau perundungan di SMAN 26 Jakarta melibatkan geng yang ada di sekolah itu, dan dilakukan terhadap belasan adik kelas. Sebanyak 15 siswa kelas XII diketahui melakukan kekerasan terhadap 12 siswa kelas X.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perundungan oleh 15 siswa Kelas XII terhadap 12 siswa Kelas X di sekolah di Tebet, Jakarta Selatan, diketahui setelah adanya laporan yang dilakukan salah satu orang tua korban ke Polres Jakarta Selatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO menemui kuasa hukum korban, yakni siswa kelas X yang menjadi korban perundungan. Orang tua korban telah membuat laporan ke polisi.
Kuasa hukum salah satu korban AF (16 tahun) William Albert Zai, menjelaskan kejadian itu bermula saat ibu dari korban AF, mendapat telepon dari salah seorang tetangga yang anaknya merupakan teman dekat AF. Teman dekat AF ini melihat foto AF terpajang di akun salah satu diduga pelaku dengan mata tertutup.
“Awalnya ibu korban dapat telepon malam-malam sama tetangga nya. Bilang kalau AF habis kena pukul,” kata William Albert Zai, saat ditemui di kawasan Tebet, Jakarta Selatan pada Selasa 12 Desember 2023.
Setelah mendapat informasi tersebut, ibu korban, kata William, keesokan harinya langsung melaporkan peristiwa tersebut ke Polres Jakarta Selatan.
“Setalah selesai lapor, ibu korban dan korban pergi visum dan disitu benar keliatan ada lebam-lebam di perut AF,”
Aksi pemukulan itu, berdasarkan keterangan AF, dilakukan selama 10 hingga 15 kali pukulan yang pemulukan itu dilakukan oleh tiga siswa kelas XII. “Jadi korban bilang dipukul di suatu ruangan gelap sebanyak 10 sampai 15 kali.”
Setelah dipukul, korban AF dipaksa untuk menjemput 2 orang temannya agar segera dibawa di tempat AF dipukul. “Karena takut, korban AF langsung jemput dua temannya itu pakai motor dan tanpa helm,” jelas William.
Pemukulan oleh para kakak kelas itu, menurut keterangan AF, merupakan kali pertama. Namun sebelum dirinya ada sebanyak 11 orang lain dari kelas X juga menjadi korban bullying.
“Yang berani lapor baru satu, yang lainnya belum berani,”kata William.
Menurut William, ada beberapa temannya yang dipukul di area kemaluan hingga ada yang sampai terkena tulang rusuk. “Ada yang kemaluannya dan ada juga yang sampai kena di tulang rusuk.”
Tidak hanya pemukulan, para korban juga dipaksa untuk mengeluarkan sejumlah uang kepada para diduga pelaku.
“Jadi mereka dipaksa transfer pakai e-wallet ada yang suruh tranfer 50 ribu, kalau telat dikit langsung ditanyaiin,” kata Fahrizal Husin Nasution yang juga sebagai kuasa hukum korban AF.
Menurut pemaparan dari William dan Fahrizal Husin, para korban saat ini tidak dibolehkan sekolah sedangkan para diduga pelaku diperlakukan sebaliknya.
“Bukannya itu merupakan intimidasi yang terang-terangan dari pihak sekolah? Para korban tidak diperbolehkan sekolah dulu sampai masalah selesai dan para pelaku malah dibolehkan sekolah.”
Salah satu orang tua korban berinisial K, melaporkan perkara kasus bullying yang menimpa anaknya berinisal AF yang dilakukan oleh seniornya berinisal D dan kawan-kawannya ke Polres Jakarta Selatan pada Sabtu 2 Desember 2023 pada pukul 00.40 WIB. Laporan ini tertuang dalam nomor: LP/B/3647/XII/2023/SPKT/Polres Metro Jakarta Selatan/Polda Metro Jaya.
Lalu bagaimana dengan tanggapan pihak sekolah?
TEMPO menemui secara langsung Kepala sekolah SMAN 26 Jakarta, Dudung Abdul Kodir untuk menanyakan duduk perkara bullying tersebut.
Dudung mengatakan pihak sekolah telah berupaya semaksimal mungkin mencegah terjadinya di bullying di sekolah dan di kalangan siswa. Ia sendiri mengaku kecolongan atas kasus tersebut.
“Terus terang saja kami dari pihak sekolah walaupun sudah bekerja keras bagaimana ternyata kami kecolongan, pada saat itu ya juga kelalaian kami,” kata Dudung saat kepada TEMPO saat ditemui di ruang kepala sekolah SMAN 26 Jakarta, Senin 12 Desember 2023.
Menurut Dudung, para pelaku bullying merupakan geng lama yang turun-temurun ada di sekolah itu. Ia menjelaskan keberadaan geng itu sudah lama ada di sekolah tersebut. Pihak sekolah sudah berupaya agar tak ada lagi geng-geng-an di sekolah.
“Kita memang terus usahakan agar tidak ada lagi geng itu ya di sekolah, tapi ternyata tetap ada.”
Dudung menjelaskan, sebagian pelaku bullying, pada seminggu sebelumnya sudah mendapat peringatan dan pembinaan karena ketahuan sering nongkrong di luar sekolah. Tidak hanya siswa, sekolah juga memanggil para orang tua dari para murid tersebut. Para siswa yang ketahuan sering nungkrong itu diminta membuat surat pernyataan bermaterai.
Karena itu Dudung marah, saat tahu bahwa sebagian pelaku perundungan terhadap adik kelas itu adalah para murid yang telah diminta membuat surat pernyataan sepekan sebelumnya.
“Waduh saya bukan main marahnya karena dari 15 orang itu ada orang-orang yang nongkrong waktu satu minggu sebelumnya itu dan sudah buat surat pernyataan,” ucapnya.
Berdasarkan keterangan dari Dudung yang juga ia dapat dari keterangan para orang tua dan siswa dari kedua belah pihak, bahwa aksi pemukulan hanya dilakukan sebanyak 1 kali dan hanya di area perut.
“Kita sudah tanya apa yang dipukul dan taunya yang dipukul adalah bagian perut, tidak ada dipukul di area kemaluan,” katanya. Keterangan ini sedikit berbeda dengan penjelasan versi kuasa hukum.
Adapun soal pemalakan terhadap 12 siswa kelas X, menurut keterangan Dudung yang juga didapat dari keterangan para pelaku dan korban, uang tersebut untuk kolekan atau patungan serta tidak ada unsur pemaksaan didalamnya.
"Nggak ada informasi seperti itu (malak) tidak ada. Karena keterangan para diduga pelaku dan korban ini sama. Mereka bilang uangnya untuk patungan kalau terjadi apa-apa."
Tindakan sekolah menghadapi dan menyelesaikan kasus bullying
Dari kejadian bullying ini, pihak sekolah SMAN 26 Jakarta telah melakukan pendampingan melalui dinas Pemberdayaan, Perlindungan Anak, dan Pengendalian Penduduk Provinsi DKI Jakarta atau Dinas PPAP, untuk para korban kelas X.
“Kemarin kita sudah lakukan pendampingan untuk para korban dari dinas PPAP.”
Selain lakukan pendampingan untuk para korban, pihak sekolah juga sudah mengirimkan surat yang ditujukan kepada Dinas Pendidikan dan Dinas PPAP DKI Jakarta.
Selanjutnya, pihak sekolah juga memberi kebebasan untuk para korban agar bisa memilih belajar dari rumah maupun kembali belajar di sekolah. Ini sekaligus jawaban pihak sekolah atas adanya larangan bagi korban bullying untuk kembali ke sekolah.
“Tapi tetap kami pantau juga, dan Alhamdulillah kemarin ada beberapa korban yang sudah mengikuti kegiatan LDKS.”
Sedangkan untuk para pelaku, diberi tindak tegas berupa dirumahkan hingga kasus ini selesai. “Untuk para pelaku sementara kami membuat kebijakan dirumahkan, sambil kami terus mencari data untuk menentukan punishment untuk yang kelas 12 ini,” ucap Dudung.